Media dalam semua jenisnya, media sosial, media massa, dan media interaktif, bagaimanapun adalah "penengah" dari para pengaksesnya dengan realitas. Media adalah perantara bagi suatu pihak berelasi dengan pihak lain, juga mengubungkan suatu pihak dengan realitas. Peran semacam ini dinamakan mediasi. Denis McQuail menyampaikan setidaknya terdapat delapan metafor mediasi yang menjadi perumpamaan untuk menggambarkan relasi antara produsen, pemakna pesan atau teks, dan realitas. Kedelapan metafor mediasi tersebut adalah jendela, cermin, gatekeeper, penanda, pembimbing, penerjemah, forum, diseminator, dan interlukator.
Metafor jendela mengandaikan media berfungsi sebagai sarana untuk "melihat" dunia. Media menjadi sarana untuk membuka realitas seluas-luasnya. Cermin mengumpamakan media sebagai sarana untuk melihat realitas dengan merefleksikannya. Refleksi tersebut tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Metafor gatekeeper menunjukkan bahwa media menyeleksi realitas yang mereka terima. Seleksi ini bisa bersifat teknis maupun ideologis. Penanda mengindikasikan media menunjukkan kepingan-kepingan realitas yang penting menurut mereka. Metafor pembimbing menjelaskan media dapat berperan sebagai penunjuk arah agar berbagai pihak yang menggunakan media tidak bingung dengan realitas yang dihadapi. Media sebagai penerjemah menunjukkan media berusaha menjelaskan realitas menurut versi mereka sendiri. Metafor forum menunjukkan bahwa media bisa menjadi wahana pertemuan dari banyak pihak yang berbeda sudut pandang. Diharapkan media dapat menghasilkan semacam platform yang membimbing pengakses media "menaklukkan" realitas. Diseminator menunjukkan bahwa media dapat menyebarkan ide-ide baru dalam membaca realitas. Media mengenalkan nilai-nilai baru kepada masyarakat secara luas. Terakhir, interlukator, adalah metafor mediasi yang menggambarkan media sebagai mitra pengakses untuk mengetahui berbagai hal.
Metafor mediasi sangatlah tepat untuk media massa, sementara media sosial tidak mengenal mediasi secara mendetail. Di dalam media sosial dikenal immediasi (tanpa mediasi). Pada media baru dikenal konsep remediasi. Bolter dan Grusin menyebutkan ada dua jenis remediasi, yaitu immediasi dan hipermediasi. Media baru dalam bentuk immediasi relatif mirip dengan media sosial, di mana media tidak melakukan mediasi dalam merekonstruksi realitas menjadi pesan. Dua pihak atau lebih langsung direlasikan oleh media baru, seperti halnya dalam media sosial. Inilah sebabnya media baru dalam salah satu bentuknya disebut juga media (jejaring) sosial.
Bentuk remediasi yang kedua, yang hanya dipunyai oleh media baru, adalah hipermediasi atau mediasi berlebih-lebihan. Hal ini sangat mudah diamati pada dua bentuk media bagu, internet dan game. Pada game misalnya, seorang pengakses teks game bisa mendapatkan informasi seluas-luasnya, apalagi dalam media online. Hipermediasi juga sangat mudah dilihat pada situs yang lengkap yang bisa memudahkan pengakses mendapatkan informasi seluas mungkin dan bentuk pesan yang sangat beragam. Hipermediasi bisa dimaknai secara positif maupun negatif, secara positif hipermediasi berpotensi memberikan informasi yang secara kuantitas tinggi. Negatifnya, hipermediasi mengakibatkan banyak informasi "sampah" yang diakses namun tidak dibutuhkan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now&...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar