Buku yang selalu bisa mengembalikan antusiasme menulis |
Aktivitas menulis seperti dapat menjebak kita sendiri, terutama di saat kita dengan yakin mengklaim pada diri sudah bisa menulis dengan rutin dan rajin. Kita sangat ingin bisa menulis dengan kontinyu, berjuang ini itu. Berlatih terus sampai pada akhirnya kita dapat menulis dengan rutin dan rata-rata merupakan tulisan yang selesai meski pendek, sekitar 500 kata. Kemudian kita merasa jumawa seolah-olah menulis rutin adalah sesuatu yang telah tertaklukkan. Pada situasi inilah kemungkinan dewa-dewa penulisan menghukum kita. Tepat ketika kita merasa menang, merasa bisa menaklukkannya, pada saat itu juga atau dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita dihukum.
Bisa jadi, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kemampuan
kita dalam menulis rutin tersebut tiba-tiba menguap entah kemana. Pencarian kembali
bisa memakan waktu tidak terlalu lama atau bisa lama sekali, bisa setara dengan
waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kemampuan menulis.
Lalu kemudian munculkan semangat berjibaku lagi. Jibaku dengan
diri sendiri untuk memunculkan kemampuan menulis rutin. Jibaku dengan
hasrat-hasrat lain dan antusiasme lain, kecuali menulis.
Namun, memunculkan kembali kemampuan itu bukanlah hal mudah. Semudah mengeja satu dua kata atau membaca berbuku-buku fiksi fantasi. Kita mesti mengulang dari awal, tips-tips, mantra-mantra, dan strategi lama dan baru dijalankan lagi. Dikulak-kulik sana sini. Bisa jadi dengan mudah kemampuan tersebut kita munculkan kembali. Bisa jadi juga kemampuan menulis rutin itu tidak jua muncul meski dicoba berulang-kali. Bila dianggap makhluk, dia masih bersembunyi dan tak mau beringsut dari diri kita.
Namun, memunculkan kembali kemampuan itu bukanlah hal mudah. Semudah mengeja satu dua kata atau membaca berbuku-buku fiksi fantasi. Kita mesti mengulang dari awal, tips-tips, mantra-mantra, dan strategi lama dan baru dijalankan lagi. Dikulak-kulik sana sini. Bisa jadi dengan mudah kemampuan tersebut kita munculkan kembali. Bisa jadi juga kemampuan menulis rutin itu tidak jua muncul meski dicoba berulang-kali. Bila dianggap makhluk, dia masih bersembunyi dan tak mau beringsut dari diri kita.
Kira-kira hal itulah yang terjadi pada saya dan mungkin juga
yang terjadi dengan teman-teman. Tepatnya, menulis itu tak mudah, mesti
menaklukkan diri sendiri dulu. Menaklukkan kemalasan, membuat makhluk itu beringsut dan bergerak, apalagi
bila kemampuan tersebut sudah muncul dengan relatif baik dulunya. Sekali hilang,
sulit sekali membangkitkannya lagi. Apa-apa yang pernah hilang selalu sulit
untuk kembali.
Kita bisa berdalih hadirnya banyak kesibukan ini itu
menjadikan kita tak punya waktu untuk menulis. Kenyataannya, banyak penulis
atau bukan penulis profesional, yang sangat rajin menulis walau sangat sibuk.
Tulisannya
dengan rutin muncul dan sebagian besar bagus pula! Orang-orang seperti ini yang
membuat saya iri setengah mati. Bagaimana mungkin orang-orang sibuk ini bisa
menulis dengan rutin dan bagus, sementara saya yang cenderung berleha-leha
begini tak bisa menghasilkan tulisan dengan rutin? Mengajukan pertanyaan
introspektif semacam ini saja bisa memunculkan kegalauan tingkat dewa. Namun mau
tak mau kita mesti bertanya bila ingin mencari apa yang salah dengan diri kita
sehingga menulis bukan lagi menjadi aktivitas rutin.
Jadi, benar-benar sibuk atau sok sibuk sebenarnya sama saja. Tak menulis. Tidak ada tulisan yang
dihasilkan walaupun tulisan pendek. Titik, tanpa koma.
Dan karena itulah, saat ini dan mungkin di waktu yang lain
kita pasti akan berusaha bangkit lagi dari kemalasan menulis. Ketika kita
bangkit, lagi dan lagi, dalam menulis, berarti kita memulai dengan paragraf. Paragraf
awal selalu bisa dicoba lagi. Paragraf adalah awalan sebuah tulisan. Seberapa bagus
atau tidaknya sebuah tulisan. Seberapa panjang atau pendeknya sebuah tulisan,
kita akan memulainya dari satu paragraf. Paragraf awal.
Karena itulah, para penulis, tua dan muda, penulis baru dan penulis kugiran, yang masih rutin menulis ataupun tidak rutin seperti saya, mari memulai lagi (dan lagi) menulis satu paragraf. Siapa tahu paragraf kali ini bisa menghasilkan tulisan yang bagus, mana tahu bisa menghasilkan tulisan bermakna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar