Senin, 23 April 2012

VA – Benyamin on Jazz: Tribute to the Legend (2012)


#Belajar Ekonomi Politik Media – Kasus 5#

Apa yang kita bayangkan ketika kita memikirkan sosok Benyamin S.? paling tidak ada tiga sosok yang dia bawa, penyanyi serba bisa dan jenaka, komedian, dan juga aktor yang handal.

Kemampuannya sebagai komedian era 1980-an tidak disangsikan lagi. Dia membintangi banyak film komedi yang banyak ditonton pada jaman itu, antara lain dalam film Samson Betawi. Sosoknya sebagai aktor yang bagus muncul dalam serial Si Doel Anak Sekolahan sebagai babe si Doel yang tegas menjaga nilai kebetawian sekaligus ayah yang sangat mencintai anaknya yang menjadi tukang insinyur itu. Sosok yang diperankan oleh Benyamin S. selalu berada dalam konteks budaya Betawi, sebagai orang Betawi yang oke. Sosok orang Betawi yang tentunya jauh lebih bagus daripada penggambaran Bang Maman dari Kalipasir yang menghebohkan itu karena mengenalkan istilah istri simpanan pada anak-anak Sekolah Dasar.

Sosoknya yang terakhir, yang penting untuk pendedahan tulisan ini adalah sosok Benyamin sebagai penyanyi. Sosok Benyamin sebagai penyanyi juga tak bisa dipisahkan dari dirinya yang juga komedian. Hampir semua lagu yang dinyanyikan bernuansa lucu-lucuan dan mengangkat hal-hal biasa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya Kompor Meleduk, Gerimis Aje dan Sang Perkutut. Siapa yang bisa mencerna dengan cepat apa yang disampaikan dalam Kompor Meleduk? Lagu tentang kompor yang “meledak”, tentu saja pada era sebelum konversi ke gas, sekaligus tentang kebanjiran. Namun kita sebagai pendengar tidak terlalu mempermasalahkannya. Kita hanya mendengar bila lagunya lumayan enak, liriknya lucu, dan menghibur.

Hal esensial dari apa yang dibawakan oleh Benyamin dalam lagu-lagunya adalah hasrat yang kuat untuk menghibur dan bersuka-ria dengan improvisasi yang bebas seperti halnya jazz. Itulah sebabnya, lagu-lagu Benyamin sesuai ketika dibawakan dalam musik jazz. Apalagi di dalam sejarahnya Benyamin Suaeb pernah bersentuhan dengan musik jazz pada era 1950-an, seperti yang disampaikan dalam catatan di album ini.


Selain itu kita juga bisa mengamati lahirnya album ini dari sudut pandang ekonomi politik media, terutama dalam aktivitas strukturasi. Seperti kita pahami bersama, di dalam produksi kemediaan paling tidak ada dua aspek yang penting, yaitu pelaku dan teks karya. Teks karya di sini adalah lagu-lagu Benyamin yang berusaha ditafsir ulang oleh para penyanyi jazz berbeda sekian generasi. Para musisi tersebut mesti menerjemahkan dengan baik sebelum teks karya berkembang menjadi teks media yang umum yang akan diakses oleh audiens atau pendengar. Tegangan inilah yang menjadikan relasi antara agen dan struktur yang berdualitas menarik untuk dikaji.


Elemen yang lain adalah pelaku yang memproduksi teks. Para pelaku ini bagaimanapun juga merupakan produk “struktur” sosial yang ada di masyarakat. Kebanyakan dari mereka adalah bagian dari kelas sosial menengah sementara teks lagu yang dibawakan oleh Benyamin dahulu itu berada dalam ranah kelas sosial menengah ke bawah. Lagipula, kondisi pada waktu sosiokultural pada itu tentu berbeda dengan keadaan sekarang. Tegangan antara pemaknaan kelas dahulu dan kini tersebut menjadi problem yang penting dalam ekonomi politik media di mana selalu ada pertanyaan apa filsafat moral yang dibawa oleh album ini?


Konsep strukturasi yang mendapatkan inspirasi dari pemikiran Anthony Giddens ini menghubungkan kemediaan “struktur” sosial, yaitu kelas sosial, ras, gender, dan gerakan sosial. Gerakan sosial melahirkan hegemoni, yaitu “kebenaran-kebenaran” yang dipercaya dalam produksi, distribusi, eksebisi, dan konsumsi teks media.


Relasi antara fenomena kemediaan dan struktur sosial inilah yang layak dikaji dari tiap teks media. Jelas relasi ataupun tegangan itu muncul melalui album ini dan akhirnya menghasilkan beberapa hal positif. Pertama, teks lagu yang dinyanyikan berbeda dengan penyanyi aslinya dalam pengertian positif. Kedua, lagu-lagu dan sosok Benyamin S. sendiri mulai dikenal kembali oleh banyak pendengar musik. Terakhir, kita semakin memahami bahwa untuk mendapatkan esensi dari kekaryaan seseorang diperlukan upaya yang sungguh-sungguh. Para musisi baru di album ini sudah menunjukkannya. Mereka berhasil menyerap semangat dari Benyamin S. dalam bermusik: bersuka-ria dalam bermusik dan melintasi banyak peran dari kesenimanan.


Semua lagu Benyamin S. di album ini dinyanyikan dengan enak, dalam nuansa jazz, dan tidak kehilangan “jiwa” melucunya, misalnya dalam lagu Nonton Bioskop, obrolan tentang “pisang” diterjemahkan dengan sangat baik oleh Subway Heat walau agak terlalu panjang improvisasinya. Lagu Di Sini Aje/Timbel juga menarik walau tanpa vokal tetapi menarik untuk didengarkan walau tanpa suara Ida Royani, mitra duetnya yang legendaris itu. Begitu juga lagu-lagu yang lain yang secara umum bagus tafsirnya. Tiap lagu dibawakan dalam kebaruan a la jazz dan terdengar tetap menarik. Pertanyaannya, selain Benyamin S. siapa lagi penyanyi yang akan dibuatkan album tribute? Dan yang juga penting, apa peran negara memfasilitasi kehadiran seniman dan juga mendokumentasikan karya-karyanya? Melahirkan seniman lebih sulit daripada memunculkan ilmuwan karena seniman, apalagi yang serbabisa seperti Benyamin S., tidaklah dihasilkan melalui sekolah, melainkan melalui kondisi masyarakat yang saling memperhatikan dan menghargai karya-karya kultural.

Daftar lagu:
1. Soundshine feat. R2 Rhythm - Paling Enak
2. Subway Heat - Nonton Bioskop
3. Indra Aryadi & Brinets - Perkutut
4. Didiet Violin - Sang Bango
5. Indro Hardjodikoro - Nangka Lande
6. Indonesia Youth Regeneration - Janda Kembang
7. Inna Kamarie - Gerimis Aje
8. Yessi Kristianto Project - Superman
9. Krishna Balagita Trio - Badminton
10. Kriskruise feat. Indra Dauna - Keluarga Gila
11. Ridle! - Kompor Meleduk
12. Kosakata - Di Sini Aje/Timbel

Kamis, 19 April 2012

OST - The Hunger Games (2012)

#Belajar Ekonomi Politik Media - Kasus 4#



Beberapa hari terakhir ini film The Hunger Games ramai dibicarakan. Selain menjadi film box office, film ini dinilai bagus oleh para peresensi film. Saya belum menonton filmnya namun saya sudah membaca novel The Hunger Games serta dua novel susulannya Catching Fire dan Mockingjay. Menurut saya novel trilogi tersebut termasuk karya yang bagus, terutama novel pertamanya, The Hunger Games. Walau begitu, saya kira menerjemahkannya ke dalam film bukanlah perkara yang mudah karena penulis novel ini, Suzanne Collins, menyampaikan kisahnya dengan banyak flashback agar informasi mengenai setting cerita terbangun dengan baik. Tanpa alur mundur-maju tersebut pasti sulit mendeskripsikan kondisi Panem yang porak-poranda karena perang antara ibukotanya, Capitol dengan tiga belas distrik yang ada. Juga akan sulit menjabarkan Capitol yang otoriter dalam menjalankan kekuasaan. Wujud langsung dari kekuasaan yang otoriter tersebut adalah permainan hidup-mati yang diikuti dua anak, lelaki dan perempuan, dari dua belas distrik. Distrik ke-13, distrik terakhir, kabarnya dibumihanguskan oleh Capitol dalam era Kegelapan, ketika mereka berperang habis-habisan. The Hunger Games adalah pengingat utama bagi seluruh masyarakat Panem betapa Capitol begitu berkuasa.


Namun saya tidak akan membicarakan filmnya, bukan pula novelnya. Pesan media yang ingin saya takar adalah Original Soundtrack-nya. Walau begitu, sebenarnya cara terbaik untuk menakar pesan media The Hunger Games adalah mendedah seluruh bentuk pesan atau teks media yang muncul, yaitu novel, film, OST, dan juga game-nya, bila ada, karena narasi yang mengalir ke dalam banyak pesan media adalah bukti sahih dari tindakan komunikatif suatu pihak, dalam hal ini produsen pesan. Kali ini saya mencoba menakar satu jenis pesan tersendiri, yaitu OST, sesuai dengan ketertarikan saya pada media musik rekaman atau musik populer.


Awalnya saya tidak tahu sama sekali dengan album ini. Namun suatu hari saya melihatnya di toko CD secara tak sengaja ketika mencari album-album musik Indonesia. Ketika saya lihat daftar lagunya dan salah satu band bagus, Arcade Fire, menyumbangkan lagu, tanpa berpikir panjang saya membelinya. Sayangnya, lagu Arcade Fire di album OST ini, Abraham's Daughter, tidak sebagus harapannya saya seperti lagu-lagu yang ada di tiga album mereka. Lagu ini muncul di teks film sebagai lagu nasional Panem yang diputar setiap acara The Hunger Games disiarkan untuk seluruh penduduk Panem, termasuk Distrik 12 tempat Katniss Everdeen sang tokoh utama tinggal. Karena itulah judul lengkap album ini adalah The Hunger Games: Songs from District 12 and Beyond. Album OST ini juga "murah hati" dengan memberikan enam belas lagu dalam masa putar hampir satu jam.


Lagu-lagu lain yang menarik disimak adalah lagu di mana Taylor Swift hadir, yaitu Safe & Sound, yang dinyanyikan bersama Civil Wars, dan Eyes Open. Melalui kehadiran Taylor Swift sebagai kontributor di album ini kita bisa mengimplementasikan satu konsep ekonomi politik, strukturasi. Strukturasi adalah merelasikan tindakan bermedia dengan "struktur" sosial yang ada. Vincent Mosco, penulis yang merilis konsep strukturasi untuk media di dalam bukunya The Political Economy of Communication, menjelaskan bahwa yang termasuk struktur sosial adalah kelas, gender, ras, gerakan sosial, dan hegemoni yang terimplementasi dalam praktek bermedia. Kita segera melihat di sini gender dan ras adalah dua elemen utama yang diangkat dalam tindakan strukturasi. Inilah film untuk remaja di mana tokoh utamanya seorang perempuan dan cenderung sendirian, tidak seperti Harry Potter dan Eragon misalnya. Isu ras juga menjadi perdebatan menarik seiring semakin terkenalnya film The Hunger Games. Thresh dan Rue, dua orang peserta Hunger Games yang berkulit hitam, padahal di dalam novelnya tidak dijelaskan secara spesifik ras mereka.


Apa yang dibayangkan produsen OST ini tentang audiens mereka? apakah sama seperti pembuat filmnya yang menjadikan film untuk remaja ini cenderung sadis seperti yang terdapat di novel. Bagaimana mereka menerjemahkan ide di dalam film untuk memilih dan mempublikasi untaian lagu di album ini? adalah dua dari banyak pertanyaan yang menarik untuk dianalisis, terutama bagi pembelajar ilmu komunikasi yang sedang meneliti. Mungkin memang diperlukan waktu dan upaya untuk menjelaskannya. Namun, menurut saya album OST ini mampu menerjemahkan narasi dengan mengambil esensi fiksinya (terutama melalui novelnya): Hunger Games yang kejam, dunia politik yang otoriter dari sudut pandang seorang gadis, kebingungan dan keputusasaan tokoh utama, dan tak lupa relasi cinta dan benci dengan tokoh-tokoh pendukung pria.


Daftar lagu:
1. Arcade Fire - Abraham's Daughter
2. The Secret Sisters - Tommorow will be Kinder
3. Neko Case - 03 - Nothing to Remember
4. Taylor Swift feat. the Civil Wars - Safe & Sound
5. Kid Cudi - The Ruler and the Killer
6. Punch Brothers - Dark Eyes
7. The Decemberists - One Engine
8. The Carolina Chocolate Drops - Daughter's Lament
9. The Civil Wars - Kingdom Come
10. Glen Hansard - Take the Heartland
11. Maroon 5 feat Rozzi Crane - Come Away to the Water
12. Miranda Lambert feat Pistol Annies - Run Daddy Run
13. Jayme Dee - Rules
14. Taylor Swift - Eyes Open
15. The Low Anthem - Lover is Childlike
16. Birdy - Just A Game

Selasa, 17 April 2012

VA - Bebi Romeo Mega Hits (2012)



*Belajar Ekonomi Politik Media - Kasus 3*

Ekonomi politik media dalam pengertiannya yang paling luas adalah kajian cara institusi media mengontrol sumberdaya dan bertahan hidup dan menjalankan aktivitas komunikatifnya. Melalui definisi ini bisa kita lihat cara industri musik populer di Indonesia bertahan hidup di tengah kondisi yang terus menekan. Kondisi yang paling menekan itu adalah diabaikannya penegakan hak cipta dan hak intelektual dengan maraknya pembajakan di mana-mana di seluruh pelosok Indonesia. Mungkin hanya di Indonesia yang pemerintahnya mencanangkan ekonomi kreatif tetapi membiarkan album-album musik bajakan, juga film, game, dan program komputer, dijual di mana-mana, bahkan di mal-mal besar dan pameran pembangunan yang diselenggarakan pemerintah sendiri.

Insan musik populer di Indonesia sesaat menemukan cara yang dianggap sebagai jalan keluar untuk keluar dari kondisi yang karut marut, yaitu dengan penjualan RBT melalui industri telekomunikasi. Sayangnya, cara inipun kemudian terpaksa ditinggalkan karena maraknya pencurian pulsa melalui layanan premium seluler. Penjualan RBT kemudian bukan lagi dilihat sebagai cara untuk terus "bertahan hidup" walau sejak awal penjualan RBT sendiri telah menimbulkan polemik. Akhirnya cara lain yang ditempuh, pendapatan pelaku musi populer melalui performance terus digeber dan satu cara lain "ditemukan", bekerja sama dengan distributor yang bukan berasal dari industri musik rekaman. Dua jalur distribusi yang kini dikenal adalah melalui gerai makanan cepat saji dan jaringan minimarket.

Dua jalur distribusi inilah yang persis digunakan oleh Bebi Romeo dan timnya. Dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, muncul dua album yang berjudul Bebi Romeo Mega Hits yang didistribusikan oleh Alfamart dan Bebi Romeo mengggunakan jalur distribusi KFC (Kentucky Fried Chicken). Sebelumnya album tribute KLa Project bisa dinyatakan berhasil ketika menggunakan jalur distribusi Indomaret, juga dengan beberapa penyanyi yang menggunakan jalur KFC, semisal Agnes Monica dan Opick, sehingga lahirlah apa yang dikenal sebagai "penyanyi ayam goreng".

Dari sudut pandang ekonomi politik media, hal ini sah-sah saja asalkan kepentingan publik atau masyarakat tetap didahulukan dan pemerintah tidak abai terhadap kondisi kemediaan yang ada. Kenyataannya, industri musik populer masih tetap tidak ditopang oleh regulasi dan implementasinya yang masih jauh dari kata memadai. Pada titik ini bisa dikatakan aktivitas ekonomi politik ketiga, strukturasi, termanifestasi dengan baik. "Agen-agen" di dalam industri musik rekaman mendapatkan strategi untuk mengelola sumberdaya dengan lebih baik sekaligus bisa bertahan untuk hidup lebih lama. "Struktur" produksi, distribusi, dan konsumsi yang baru sudah muncul dan dimanfaatkan dengan lebih baik. Tinggal filsafat moral  dari aktivitas di bidang musik populer yang mestinya semakin diwujudkan. Karena cara baru sudah ditemukan dan penjualan album secara nyata dan potensil meningkat lagi, para pelakunya kemudian menggunakan formula yang relatif sama, menyanyikan lagu-lagu lama yang sudah dikenal masyarakat pendengar sekaligus menghemat biaya produksi. Bila cara semacam ini terus berlangsung, kemungkinan besar musik Indonesia tidak menjadi lebih baik atau malah mundur kembali ke belakang: produk musik rekaman semata-mata hanya komoditas yang tidak berkualitas.

Daftar Lagu album VA - Bebi Romeo Mega Hits (2012)
1. Krisdayanti - Pernah Denganmu
2. Faby feat. Alfred Wa - Belum Waktunya
3. Yasmine Wildblood - Patah Hati
4. 7 Icons - Cinta Cuma Satu
5. Hercules - Lelaki Untukmu
6. Marshanda - Beri Aku Cinta
7. Afgan - Bunga Terakhir
8. Fantastica - Sendiri
9. Indah Dewi Pertiwi - Jangan Sedih
10. Andi Rianto Magenta Orchestra - Bunga Terakhir (Orchestra)



Daftar lagu album VA - Bebi Romeo (2011)
1. Ahmad Dhani - Sadis
2. The Virgin - Selamat Jalan Kekasih
3. Antik - Cinta Sejati
4. Mulan Jameela - Mencintaimu
5. Smash - Cinta Kau dan Dia
6. Elven - Selama Kau Mau
7. Juliette - Perbedaan
8. Hercules - Lelaki Untukmu
9. Donita - Hambar
10. Adha Rezza feat. Ahmad Dhani - Selingkuh Lagi
11. Marshanda - Taubat

Dea Mirella - My Melody (2011)


*Belajar Ekonomi Politik Media - Kasus 2*

Aktivitas spasialisasi dari ekonomi politik media atau tindakan komunikatif untuk mengatasi ruang dan waktu sangat terlihat di album ini. Semua lagu di album ini adalah lagu yang pernah populer sebelumnya. Dengan demikian, secara eksplisit tujuan konsumen pesan media yang menjadi komoditas ini adalah para pendengar yang mengenal dan suka dengan lagu-lagu tersebut. Kenangan adalah komoditas yang memiliki nilai tukar tinggi bagi penggemar musik rekaman di Indonesia. Karena itulah, album kompilasi lagu-lagu, berbahasa Indonesia dan Inggris, tak pernah berhenti diproduksi dan selalu habis pula di pasaran. Apalagi biaya produksi untuk album berisi lagu-lagu lama kemungkinan besar tidak semahal album yang berisi lagu-lagu lama sebab produser album tidak lagi mesti mencari pencipta lagu yang handal dan mampu menghasilkan hit. Produser hanya perlu mencari lagu-lagu lama, membayar royalti, dan album siap diproduksi. Pada titik inilah, pemerintah sebagai regulator memegang peranan penting. Pertanyaannya, apakah pemerintah menjalankan regulasi dengan baik, regulasi yang melindungi masyarakat pendengar dan juga insan musik sendiri?

Karakter keempat dari ekonomi politik media, filsafat moral, yang nama lainnya adalah kepentingan publik belum sepenuhnya diterapkan dengan baik dalam konteks musik populer Indonesia. Dokumentasi album-album lama demi kepentingan pembelajaran masyarakat, penegakan hak cipta dan intelektual, dan dana pensiun bagi seniman musik, belum sepenuhnya terwujud dengan baik.

Album ini menyenangkan untuk didengarkan, terutama bagi pendengar yang memandang lagu sebagai wahana pemberkas kenangan yang paling baik dibandingkan dengan pesan media yang lain. Lagu-lagu yang merupakan lagu kelas satu, semisal Merpati Putih dan Satu Jam Saja, tetap saja enak didengarkan ketika dinyanyikan Dea Mirella. Lagu-lagu bukan kelas satu pun tetap enak, seperti Seberkas Sinar yang dipopulerkan oleh Nike Ardilla, dan Nostalgia SMA, yang dipopulerkan oleh Paramitha Rusady.

Daftar lagu:
1. Seberkas Sinar
2. Biarlah Sendiri
3. Rela
4. Merpati Putih
5. Kembali
6. Satu Jam Saja
7. Aku yang Mengalah
8. Januari yang Biru
9. Tirai
10. Nostalgia SMA

Judika - Setengah Mati Merindu (2011)


*Belajar Ekonomi Politik Media - Kasus 1*


Pesan musik populer adalah sebentuk produk media yang paling "cair". Suatu lagu yang termaktub di dalam suatu album, dapat dimasukkan ke dalam satuan pesan musik populer yang lain. Juga dapat dinyanyikan dan diinterpretasi kembali. Inilah yang bisa kita lihat di album Judika ini. Salah satu penarik utama dari album ini menurut saya adalah hadirnya lagu Satu Kata yang dulu dinyanyikan oleh Adegan. Bila saja album Adegan yang memuat lagu Satu Kata yang asli masih diproduksi dan dijual kemungkinan saya akan membelinya, sebab, sekalipun lagu ini dinyanyikan dengan apik oleh Judika, tetap saja tidak seciamik ketiga dinyanyikan oleh Hari Moekti, vokalis Adegan, yang suaranya melengking indah itu.


Dinyanyikannya lagu lama sebagai materi di dalam album ini adalah bentuk spasialisasi di mana melalui pesan media, waktu coba ditaklukkan. Tidak sedikit sebenarnya, pendengar musik populer berusaha mencari lagu-lagu yang didengarkannya pada masa lalu sekadar ingin mengulang masa lalu. Pada titik ini kenangan menjadi memiliki nilai tukarnya sendiri sebagai pesan media. Bentuk ini juga menunjukkan aktivitas ekonomi politik yang lain, yaitu komodifikasi.


Bukan berarti lagu-lagu lain tak bagus. Ada beberapa lagu bagus di album ini, antara lain Setengah Mati Merindu dan Aku yang Tersakiti, yang kini menghiasi airtime radio dan televisi. Kedua lagu ini bahkan terlalu sering diputar sehingga jadi agak membosankan. Lagu-lagu lain tidaklah sebagus Setengah Mati Merindu, Aku yang Tersakiti dan Satu Kata, namun karena kualitas suara Judika yang bagus, lagu-lagu tersebut terangkat. Walau begitu, album ini termasuk album yang cepat dilupakan, bukan album yang berisi lagu-lagu yang lama dikenang dan mungkin tak lekang oleh waktu karena tidak adanya soliditas ide yang terlihat jelas dan ditata dengan baik sebagai rangkaian pesan.


Daftar lagu:
1. Aku Cinta Indonesia
2. Setengah Mati Merindu
3. Andai
4. Bukan Dia Tapi Aku
5. Aku yang Tersakiti
6. Darah Tinggi
7. Ku Tak Mampu
8. Satu Kata
9. Aku Tak Begitu
10. Ye...Ye...Ye...

Belajar Ekonomi Politik Media

Di dalam mempelajari sesuatu secara langsung ataupun tidak, diakui ataupun tidak, kita akan menerapkan epistemologi. Secara sederhana epistemologi didefinisikan sebagai cara untuk mengetahui sesuatu atau mendapatkan pengetahuan. Untuk menerapkan epistemologi kita juga mengimplementasikan tiga hal, yaitu apa yang ingin diketahui, cara memandang suatu hal untuk kita ketahui tersebut, dan terakhir, posisi yang kita ambil berkaitan dengan obyek pengetahuan tersebut.

Belakangan ini saya agak mandek menulis, mungkin karena banyaknya yang dipikirkan sehingga malah tidak ada yang keluar sama sekali untuk dituliskan. Kemungkinan yang lain adalah niat atau tekad yang kurang kuat dari dalam diri sendiri untuk menulis. Saya kira keduanya berperan sama kuatnya. Namun ada satu hal yang menyelamatkan saya untuk menumbuhkan kembali hasrat untuk menulis. Sesuatu itu adalah konsep ekonomi politik media, terutama yang bersumber dari buku "The Political Economy of Communication" karya Vincent Mosco. Buku ini menurut saya adalah salah satu buku terbaik di bidang ilmu saya. Bukunya tidak terlalu tebal namun menjabarkan konsep yang mendalam dan penuh "petualangan" pikiran yang menarik.

Dalam waktu yang cukup lama saya memaknai dan coba menganalisis teks media dan kegiatan tersebut sungguh mengasyikkan. Namun kemudian saya berpikir, setelah memaknai terus apa? saya kira salah satu jawabannya adalah mencari kepentingan dan kuasa yang bermain di balik teks tersebut. Karena itulah, ekonomi politik media menarik untuk dipelajari dan didalami karena pada akhirnya antusiasme saya untuk mengamati realitas bermedia muncul kembali. Menurut Mosco, ekonomi politik komunikasi atau media memiliki dua definisi, yaitu definisi sempit dan definisi luas.

Dalam definisinya yang sempit, ekonomi politik komunikasi adalah suatu kajian relasi sosial, terutama relasi kekuasaan, yang secara seimbang berkontribusi dalam produksi, distribusi, dan konsumsi dari sumber daya, termasuk sumber daya komunikasi. Sementara dalam definisinya yang luas, ekonomi politik diartikan sebagai kajian untuk mengontrol dan bertahan kehidupan sosial. Dengan demikian, beragam fenomena kemediaan atau komunikasi yang ada di antara definisi luas dan sempit bisa dikaji melalui "pisau analisis" ekonomi politik.

Kajian ekonomi politik muncul didasari oleh empat jenis epistemologi, yaitu realis, inklusif, konstitutif, dan kritis. Realis berarti ekonomi politik mengenal dua jenis realitas, yaitu realitas sebagai konsep dan sebagai praktek sosial. Epistemologi realis mesti dibedakan dari pendekatan idiografis bahwa realitas hanya ada realitas ide, juga berbeda dengan pendekatan nomotetik yang mengklaim bahwa ide hanyalah label bagi realitas tindakan manusia.
Ekonomi politik memiliki epistemologi yang inklusif yang berarti ekonomi politik menolak esensialisme, yang akan mereduksi banyak praktek sosial dalam suatu eksplanasi tunggal. Tambahannya, ekonomi politik memiliki epistemologi yang konstitutif, yaitu ekonomi politik mengenal batas-batas sebab-akibat dan berusaha menjelaskan relasi sebab-akibat yang kompleks tersebut pada tiap tahapannya. Terakhir, ekonomi politik melihat pengetahuan sebagai sebuah produk aktivitas yang lekat pada nilai-nilai sosial.   
Sampai di sini kemungkinan besar definisi tersebut tidak dapat diaplikasikan dengan baik sebelum kita membicarakan "pintu masuk" untuk memahami ekonomi politik.

Menurut Mosco, terdapat tiga aktivitas utama untuk memahami ekonomi politik. Ketiga aktivitas tersebut adalah komodifikasi, spasialisasi, dan strukturasi. Komodifikasi adalah tindakan mengubah nilai fungsi menjadi nilai guna, terutama berkaitan dengan pesan atau produk media. Sementara itu spasialisasi adalah aktivitas komunikasi untuk menaklukkan ruang (dan juga waktu). Dengan demikian, isu teknologi informasi dan komunikasi, serta globalisasi dan konglomerasi, sangat dekat dengan spasialisasi. Sementara itu, strukturasi adalah aktivitas komunikasi atau media yang dikaitkan dengan struktur sosial. Isu "struktur" dan "agen" yang membentuk pemahaman dan kepercayaan pada aktivitas bermedia adalah bagian utama dari aktivitas ekonomi politik terakhir ini.

Agar kajian ekonomi politik media ini tidak semata-mata menjadi konsep yang berada di "kejauhan" saya akan berusaha menerapkannya dalam menganalisis teks musik populer yang memang merupakan bentuk pesan media yang paling membuat saya antusias. Bukan berarti pesan atau produk media yang lain tidak menarik bagi saya, fokus ini semata-mata berkaitan dengan kesukaan saya. Lagipula di era sekarang ini, seringkali beragam pesan media saling berkaitan erat dan sulit dipilah dan dipilih.

Senin, 16 April 2012

Penghabisan Diskursif

(1)
Setelah pelajaran utama: membaca, lalu apa?
Selain menceritakan dan memberitakan hidup dalam kata-kata kita sendiri
Teks bisa jadi tertutup dan dipaksakan, namun hati dan pikiran kita selalu terbuka

(2)
Spasialisasi antara teks dan konteks serta sebaliknya, sangat mungkin jadi tulus
Atas nama pagi
Atas nama tekad dan tindakan kita sendiri
Atas nama kata-kata yang menggedor dan membangunkan sukma...
baca dan menulislah!

(3)
Strukturasi coba melampaui ruang dan waktu
Bagaimanapun makna hadir independen dan kita tetap sendirian pada akhirnya
Bagaimanapun teks selalu hadir tanpa menunggu dicerna
dan kita selalu saja berkasih dan berkisah pada dunia
Bagaimanapun kita adalah penerjemah hidup kita sendiri

Kamis, 05 April 2012

Lolong Diskursif

dihampai dan dicerahkan oleh teks
tanpa bisa bertahan lagi

tiap-tiap keluhan menemui bencananya
tiap-tiap pujian dicuri dari hati pengucapnya

menjadi manusia yang utuh penuh
seperti ingin mengakses informasi sehabis-habisnya

siapa yang melakukan bunuh diri kelas, kemudian mengabaikannya?

Senin, 02 April 2012

Tatap Diskursif

demi hari-hari yang berlalu dan tak meruang di hati
demi teks yang tak pernah selesai dimaknai

siapa yang menunggu dan kemudian diabaikan?
mengapa satu pandang saja begitu membuat duka?

demi semua detik yang pernah terjadi
demi kesadaran atas konteks yang tak pernah dilibatkan

siapa yang menang dan kalah tak lagi penting
siapa yang menang kecuali kesadaran tak terpemanai?

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...