God reveals himself in everything,
but the word is the one of his favourite ways of taking action,
because the word is thought transformed into vibration.
The word has greater power than many rituals
(Brida, Paulo Coelho)
Sudah sangat lama saya tidak menulis dengan rasa bahagia mendekam di hati. Biasanya memang saya masih menulis dengan lumayan teratur tetapi biasanya menulis tersebut disertai dengan suatu "kewajiban" mesti menghasilkan suatu tulisan, apapun itu. Kini saatnya saya menulis dengan ringan dan penuh rasa bahagia karena satu tahap kewajiban sekolah saya sudah terselesaikan. Masih ada beberapa tahap lagi, tetapi rasa bahagia ini sudah lumayan. Saya membayangkan betapa bahagia dan leganya hidup bila tugas besar tersebut betul-betul diselesaikan.
Salah seorang rekan saya menulis apa kebahagiaan bagi dirinya. Tulisannya menjadi inspirasi saya untuk menulis tentang kebahagiaan dan bagaimana aktivitas menulis merupakan kebahagiaan pula, minimal bagi saya sendiri. Bagi saya kebahagiaan adalah suasana hati personal yang tidak bisa dijelaskan dengan lengkap dan memadai karena tiap orang memiliki definisinya sendiri. Namun kebahagiaan bagi saya adalah menjalani hidup dengan orang-orang, anggota keluarga dan teman-teman, yang menerima kita apa adanya, yang saling memberikan tindakan yang membuat kita hidup dengan nyaman. Ada satu bentuk kebahagiaan lagi bagi saya, yaitu menulis, dan juga membaca.
Menulis membuat saya lebih tersadar akan makna eksistensialisme diri sendiri. Ketika kita bercerita tentang realitas dan makna kita atas realitas itu, ada sesuatu yang sulit tergambarkan. Sebentuk rasa di mana kita sedikit "menggenggam" dunia dan menceritakannya kembali. Bukankah pada dasarnya menulis itu adalah menceritakan kembali dunia atau realitas dengan lebih detail melalui tulisan faktual, dan menciptakan dunia tersendiri, yang dikenal sebagai dunia imajinasi, melalui tulisan fiksional. Itulah sebabnya belakangan ini saya mendapatkan persektif berbeda tentang konsep masyarakat sipil di mana saya sedikit memahami tentang dinamika hidup bersama dalam konteks politik dengan lebih baik, juga betapa indahnya dunia rekaan yang rinci dan solid dalam trilogi The Hunger Games. Cara pandang agak baru tersebut menjadikan saya semakin mencintai literasi atau kecakapan bermedia berkaitan dengan media cetak dan aksara.
Menulis dan membaca adalah suatu dualitas. Artinya seseorang yang menulis dengan baik biasanya adalah pembaca yang baik. Pembaca yang antusias, bila dikelola dengan benar, biasanya akan menjadikan dirinya penulis yang "benar" pula. Pun dengan menulis dan kebahagiaan, keduanya merupakan dualitas menurut saya. Melalui menulis saya merasakan kebahagiaan yang hangat mengalir di hati pelan-pelan dan mencapai puncaknya ketika tulisan selesai. Kebahagiaan diripun, di mana kita merasa lepas dari beberapa kekangan, kondisi hati yang nyaman, menjadikan kita bisa menulis dengan tenang minimal setengah jam. Sungguh, menulis itu suatu bentuk kebahagiaan, dan saya ingin menjalaninya sepanjang sisa hidup yang saya jalani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar