Senin, 28 April 2014

Beck - Morning Phase (2014)

Beck - Morning Phase (2014)

Sepintas album ini kongruen dengan album legendaris Beck yang dirilis tahun 2002, Sea Change, namun bila dicermati lebih mendalam, album ini memiliki visi yang berkebalikan dengan album 2002 itu walau musik yang disampaikan mirip. Pagi memiliki makna untuk memulai semuanya kembali di album ini, dalam pengertian yang positif dan konstruktif. Pemaknaan semacam ini teramati pada lagu "Morning" dan "Walking Light".

Bukan berarti lagu-lagu di album ini membicarakan hal yang positif melulu karena memang hampir tak mungkin di dalam menjalani hidup semuanya hal yang menyenangkan atau diinginkan semua. Ada paling tidak dua lagu yang berkisah tentang hal tak mengenakkan, yaitu "Say Goodbye" dan "Unforgiven", walau begitu fokus lebih besar adalah pemaknaan penyampai teks bahwa yang penting kita berdamai dengan semua hal negatif tersebut, biarkan selamat tinggal disampaikan dan dalam hidup tak ada yang tak termaafkan. Lagu "Blackbird Chain" juga bicara hal yang mirip namun disampaikan dengan sedikit berbeda. Lagu ini berkisah tentang orang yang pernah menyakiti kita, namun tak apa, toh hidup terus berjalan dan penjelasan bisa diberikan lain waktu.

Album kelimabelas Beck ini termasuk dalam deretan karya terbaik yang dirilisnya walau pendengar yang berharap ada lagu cepat dan membuat bergoyang semacam "Loser" atau "Girl" kemungkinan besar akan kecewa. Lagu yang berirama paling "cepat" di album ini adalah "Blue Moon" yang menjadi single pertama. Irama yang agak cepat menunjukkan bahwa produsen teks tak sepenuhnya bersendu-sendu dan lagu ini juga bicara tentang pemakluman kesendirian dalam nuansa positif. Album bagus ini terasa personal sekaligus juga universal, bahwa manusia pasti tersakiti dan sangat mungkin menyembuhkan luka batinnya sendiri.

Daftar lagu:
1. Cycle
2. Morning
3. Hearts is A Drum
4. Say Goodbye
5. Blue Moon
6. Unforgiven
7. Wave
8. Don't Let It Go
9. Blackbird Chain
10. Phase
11. Turn Away
12. Country Down
13. Walking Light

Extreme - Pornograffitti (1990)

Extreme - Pornograffitti (1990)
Mendengarkan suatu album musik rekaman, atau apapun konten media, kita akan mendapatkan informasi dan cara menelaah imajinasi. Hal yang sama ketika kita mengakses teks album ini. Kita akan mendapatkan bahwa album ini sangat dekat dengan konteks waktu di mana album ini diproduksi dan dirilis, dekade 1990-an. Dekade ketika posmodernisme baru awal muncul dan dirasakan. Dekade di mana ambiguitas terjadi dan meraja. Narasi-narasi besar masih muncul, semisal perdamaian dunia, namun narasi kecil terus bermunculan, misalnya saja identitas seksual. Amboguitas tersebut muncul pada lagu "Lil' Jack Horny" dan "When I'm President" di mana harapan warga ironisnya diserahkan pada orang yang hanya mementingkan jabatan dan posisi.

Lagu paling terkenal dari album ini, yang menjadikan Extreme legendaris, justru adalah lagu yang menurut saya tak sesuai dengan topik umum album walau lagu ini tak dapat dipungkiri lagu yang sangat bagus, lagu kelas satu, "More Than Words". Karena lagu inilah, pengakses atau pemakna musik rekaman bisa terkecoh menyangka album ini album bertopik cinta. Lagu ini senafas dengan "When I First Kissed You" walau disampaikan dengan genre musik yang benar-benar berbeda. Siapa yang menyangka band rock bisa memainkan jazz dengan bagus.

Kegamangan perasaan pada dekade 1990-an terasa dengan jelas di lagu "Song for Love" di mana produsen teks masih berharap ada upaya bersama menularkan cinta. Gejala ini adalah perpanjangan dari dekade 1980-an di mana umat manusia masih merasa bahwa gerakan global bersama bisa menyelamatkan dunia, katakanlah mirip dengan lagu "We are the World". Kini kita bisa melihat bahwa manusia kehilangan semangat atas apapun yang berbau gerakan global karena seringnya yang disebut gerakan global tersebut didefinisikan oleh negara dan bangsa adikuasa. Walau begitu, lagu "Song for Love" adalah lagu yang sangat bagus juga dan menjadi favorit saya di album ini.

Daftar lagu:
1. Decadence Dance
2. Lil' Jack Horny
3. When I'm President
4. Get the Funk Out
5. More Than Words
6. Money (In God We Trust)
7. It ('s A Monster)
8. Pornograffitti
9. When I First Kissed You
10. Suzi (Wants Her All Day What?)
11. He-Man Woman Hater
12. Song for Love
13. Hole Hearted

Alphaville - First Harvest 1985 - 1992 (1992)

Alphaville - First Harvest 1984-1992 (1992)
Album musik adalah pesan media yang paling baik dalam mengemas kenangan. Setiap lagu memiliki jejak yang jelas pada kenangan, begitu juga satuannya yang lebih besar, album. Gara-gara mendengarkan beberapa album lama, terutama album-album dekade 1980-an, ragam kenangan muncul dengan cepat seperti rangkaian foto. Album ini adalah salah satunya.

Teknologi media pada suatu waktu mempengaruhi cara kita mengakses dan memaknainya. Album ini saya akses pertama-kali dalam format kaset kompilasi sehingga untuk album-album lama saya lebih memaknainya per lagu, bukan satu album utuh. Kaset memaksa kita mendengarkan untaian lagu secara linear, berurutan dan satu per satu. Barulah dalam format cakram atau digital kita mendengarkan lagu dengan lebih bebas, tak harus berurutan sesuai daftar. Namun format kaset memiliki kelebihan pula, kita yang mendengarkan kaset "dipaksa" memaknai lebih mendalam dan lebih sesuai dengan maksud dari produsen konten. Urutan lagu dalam sebuah album adalah cara bagi produsen konten untuk menyampaikan pikiran dan inspirasinya.

Konten musik rekaman yang sifatnya imajinatif berfungsi memperkaya rasa dan memberikan kita cara tambahan untuk memaknai informasi, tidak seperti konten yang sifatnya faktual, yang berfungsi utama untuk mengenali dan merekonstruksi realitas. Mendengarkan album lama semacam ini menjadikan saya terkenang-kenang masa kecil dan mendapatkan cara baru untuk mencerna masa lalu. Tiap kali dengan cara yang sedikit berbeda. Mendengarkan "Forever Young", "Big in Japan", dan "Dance with Me", menjadikan berbagai kejadian pada masa lalu seperti ada di depan mata.

Saya tak mencermati keseluruhan konten yang diproduksi oleh Alphaville, mungkin karena terbawa pada cara akses masa lalu, yaitu akses dan memaknai "eceran" pada tiap lagu, bukan satu album utuh. Semua lagu di album "the best" ini terasa enak didengar dan dimaknai: belajar bahwa kenangan yang sepintas biasa ternyata bisa memiliki arti baru ketika dimaknai dengan cara berbeda.

Daftar lagu:
1. Big in Japan (Single Edit)
2. Sounds Like A Melody
3. Sensation
4. The Mysteries of Love
5. Lassie Come Home
6. Jerusalem
7. Dance with Me
8. For A Million
9. A Victory of Love (David Morales Mix)
10. The Jet Set
11. Red Rose
12. Romeos
13. Summer Rain
14. Forever Young
15. Big in Japan (Culture Mix)

Jumat, 25 April 2014

Duran Duran - Big Thing (1988)

Duran Duran - Big Thing (1988)


Album ini adalah album terakhir Duran Duran di dekade 1980-an, dekade paling gemilang mereka, di mana Duran Duran menjadi salah satu motor bagi gerakan musik pop yang disebut new wave. Masa tersebut saya ingat sebagai masa awal mendengarkan musik asyik di mana dalam satu dekade muncul banyak band yang menghasilkan album-album bagus seperti A-Ha!, Culture Club, dan Spandau Ballet. Masa segerombolan cowok "cantik" bermain musik dan membuat lagu bagus. Masa akhir sebelum cowok-cowok "cantik" hanya berjoget tanpa memainkan musik dan lipsinc di panggung Saya sendiri tak begitu peduli dengan tampilan mereka atau siapapun pada masa itu, yang saya tunggu adalah lagu-lagu bagus. Keinginan tersebut relatif terbayar. Duran Duran pada masa 1980-an tersebut menghasilkan lima album bagus sebelum album "Big Thing" ini.

Ironisnya, album ini dianggap oleh banyak pengamat sebagai album paling mengecewakan dari Duran Duran, bukan hanya pada era 1980-an tetapi pada semua era. Menurut saya, album ini memang tidak sebagus album-album lain, terutama Seven And The Ragged Tiger (1983), the Wedding Album (1993), dan Astronaut (2006), namun album ini tidaklah jelek. Lagu semacam "I don't Want Your Love" benar-benar enak dinikmati dan menjadi teroboson baru bagi Duran Duran untuk memasuki dekade 1990-an dan sampai sekarang. "Drug" dan "the Edge of America" malah terasa megah sampai sekarang.

Album ini adalah satu dari sedikit album dari era kaset yang paling saya sayangi. Entah karena dahulu itu saya masih mendengarkan relatif sedikit album musik pop atau karena pengorbanan mendapatkan album ini lumayan besar. Membeli album ini memerlukan perjuangan karena mesti menabung beberapa lama dan membelinya pun ketika kasetnya didiskon 50%. Album ini saya beli di sebuah toko elektronik yang Malioboro yang kini mati, yang kini demikian juga dengan sembilan toko kaset lainnya di Yogya. Karena itu ketika membaca liputan tentang "Record Store Day" di harian Tempo entah mengapa secara spesifik saya langsung mengingat album ini.



Daftar lagu:

1. Big Thing

2. I Don't Want Your Love

3. All She Wants Is

4. Too Late Marlene

5. Drug (It's Just a State of Mind)

6. Do You Believe in Shame?

7. Palomino

8. Interlude One

9. Land

10. Flute Interlude

11.The Edge of America

12.  Lake Shore Driving 
13. Drug (It's Just a State of Mind) (Daniel Abraham Mix)  

Kamis, 17 April 2014

Kevin Carter


Manic Street Preachers - Everything Must Go (1996)



Seringkali sebuah lagu memberikan informasi lebih banyak dan mendalam dibandingkan informasi faktual yang kita akses, apalagi dengan pers yang hanya memberitakan selebritas, takhyul, dan konflik tak jelas seperti kebanyakan media Indonesia saat ini. Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi mengenai etika media dengan beberapa pembelajar. Kami berdiskusi mengenai tanggung jawab institusi media dan jurnalis dalam pemberitaan. Sebagai bagian dari suatu sistem masyarakat pasti seorang jurnalis menganut etika tertentu, dan sebagai bagian dari kelas menengah dan terdidik biasanya jurnalis menganut dan memahami humanisme.

Kemungkinan karena tekanan komodifikasi dari pasar media, jurnalis menyampaikan fakta yang tak sepenuhnya sesuai dengan norma sosial atau bahkan bertentangan dengan etika yang berlaku di masyarakat. Mungkin keadaan ini dianggap sebagai fenomena lumrah namun sebenarnya tidak. Jurnalis adalah juga manusia yang memiliki batasan ketika mereka terus menerus berhadapan dengan kondisi kemasyarakatan yang tak menyenangkan, seperti perang, bencana, dan konflik sosial. Jurnalis yang terus menerus bertemu dengan hal-hal tersebut akan merasa tertekan dan kemudian merasa bersalah.

Pada saat berdiskusi itulah saya teringat dengan Kevin Carter, seorang jurnalis foto yang dijadikan inspirasi lagu oleh Manic Street Preachers. Foto Carter yang terkenal dan memenangkan penghargaan Pulitzer pada bulan Maret 1993. Foto tersebut mengabadikan seorang anak perempuan yang sekarat karena kelaparan dan telah “ditunggu” oleh seekor burung bangkai. Tiga bulan setelah menerima penghargaan tersebut Carter bunuh diri. Ada yang mengatakan bahwa Carter bunuh diri karena tidak dapat menahan rasa bersalahnya karena tak menolong anak yang diabadikan di dalam foto tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa sang jurnalis tidak siap secara mental karena terus menerus meliput konflik. Bagaimanapun juga institusi media mesti menjaga jurnalisnya ketiga meliput konflik, termasuk menjaganya dengan perlindungan psikologis.

Foto Karya Kevin Carter yang memenangkan Pulitzer pada tahun 1993
 
  
Pada titik ini sebenarnya institusi media yang menugaskan jurnalisnya terus menerus tanpa memberikan perlindungan apalagi bila juga tidak memperhatikan pemberitaan secara etis, sebenarnya juga merugikan medianya sendiri tidak hanya jurnalisnya.

Di luar substansi isi lagu, lirik lagu ini ditulis oleh Richey Edwards, personel Manic Street Preachers yang dinyatakan hilang pada era yang sama dengan meninggalnya Kevin Carter. Selain lagu ini, Edwards juga menulis lagu lain yang bagus dan kelam berjudul Small Black Flowers that Grow in the Sky. Kedua lagu ini termaktub dalam album Manic Street Preachers yang dirilis tahun 1996, Everything Must Go.

Kevin Carter

Hi Time magazine hi Pulitzer Prize
Tribal scars in Technicolor
Bang bang club AK 47 hour

Kevin Carter

Hi Time magazine hi Pulitzer Prize
Vulture stalked white piped lie forever
Wasted your life in black and white

Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter

Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter

The elephant is so ugly he sleeps his head
Machetes his bed Kevin Carter kaffir lover forever
Click click click click click
Click himself under

Kevin Carter
Kevin Carter
Kevin Carter

Rabu, 02 April 2014

OST - The Hunger Games: Catching Fire (2013)

Various Artist - OST Catching Fire (2013)


Filmnya sudah agak lama dirilis, namun saya baru mencermatinya lagi ketika mendengarkan original soundtrack dari film ini. Biasanya bila saya menonton film, pertama-tama bukan filmya yang langsung menarik perhatian. Saya akan mendengarkan musik dan OST-nya. Film ini jelas memiliki OST yang bagus. OST yang bagus tak hanya mendukung dan memperkuat filmnya, melainkan menjadi entitas tersendiri. 

Lagu yang terutama terekam setelah menonton film "Catching Fire" adalah lagu "Atlas" oleh Coldplay. Saya coba mengingat-ingat informasi yang pernah terekam di benak. Apa atau siapa Atlas itu? mungkinkah dewa yang menggendong bumi yang sarat dan tua? saya belum mengecek validitas informasi tersebut. Memang sepertinya pas. Lagu ini diputar di akhir film menyertai credit title dan terekam jelas adegan-adegan di filmnya, terutama adegan saling membunuh dan berstrategi di permainannya.

Lagu lain yang langsung teringat adalah lagu yang dinyanyikan remaja yang sedang naik daun sekarang ini, Lorde. Lagunya saya sudah langsung tahu, lagu ini adalah lagu lama milik Tears for Fears, "Everybody wants to Rule the World". Saya lebih menyukai versi aslinya karena versi yang dinyanyikan Lorde ini terasa kurang efek paradoksnya karena dinyanyikan terlalu suram.

Lagu-lagu lainnya lumayan menggugah karena mengundang kita untuk mengingat-ingat filmnya sekaligus mengajak mengeksplorasi semesta teks yang lebih luas berkonteks totaliterianisme dan kehidupan yang paradoksal: berjuang dan bermain-main, mengasihi sekaligus membenci, dan keseriusan bertarung didampingi fashion yang chic.

Daftar lagu:
1. Coldplay - Atlas
2. Of Monsters and Men - Silhouettes
3. Sia (Ft. The Weeknd & Diplo) - Elastic Heart
4. The National - Lean
5. Christina Aguilera - We Remain
6. The Weeknd - Devil May Cry
7. Imagine Dragons - Who We Are
8. Lorde - Everybody Wants To Rule The World
9. The Lumineers - Gale Song
10. Ellie Goulding - Mirror
11. Patti Smith - Capital Letter
12. Santigold - Shooting Arrows at The Sky
13. Mikky Ekko - Place for Us
14. Phantogram - Lights
15. Antony and the Johnsons - Angel on Fire

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...