Senin, 14 Oktober 2013

Nine Inch Nails – Hesitation Marks (Deluxe Edition) (2013)

Nine Inch Nails - Hesitation Marks (2013)
Album terkini dari Nine Inch Nails ini adalah album terbaik yang sedang saya dengarkan belakangan ini. Sederhana saja indikatornya, saya tidak bisa melepaskan pemutar mp3 dan player CD dengan memutarkan album ini terus menerus. Hampir tanpa henti. Mungkin sudah lebih dari tiga puluh kali saya mendengarkan album ini dalam waktu semingggu. Indikator kedua adalah saya jadi tertarik kembali mendengarkan semua album mereka. Album ini mirip dengan album mereka pada tahun 1999, The Fragile. Double album yang penuh tekstur dan bikin merinding. Pada tahun 1999 itu saya tak bisa membeli albumnya karena tak memiliki uang yang cukup. Jadi saya tak bisa mengaksesnya pada kesempatan pertama dan saya baru mendengarkannya utuh penuh bertahun-tahun kemudian, yang tentu saja memberikan impresi yang berbeda bila kita mendengarkan album tak lama setelah dirilis.

Pemuka Nine Inch Nails adalah Trent Reznor, yang oleh majalah Time pada tahun 2000 dianggap sebagai pemusik paling berpengaruh di dekade 1990-an. Artikel itu juga menuliskan bila film The X-Files adalah film seri paling berpengaruh pada dekade yang sama. Sejak itu nama Trent Reznor selalu saya ikuti, namun hanya lagu Perfect Drug dan Deep yang saya ikuti intensi karena hadir sebagai pengisi OST dua film. Seluruh album Nine Inch Nails baru saya dengarkan ketika sudah memiliki dana cukup sekitar pertengahan dekade 2000-an.

Album ini masih ada pada tingkat kemarahan yang saya dengan album-album Nine Inch Nails sebelumnya, kecuali album yang  agak "manis", With Teeth, yang dirilis pada tahun 2005. Walau begitu, semua lagu di album ini tak terlalu bising dan segera bisa dinikmati padahal memang "kebisingan" adalah inti dari musik Nine Inch Nail sejak awal. Setelah dibuka dengan instrumental pendek, The Eater of Dreams, album ini menghentak dengan Copy of A yang mempertanyakan originalitas, termasuk originalitas diri sendiri. Sesungguhnya di bawah sinar matahari tak ada lagi yang benar-benar baru, semuanya salinan dari salinan yang lain.

Alienasi dan rupa-rupa kontrol rupanya menjadi perhatian di album ini, seperti biasanya, hal ini terlihat pada lagu Came Back Haunted. Isu yang mirip muncul di lagu Disappointed di mana muncul pesan kita tak perlu berharap apa-apa karena kekecewaan past datang. Namun tentu saja tidak untul album ini. Pendengar tak akan kecewa sama sekali, malah berpikir mendalam mengapa musik yang keras bisa begitu indah, mengapa lirik yang kelam bisa begitu mengundang optimisme bahwa hidup selalu layak untuk diperjuangkan.

Daftar lagu:
CD 1
1. The Eater of Dreams
2. Copy of A
3. Came Back Haunted
4. Find My Way
5. All Time Low
6. Disappointed
7. Everything
8. Satellite
9. Various Methods of Escape
10.  Running
11.  I Would for You
12.  In Two
13.  While I'm Still Here
14.  Black Noise

CD 2
1. Find My Way (Oneohtrix Point Never Remix)
2. All Time Low (Todd Rundgren Remix)
3. While I'm Still Here (Breyer P-Orridge 'Howler' Remix)

Manic Street Preachers – Rewind the Film (Deluxe Edition) (2013)

Manic Street Preachers - Rewind the Film (2013)
Hanya ada tiga produsen teks media musik populer yang menurut saya konsisten menelurkan karya berbentuk album yang selalu bagus. Ketiganya adalah Manic Street Preachers, Nine Inch Nails, dan Sonic Youth. Dua produsen teks pertama baru saja merilis album, sementara Sonic Youth dalam jangka waktu dekat ini belum beraktivitas setelah mereka "memisahkan" diri pada tahun 2011. Sebagai sebuah unit produsen teks mereka saling melengkapi. Bagaimana pun juga sebuah band adalah kumpulan orang yang berkarya bersama.

