U2 - Zooropa (2012) |
Seperti halnya penyuka teks media dari suatu produsen yang spesifik yang akan berusaha mendapatkan teks terdahulu dari, saya juga demikian. Ketika mendengarkan album terkini dari U2, U22, yang berupa album live, saya tiba-tiba teringat dan ingin lagi mendengar dan mengingat-ingat pengalaman memaknai dari masa lalu. Hampir semua album U2 berkesan bagi saya namun hanya tiga album yang berpengaruh dan saya ingat benar sampai sekarang, ketiga album U2 itu adalah The Joshua Tree (1987), Achtung Baby (1991), dan Zooropa (1993). Achtung Baby bagi saya masih menjadi album terbaik, sementara the Joshua Tree adalah album kedua terbaik, Zooropa bukan album ketiga terbaik bagi saya namun ini adalah album U2 pertama yang saya dengarkan. Saya mendengarkan album ini pertama-kali melalui format kaset. Side A album ini "aneh", side B-nya jauh lebih "aneh" lagi. Aneh di sini adalah bukan aneh yang negatif tetapi aneh karena suara (musik dan lirik) yang saya dengarkan dari album ini tidak mirip dengan suara 1990-an walaupun kemudian saya sadar dekade tersebut memang tidak bisa ditandai genre musik karena rock dan grunge mendominasi pada awalnya namun ada juga techno, rap dan disko yang tidak terlalu dominan namun ada di setiap tahun antara 1990 sampai 1999.
Zooropa selalu dilihat oleh banyak pengamat sebagai "perpanjangan" dari Achtung Baby. Menurut saya, pendapat tersebut tidak sepenuhnya tepat karena Zooropa berbeda dari Achtung Baby yang sangat posmo. Bila posmodernisme dianggap sebagai sebuah konsep yang serius, aneh, dan abstrak, Zooropa tidak ada di wilayah tersebut, Zooropa lebih mengambil karakter seenaknya, unik, dan tanpa fokus. Namun justru inilah yang membuat album studio kesembilan U2 ini secara genre sangat unik dengan musik yang seperti tidak berada pada jamannya. Sulit rasanya lagu semacam Numb, Lemon, dan Daddy's Gonna Pay for Your Crashed Car bisa bersanding dengan Babyface, Stay (Faraway So Close!), dan the First Time dalam satu album.
Mendengarkan lagi teks media lama dari suatu produsen teks yang kita sukai memang menyenangkan karena kita bisa memaknainya dalam konteks kekinian. Itulah kekuatan pemaknaan oleh audiens, pemaknaan yang beragam pada suatu teks mampu memunculkan polysemia, yaitu kualitas yang lebih baik karena kecakapan yang digunakan untuk pemaknaan juga semakin meningkat. Polysemia, tentu saja, akan muncul dengan kesungguhan utuh penuh dalam mengakses informasi dan memaknai teks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar