Gentleman Broncos (2009) |
Sedianya saya diminta untuk menghasilkan sebuah tulisan sebagai pendamping dan juga merayakan suatu aktivitas keren bernama “31 Hari Menulis” sejak kompetisi ini belum dimulai. Karena berbagai hal, barulah janji saya untuk menyumbang tulisan terpenuhi pada hari ke-28, saat “31 Hari Menulis” hampir selesai. Walau begitu, saya tetap antusias untuk merayakan kegiatan tahunan ini dan berharap kegiatan ini diridhoi agar menjadi aktivitas yang berjalan sangat lama, paling tidak selama sir Alex Ferguson menukangi Manchester United.
Terus terang,
tidak ada cara untuk menulis bagus dan cepat, bila tak ada hal yang benar-benar
mendorong untuk kita menulis. Mau sampai jungkir
balik sekalipun, bila kita tidak memiliki ide yang kita ketahui dan membuat
kita antusias, kita tetap akan sulit untuk menulis, apalagi menghasilkan
tulisan yang bagus dengan relatif cepat. Bisa sih kita menghasilkan tulisan, namun biasanya tulisan yang
dihasilkan akan biasa-biasa saja. Saya kira hal inilah yang sering terjadi pada
orang-orang yang ingin menulis.
Menulis memang
gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang ya?) karena terkadang kita bisa
menulis dengan cepat pada suatu kurun waktu namun seringkali kita tidak menulis
apa pun dalam waktu yang lama, menulis sesuatu unyu-unyu sekalipun. Karena itu kita bisa jadi sangat kagum dengan
beberapa penulis yang bisa terus menulis dengan rutin dan terus menghasilkan
tulisan yang bagus, dalam waktu yang cepat pula! Kita kemudian bertanya-tanya,
bisakah kita seperti dirinya?
Tiap penulis
punya cara agar keadaan tanpa menulis bisa dilewati, ada yang tetap menulis
walau jiwanya tidak terlibat sehingga tetap tak ada tulisan yang dihasilkan,
ada yang membiarkan saja dirinya sampai hasrat untuk menulis hadir lagi.
Antisipasi yang terakhir ini bisa jadi
berbahaya, misalnya saja dalam hal menulis skripsi, bisa berbahaya bila kita
membiarkan diri tak menulis dan membiarkan hasrat tersebut hadir bersama waktu
karena bisa jadi hasrat menulis tersebut baru muncul setelah tiga tahun dan
teman-teman seangkatan sudah pada lulus semua.
Sebagai
seorang penulis biasa-biasa saja, saya juga memiliki cara tersendiri agar agar
bisa melewati keadaan tanpa menulis yaitu mengakses konten media yang kita
sukai. Konten media tersebut tidak harus media cetak, misalnya buku, di mana
kita bisa belajar dari penulisnya, tetapi juga seluruh jenis konten media,
misalnya saja film, karena isi film yang bagus akan mendorong kita untuk
mengomentarinya melalui tulisan.
Biasanya, bila
membaca-baca karya Haruki Murakami, penulis yang paling saya sukai, keadaan tak
menulis bisa perlahan terlewati. Bagi saya selalu ada yang bisa didapat dengan
membaca karya Murakami. Entah itu, salah satu novel atau salah satu cerita pendeknya,
bahkan tiap paragraf yang dipilih dari tiap tulisannya bisa memberikan sugesti
yang kuat untuk menulis lagi. Kok bisa
ya? Begitu yang saya rasakan setelah membaca sedikit saja dari karya
Murakami. Karya terkininya, 1Q84 misalnya, membuat saya kagum karena deskripsi
kehadiran dua bulan di dalam hidup terasa begitu dekat dan nyata. Lalu
bagaimana relasi cinta Tengo dan Aomame digambarkan dengan begitu liris? Dua
karakter di dalam 1Q84 tak bertemu sampai akhir novel namun sepanjang kisahnya
terpisah satu sama lain. Keterpisahan tersebut justru terasa sangat intens.
Bagaimana bisa novel asrama...eh asmara antara dua anak manusia diceritakan dengan cara tak
biasa namun tetap romantis? Silakan baca novelnya dengan lengkap karena tulisan
ini bukan resensinya. Novel ini mungkin karya tertebal Murakami, terjemahan
Indonesia-nya yang baru saja diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia
terdiri dari tiga buku.
1Q84 (2012) |
Intinya, kita
bisa tercerahkan untuk menulis lagi antara lain dengan membaca karya bagus atau
penulis keren menurut kita atau menurut dunia kepenulisan secara umum. Kita
juga bisa mengakses dan memaknai konten media lain selain buku, misalnya saja
film. Salah satu film yang menurut saya bisa menginspirasi untuk menulis atau
berpotensi membawa kita melewati masa-masa tak menulis adalah film ”Gentlemen
Broncos”. Film yang dirilis tahun 2009 ini oleh banyak penikmat film
dikategorikan gagal, namun bagi saya film ini adalah salah satu film terlucu
yang saya tonton.
“Gentlemen
Broncos” bercerita tentang seorang penulis pemula bernama Benjamin Purvis yang
karya fiksi sains-nya dijiblak oleh penulis terkenal yang juga menjadi
idolanya. Hal yang menarik adalah Benjamin Purvis tak mundur dari dunia
tulis-menulis dan berusaha membuktikan bahwa penulis tersebut, Ronald Chevalier, memplagiasinya.
Pada akhirnya Benjamin Purvis bisa membuktikan bahwa karyanya dijiplak oleh
penulis terkenal. Selain bicara tentang menulis, film ini memang dipenuhi
hal-hal absurd yang menerpa indera penglihatan kita, namun itu hal yang
menyenangkan dan unik. Di dalam salah satu adegan, Purvis ditanya oleh
rekannya, mengapa tidak menulis di blog daripada menulis di kertas dan tak ada
yang bisa membuktikan bahwa karya kita dijiplak? Dengan enteng Purvis menjawab
bahwa alasannya tidak menulis di blog adalah karena semua orang melakukannya.
Saya sampai tertawa terpingkal-pingkal apalagi adegan tersebut digambarkan
dengan aneh dan ekspresi kaku si Purvis.
Tentu saja,
orang lain akan memaknai film tersebut dengan berbeda, namun menurut saya film
itu memberikan pelajaran bahwa menulis ya menulis saja, jangan pernah putus asa
sekalipun tulisan kita dicuri atau dijiplak. Purvis juga bisa saja salah,
karena dia tak menulis di blog. Menulis di blog menurut saya adalah cara yang
baik untuk melatih kemampuan kita menulis, terutama yang sedang belajar pada
tahap awal atau merasa bahwa menulis pada tahap apa pun adalah menyenangkan dan
tak berelasi langsung dengan uang. Menulis di blog membuat kita memiliki
teman-teman pembaca, itulah sebabnya di dalam dunia blog, tak pernah penting
blogger sebagai perseorangan, yang terpenting adalah blogosphere, atau ruang maya di mana kita saling berbagi dan
belajar via blog. Saya kira aktivitas “31 Hari Menulis” ada dalam posisi
tersebut, yaitu belajar menulis bersama dengan menyenangkan, walau tak
menyenangkan juga bila didenda…hehe…Makanya menulis biar tak didenda.
Tunggu apa
lagi, ayo menulis dengan bersenang-senang bersama teman-teman….
informasi yang sangat menarik sangat informatif
BalasHapusterima kasih :)
Hapus