Hal yang unik pada album ini adalah sepertinya mereka tak terlalu "percaya diri" menyanyikan berbagai lagu sendiri. Mereka mengundang beberapa musisi lain untuk berduet, yang paling mengasyikkan tentu saja dalam lagu "Rewind the Film" yang berkolaborasi dengan mantan personel band 1990-an besar lainnya, Pulp, Richard Hawley. Hal yang mengejutkan adalah mereka tak jadi mengajak Morrissey untuk berduet dalam lagu "3 Ways to See Despair". Sayang sekali, karena bila terwujud, kemungkinan lagu ini menjadi lagu yang membahana para pecinta musik. Nicky Wire menyatakan bahwa mereka tidak jadi mengajak Morrissey karena takut ditolak.

Saya juga setuju dengan beberapa pengamat yang mengatakan bahwa album ini termasuk album yang bagus karena isinya variatif dan seperti Manic yang sesungguhnya, enak didengar sekaligus mengajak berpikir. Walau begitu, album ini bukanlah standar album terbaik mereka, seperti misalnya album "This is My Truth Tell Me Yours" dan "Know Your Enemy". Sisi politis dari lirik lagu masih terlihat di lagu "30-Year War" yang mengritik masa pemerintahan Margareth Thatcher karena menyingkirkan kaum pekerja. Sisi reflektif teramati pada lagu "(I Miss the) Tokyo Skyline" di mana si diri dalam lagu selalu merasa ada yang tak terlengkapi secara eksistensial. Lagu ini benar-benar mengingatkan saya pada film "Lost in Translation" yang juga bersetting dan mengangkat isu yang mirip.

Daftar lagu:
1. This Sullen Welsh Heart (feat. Lucy Rose)
2. Show Me the Wonder
3. Rewind the Film (feat. Richard Hawley)
4. Builder of Routines
5. 4 Lonely Roads (feat. Cate Le Bon)
6. (I Miss the) Tokyo Skyline
7. Anthem for A Lost Cause
8. As Holy As the Soil (That Buries Your Skin)
9. 3 Ways to See Despair
10.  Running Out of Fantasy
11.  Manorbier
12.  30-Year War
13.  This Sullen Welsh Heart (Demo)
14.  Show Me the Wonder (Demo)
15.  Rewind the Film (Demo)
16.  Builder of Routines (Demo)
17.  4 Lonely Roads (Demo)
18.  (I Miss the) Tokyo Skyline (Demo)
19.  Anthem for A Lost Cause (Demo)
20.  As Holy As the Soil (That Buries Your Skin) (Demo)
21.  3 Ways to See Despair (Demo)
22.  Running Out of Fantasy (Demo)
23.  Manorbier (Demo)
24.  30-Year War (Demo)
25.  A Design for Life (Live at the O2)
26.  Empty Souls (Live at the O2)
27.  (It’s Not War) Just the End of Love (Live at the O2)
28. From Despair to Where (Live at the O2)

OST – In the Name of the Father (1993)

OST - In the Name of the Father (1993)
Satu album lagi yang saya dapatkan dari itunes. Album ini mengingatkan betapa berjayanya kloter penyanyi Irlandia pada dekade 1990, terutama U2 dan Sinead O'Connor. U2 tidak hanya merilis album terbaiknya sejauh ini pada dekade tersebut, namun sebagai sebuah unit produsen teks, mereka begitu produktif. Pada dekade 1990-an, selain merilis album-album berkelas, para personel U2 juga aktif merilis berbagai proyek kekaryaan. Misalnya saja OST Pasengers, soundtrack untuk film-film imajiner dan juga mengisi OST Batman Forever dan Mission Imposible. Di album ini Bono berkolaborasi dengan Gavin Friday, musikus sekaligus "anggota" bayangan U2 sejak lama. Mereka juga menciptakan lagu "Goldeneye" yang dinyanyikan oleh Tina Turner untuk franchise film James Bond tersebut.

Sebagai teks yang berelasi dengan teks utamanya, interteks, album ini sangat mengambarkan apa yang terjadi di filmnya. Pilihan lagu yang disesuaikan dengan kondisi pada jaman yang tertuang di fim menunjukkan bentuk spasialisasi yang kuat. Score yang diproduksi oleh Trevor Jones juga dengan kuat mendeskripsikan berbagai adegan di filmnya.

Daftar lagu
1. Bono and Gavin Friday – In the Name of the Father
2. The Jimi Hendrix Experience –Voodoo Child (Slight Return)
3. Bono and Gavin Friday – Billy Boola
4. The Kinks - Dedicated Follower of Fashion
5. Trevor Jones – Interrogation
6. Bob Marley and the Wailers – Is This Love (Horns Mix)
7. Trevor Jones – Walking the Circle
8. Thin Lizzy – Whisky in the Jar (Full Length Version)
9. Trevor Jones – Passage of Time
10. SinĂ©ad O'Connor – You Made Me the Thief of Your Heart

Selasa, 08 Oktober 2013

Berburu Album-album Langka

Sejak memutuskan musik rekaman sebagai jenis (pesan) media yang paling intens saya akses pada awal tahun 1990-an, cukup banyak album yang belum saya miliki, terutama dimiliki secara digital. Ketika saya bisa mengakses itunes sekitar lima bulan  lalu, seperti orang kalap saya langsung mengakses atau membeli beberapa album yang saya anggap langka dan sangat sulit didapat.

Beberapa album di antaranya sebenarnya sudah saya miliki dalam format kaset, bukan format digital. Sayangnya, saya tidak lagi memiliki pemutar kaset alias tape. Saya malah berencana menjual seluruh koleksi kaset saya, yang berjumlah sekitar seribu kaset. Walau kemudian niat menjual kaset itu saya pertimbangkan kembali karena ternyata kaset masih disimpan dan didengar oleh para kolektor. Setiap tahun juga ada peringatan cassette store day yang mestinta membuat kaset disayangi kembali.

Karena itulah, saya masih terus mencari album-album yang menurut saya langka. Ajaibnya, di itunes album-album langka itu saya temukan. 

Berikut ini kesepuluh album langka yang saya dapatkan di itunes:

Pertama, OST Romeo + Juliet (1996)


Waktu itu, filmnya adalah tafsir segar dari kisak klasik masa lampau dan saya bersama rekan-rekan kuliah benar-benar menikmati filmnya. Namun yang paling membuat saya terkesan adalah OST dari film ini. Siapa yang menyangsikan lagu-lagu dari Garbage yang waktu itu besar dan Radiohead yang sampai hari ini masih besar, juga the Cardigans dan the Wannadies, serta lagu dari Mundy "To You I Bestow" yang paling mencuri perhatian. Album ini langka dalam format CD, kalaupun ada, saya pernah hampir mengaksesnya di salah satu toko di Jakarta, harganya sangat mahal.

Kedua, Wham! – Final (Deluxe Edition) (1986)


Album the best sekaligus terakhir dari duo Inggris, George Michael dan Andrew Ridgeley yang saya dengarkan ketika masih kecil namun album ini begitu terekam di kepala. Sebenarnya yang saya dengarkan dulu bukan albumnya secara utuh melainkan dari lagu-lagu terpisah yang ada di berbagai kompilasi, seperti the best disco, dsb. Album ini langka bukan hanya karena sudah lama sekali dirilis, namun juga karena musik yang dibawakan Wham! mungkin sekarang tidak lagi disukai.  

Ketiga, Various Artists – Help (1995)



Ketika saya mendengarkan kaset album ini dahulu sebenarnya tidak ada daftar lagu dan penyanyi di sampulnya karena disengaja untuk memunculkan efek kejut. Saya hanya menebak-nebak ketika mendengarkan lagu-lagunya. Namun saya langsung mengenai para penyanyi dan band besar Inggris raya pada dekade 1990-an. Lagu=lagu yang pasti diingat di album ini adalah "Love Spreads" dari the Stones Roses, "Lucky" dari Radiohead, dan "Raindrops Keep Falling on My Head" dari Manic Street Preachers.

Keempat, OST – Cruel Intentions (1999)



Bicara tentang film anak muda di masa lalu, film ini pasti layak disimak. Cara bercerita yang unik, dari sudut pandang karakter antagonis dan topik yang tak biasa, menjadikan film ini tetap teringat sampai sekarang. Film ini tidak seperti kisah film kaum muda kebanyakan pada waktu itu. Band-band yang mulai besar di akhir 1990-an mengisi album ini, antara lain Blur, Placebo, Fatboy Slim, dan Counting Crows.

Kelima, Various Artist – If I were A Carpenter (1994)



Menurut saya album ini adalah album tribute paling oke sepanjang jaman yang saya dengar. Para pengisinya tetap hadir dengan ciri mereka sendiri sekaligus mengenalkan Carpenter kepada para pendengar yang lebih muda. Mendengarkan album ini kita jadi semakin paham mengapa Sonic Youth, Dishwalla, Redd Kross, dan Cracker bukan cuma produsen teks yang hebat, melainkan penafsir baru yang mumpuni.

Keenam, The Soup Dragons – 20 Golden Greats (2012)



Sebenarnya hanya satu lagu yang membuat saya teringat terus dengan grup ini. Saya mendengarkan lagu Soup Dragons, "Divine Thing", di sebuah acara musik TVRI, kalau tak salah judulnya "Music Trax". Acara musik dahulu sangatlah langka, sebelum kehadiran MTV di ANTV via "Alternative Nation". Acara tersebut pasti saya tunggu kehadirannya di akhir pekan. Album ini langka karena band yang membawakan tidak begitu terkenal di Indonesia, namun beberapa lagunya cukup bagus. Lagu lain dari band ini yang terkenal adalah "I'm Free" dan "Pleasure".

Ketujuh, The Dandy Warhols – Thirteen Tales of Urban Bohemian (2000)



Album terbaik dari Dandy Warhols menurut saya. Lagu "Bohemian Like You" jelas-jelas menghipnotis saya pada waktu itu. Genre alternatif juga lagi sangat disukai dan satu-satunya sumber musik yang berkelas hanya "Alternative Nation" di MTV, yang di Indonesia disiarkan oleh ANTV. Tiga belas kisah yang diungkap dalam tiga belas lagu di album ini juga berkelas, antara lain "Mohammed", "Nietzsche", dan "Big Indian".

Kedelapan, Manic Street Preachers – Generation Terrorists (Remastered) (1992/2012)



Album terbaik dari Manic Street Preachers dan merupakan album yang paling sulit dicari pada awalnya. Album ini tidak hanya bagus, namun juga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi pendengar loyal dengan bonus lagu yang banyak dan unik. Lagu "Motorcycle Emptiness", "Little Baby Nothing", dan "Stay Beautiful".

Kesembilan, Luciano Pavarotti & Friends – Together for the Children of Bosnia (1996)



Kisah tentang Bosnia ataupun perang lain yang merupakan pelanggaran HAM selalu menarik, termasuk upaya untuk memperbaikinya dan membesarkan hati para korban dan umat manusia. Ketika ada seorang penyanyi besar yang mengajak para penyanyi lain untuk membantu korban perang, upaya tersebut selalu menarik perhatian. Apalagi di album ini ada lagu-lagu yang sudah terkenal pada waktu itu yang ditafsir ulang, yaitu "One" dan "Linger".

Kesepuluh, Ebiet G. Ade – Camelia I dan III (1979 & 1980)



Dua album terlangka yang bisa saya dapatkan dari Itunes. Sebenarnya adikarya (masterpiece) Ebiet G. Ade adalah Camelia I sampai IV, namun yang ada hanya dua album awal ini. Tapi menurut saya, dua album ini sudah cukup untuk mengobati kerinduan pada album Ebiet G. Ade, bukan lagu "ketengan" pada album bertajuk the best atau seleksi. Kedua album ini memberikan nuansa yang berbeda dalam menikmati musik Indonesia.

Kamis, 03 Oktober 2013

Paragraf Pertama (Lagi)

Buku yang selalu bisa
mengembalikan antusiasme menulis


Aktivitas menulis seperti dapat menjebak kita sendiri, terutama di saat kita dengan yakin mengklaim pada diri sudah bisa menulis dengan rutin dan rajin. Kita sangat ingin bisa menulis dengan kontinyu, berjuang ini itu. Berlatih terus sampai pada akhirnya kita dapat menulis dengan rutin dan rata-rata merupakan tulisan yang selesai meski pendek, sekitar 500 kata. Kemudian kita merasa jumawa seolah-olah menulis rutin adalah sesuatu yang telah tertaklukkan. Pada situasi inilah kemungkinan dewa-dewa penulisan menghukum kita. Tepat ketika kita merasa menang, merasa bisa menaklukkannya, pada saat itu juga atau dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita dihukum.

Bisa jadi, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kemampuan kita dalam menulis rutin tersebut tiba-tiba menguap entah kemana. Pencarian kembali bisa memakan waktu tidak terlalu lama atau bisa lama sekali, bisa setara dengan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kemampuan menulis.
Lalu kemudian munculkan semangat berjibaku lagi. Jibaku dengan diri sendiri untuk memunculkan kemampuan menulis rutin. Jibaku dengan hasrat-hasrat lain dan antusiasme lain, kecuali menulis. 

Namun, memunculkan kembali kemampuan itu bukanlah hal mudah. Semudah mengeja satu dua kata atau membaca berbuku-buku fiksi fantasi. Kita mesti mengulang dari awal, tips-tips, mantra-mantra, dan strategi lama dan baru dijalankan lagi. Dikulak-kulik sana sini. Bisa jadi dengan mudah kemampuan tersebut kita munculkan kembali. Bisa jadi juga kemampuan menulis rutin itu tidak jua muncul meski dicoba berulang-kali. Bila dianggap makhluk, dia masih bersembunyi dan tak mau beringsut dari diri kita.

Kira-kira hal itulah yang terjadi pada saya dan mungkin juga yang terjadi dengan teman-teman. Tepatnya, menulis itu tak mudah, mesti menaklukkan diri sendiri dulu. Menaklukkan kemalasan, membuat makhluk itu beringsut dan bergerak, apalagi bila kemampuan tersebut sudah muncul dengan relatif baik dulunya. Sekali hilang, sulit sekali membangkitkannya lagi. Apa-apa yang pernah hilang selalu sulit untuk kembali.
Kita bisa berdalih hadirnya banyak kesibukan ini itu menjadikan kita tak punya waktu untuk menulis. Kenyataannya, banyak penulis atau bukan penulis profesional, yang sangat rajin menulis walau sangat sibuk. 

Tulisannya dengan rutin muncul dan sebagian besar bagus pula! Orang-orang seperti ini yang membuat saya iri setengah mati. Bagaimana mungkin orang-orang sibuk ini bisa menulis dengan rutin dan bagus, sementara saya yang cenderung berleha-leha begini tak bisa menghasilkan tulisan dengan rutin? Mengajukan pertanyaan introspektif semacam ini saja bisa memunculkan kegalauan tingkat dewa. Namun mau tak mau kita mesti bertanya bila ingin mencari apa yang salah dengan diri kita sehingga menulis bukan lagi menjadi aktivitas rutin.

Jadi, benar-benar sibuk atau sok sibuk sebenarnya sama saja. Tak menulis. Tidak ada tulisan yang dihasilkan walaupun tulisan pendek. Titik, tanpa koma.

Dan karena itulah, saat ini dan mungkin di waktu yang lain kita pasti akan berusaha bangkit lagi dari kemalasan menulis. Ketika kita bangkit, lagi dan lagi, dalam menulis, berarti kita memulai dengan paragraf. Paragraf awal selalu bisa dicoba lagi. Paragraf adalah awalan sebuah tulisan. Seberapa bagus atau tidaknya sebuah tulisan. Seberapa panjang atau pendeknya sebuah tulisan, kita akan memulainya dari satu paragraf. Paragraf awal.

Karena itulah, para penulis, tua dan muda, penulis baru dan penulis kugiran, yang masih rutin menulis ataupun tidak rutin seperti saya, mari memulai lagi (dan lagi) menulis satu paragraf. Siapa tahu paragraf kali ini bisa menghasilkan tulisan yang bagus, mana tahu bisa menghasilkan tulisan bermakna.

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...