Manic Street Preachers - Everything Must Go (1996) |
Seringkali sebuah lagu
memberikan informasi lebih banyak dan mendalam dibandingkan informasi faktual
yang kita akses, apalagi dengan pers yang hanya memberitakan selebritas, takhyul,
dan konflik tak jelas seperti kebanyakan media Indonesia saat ini. Beberapa waktu
yang lalu saya berdiskusi mengenai etika media dengan beberapa pembelajar. Kami
berdiskusi mengenai tanggung jawab institusi media dan jurnalis dalam
pemberitaan. Sebagai bagian dari suatu sistem masyarakat pasti seorang jurnalis
menganut etika tertentu, dan sebagai bagian dari kelas menengah dan terdidik
biasanya jurnalis menganut dan memahami humanisme.
Kemungkinan karena tekanan
komodifikasi dari pasar media, jurnalis menyampaikan fakta yang tak sepenuhnya
sesuai dengan norma sosial atau bahkan bertentangan dengan etika yang berlaku
di masyarakat. Mungkin keadaan ini dianggap sebagai fenomena lumrah namun
sebenarnya tidak. Jurnalis adalah juga manusia yang memiliki batasan ketika
mereka terus menerus berhadapan dengan kondisi kemasyarakatan yang tak menyenangkan,
seperti perang, bencana, dan konflik sosial. Jurnalis yang terus menerus
bertemu dengan hal-hal tersebut akan merasa tertekan dan kemudian merasa
bersalah.
Pada saat berdiskusi itulah
saya teringat dengan Kevin Carter, seorang jurnalis foto yang dijadikan
inspirasi lagu oleh Manic Street Preachers. Foto Carter yang terkenal dan
memenangkan penghargaan Pulitzer pada bulan Maret 1993. Foto tersebut
mengabadikan seorang anak perempuan yang sekarat karena kelaparan dan telah “ditunggu”
oleh seekor burung bangkai. Tiga bulan setelah menerima penghargaan tersebut Carter
bunuh diri. Ada yang mengatakan bahwa Carter bunuh diri karena tidak dapat
menahan rasa bersalahnya karena tak menolong anak yang diabadikan di dalam foto
tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa sang jurnalis tidak siap secara mental
karena terus menerus meliput konflik. Bagaimanapun juga institusi media mesti
menjaga jurnalisnya ketiga meliput konflik, termasuk menjaganya dengan
perlindungan psikologis.
Foto Karya Kevin Carter yang memenangkan Pulitzer pada tahun 1993 |
Pada titik ini sebenarnya institusi media yang
menugaskan jurnalisnya terus menerus tanpa memberikan perlindungan apalagi bila
juga tidak memperhatikan pemberitaan secara etis, sebenarnya juga merugikan
medianya sendiri tidak hanya jurnalisnya.
Di luar substansi isi lagu,
lirik lagu ini ditulis oleh Richey Edwards, personel Manic Street Preachers
yang dinyatakan hilang pada era yang sama dengan meninggalnya Kevin Carter.
Selain lagu ini, Edwards juga menulis lagu lain yang bagus dan kelam berjudul Small Black Flowers that Grow in the Sky.
Kedua lagu ini termaktub dalam album Manic Street Preachers yang dirilis tahun
1996, Everything Must Go.
Kevin Carter
Hi Time magazine hi Pulitzer
Prize
Tribal scars in Technicolor
Bang bang club AK 47 hour
Kevin Carter
Hi Time magazine hi
Pulitzer Prize
Vulture stalked white piped
lie forever
Wasted your life in black
and white
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
The elephant is so ugly he
sleeps his head
Machetes his bed Kevin
Carter kaffir lover forever
Click click click click
click
Click himself under
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
Salam Mas Wisnu...
BalasHapuswah, saya baru tahu kalau ada kisah dibalik lagunya MSP ini. Saya sepakat Mas, kalau lagu itu menyimpan cerita ketika ia dibuat, sama halnya bahwa lagu juga turut menandai zaman.
Saya jadi teringat cerita Ayu Utami kalau lagu-lagunya Jim Reeves, terutama Danny Boy juga merupakan lagu penanda zaman beralihnya Orde Lama ke Orde Baru (yang erat dengan masanya The Beatles,dll) atau Candle In The Wind-nya Elton John yang dinyanyikan pas pemakamannya Lady Di, lagu yang dulunya diciptakan untuk Marlyn Monroe.
Lagu memang salah satu konten yg paling baik untuk bercerita tentang sejarah dan kenangan :D
Hapus