Senin, 02 Desember 2013

Nudia Suipi 6

Semacam teks sejenis kasih sayang
Menelusuri Mu tak jua bertemu
Usai sesal bertanya pada konteks: tiada yang berdiri sendiri dengan independen
Laju gugat berkontemplasi untuk ruang: jarak usang memilah kita

Memindai masa yang baru saja berlalu, Mu apakah suatu pilihan antara hujan sepanjang waktu atau hati kering tak tentu?
Jawabannya bisa saja pada jutaan pesan namun nir makna
Semacam benih terus mencari Mu yang tak bersemayam pada teks dalam-dalam


Jumat, 22 November 2013

Nudia Suipi 5

Siapa sang pembawa pesan bila yang ada hanya sadap dan suap?
Satu hari berlalu lagi dan hanya senja yang biasa
Penuh banalitas dan nihil substansi
Siapa sang pemakna teks hingga hidup jadi tak berjiwa?
Tak mungkin hanya salah satunya: narasi, komoditas, atau daftar keinginan
Hampir pasti semuanya, biasa saja

Senin, 14 Oktober 2013

Nine Inch Nails – Hesitation Marks (Deluxe Edition) (2013)

Nine Inch Nails - Hesitation Marks (2013)
Album terkini dari Nine Inch Nails ini adalah album terbaik yang sedang saya dengarkan belakangan ini. Sederhana saja indikatornya, saya tidak bisa melepaskan pemutar mp3 dan player CD dengan memutarkan album ini terus menerus. Hampir tanpa henti. Mungkin sudah lebih dari tiga puluh kali saya mendengarkan album ini dalam waktu semingggu. Indikator kedua adalah saya jadi tertarik kembali mendengarkan semua album mereka. Album ini mirip dengan album mereka pada tahun 1999, The Fragile. Double album yang penuh tekstur dan bikin merinding. Pada tahun 1999 itu saya tak bisa membeli albumnya karena tak memiliki uang yang cukup. Jadi saya tak bisa mengaksesnya pada kesempatan pertama dan saya baru mendengarkannya utuh penuh bertahun-tahun kemudian, yang tentu saja memberikan impresi yang berbeda bila kita mendengarkan album tak lama setelah dirilis.

Pemuka Nine Inch Nails adalah Trent Reznor, yang oleh majalah Time pada tahun 2000 dianggap sebagai pemusik paling berpengaruh di dekade 1990-an. Artikel itu juga menuliskan bila film The X-Files adalah film seri paling berpengaruh pada dekade yang sama. Sejak itu nama Trent Reznor selalu saya ikuti, namun hanya lagu Perfect Drug dan Deep yang saya ikuti intensi karena hadir sebagai pengisi OST dua film. Seluruh album Nine Inch Nails baru saya dengarkan ketika sudah memiliki dana cukup sekitar pertengahan dekade 2000-an.

Album ini masih ada pada tingkat kemarahan yang saya dengan album-album Nine Inch Nails sebelumnya, kecuali album yang  agak "manis", With Teeth, yang dirilis pada tahun 2005. Walau begitu, semua lagu di album ini tak terlalu bising dan segera bisa dinikmati padahal memang "kebisingan" adalah inti dari musik Nine Inch Nail sejak awal. Setelah dibuka dengan instrumental pendek, The Eater of Dreams, album ini menghentak dengan Copy of A yang mempertanyakan originalitas, termasuk originalitas diri sendiri. Sesungguhnya di bawah sinar matahari tak ada lagi yang benar-benar baru, semuanya salinan dari salinan yang lain.

Alienasi dan rupa-rupa kontrol rupanya menjadi perhatian di album ini, seperti biasanya, hal ini terlihat pada lagu Came Back Haunted. Isu yang mirip muncul di lagu Disappointed di mana muncul pesan kita tak perlu berharap apa-apa karena kekecewaan past datang. Namun tentu saja tidak untul album ini. Pendengar tak akan kecewa sama sekali, malah berpikir mendalam mengapa musik yang keras bisa begitu indah, mengapa lirik yang kelam bisa begitu mengundang optimisme bahwa hidup selalu layak untuk diperjuangkan.

Daftar lagu:
CD 1
1. The Eater of Dreams
2. Copy of A
3. Came Back Haunted
4. Find My Way
5. All Time Low
6. Disappointed
7. Everything
8. Satellite
9. Various Methods of Escape
10.  Running
11.  I Would for You
12.  In Two
13.  While I'm Still Here
14.  Black Noise

CD 2
1. Find My Way (Oneohtrix Point Never Remix)
2. All Time Low (Todd Rundgren Remix)
3. While I'm Still Here (Breyer P-Orridge 'Howler' Remix)

Manic Street Preachers – Rewind the Film (Deluxe Edition) (2013)

Manic Street Preachers - Rewind the Film (2013)
Hanya ada tiga produsen teks media musik populer yang menurut saya konsisten menelurkan karya berbentuk album yang selalu bagus. Ketiganya adalah Manic Street Preachers, Nine Inch Nails, dan Sonic Youth. Dua produsen teks pertama baru saja merilis album, sementara Sonic Youth dalam jangka waktu dekat ini belum beraktivitas setelah mereka "memisahkan" diri pada tahun 2011. Sebagai sebuah unit produsen teks mereka saling melengkapi. Bagaimana pun juga sebuah band adalah kumpulan orang yang berkarya bersama.

Hal yang unik pada album ini adalah sepertinya mereka tak terlalu "percaya diri" menyanyikan berbagai lagu sendiri. Mereka mengundang beberapa musisi lain untuk berduet, yang paling mengasyikkan tentu saja dalam lagu "Rewind the Film" yang berkolaborasi dengan mantan personel band 1990-an besar lainnya, Pulp, Richard Hawley. Hal yang mengejutkan adalah mereka tak jadi mengajak Morrissey untuk berduet dalam lagu "3 Ways to See Despair". Sayang sekali, karena bila terwujud, kemungkinan lagu ini menjadi lagu yang membahana para pecinta musik. Nicky Wire menyatakan bahwa mereka tidak jadi mengajak Morrissey karena takut ditolak.

Saya juga setuju dengan beberapa pengamat yang mengatakan bahwa album ini termasuk album yang bagus karena isinya variatif dan seperti Manic yang sesungguhnya, enak didengar sekaligus mengajak berpikir. Walau begitu, album ini bukanlah standar album terbaik mereka, seperti misalnya album "This is My Truth Tell Me Yours" dan "Know Your Enemy". Sisi politis dari lirik lagu masih terlihat di lagu "30-Year War" yang mengritik masa pemerintahan Margareth Thatcher karena menyingkirkan kaum pekerja. Sisi reflektif teramati pada lagu "(I Miss the) Tokyo Skyline" di mana si diri dalam lagu selalu merasa ada yang tak terlengkapi secara eksistensial. Lagu ini benar-benar mengingatkan saya pada film "Lost in Translation" yang juga bersetting dan mengangkat isu yang mirip.

Daftar lagu:
1. This Sullen Welsh Heart (feat. Lucy Rose)
2. Show Me the Wonder
3. Rewind the Film (feat. Richard Hawley)
4. Builder of Routines
5. 4 Lonely Roads (feat. Cate Le Bon)
6. (I Miss the) Tokyo Skyline
7. Anthem for A Lost Cause
8. As Holy As the Soil (That Buries Your Skin)
9. 3 Ways to See Despair
10.  Running Out of Fantasy
11.  Manorbier
12.  30-Year War
13.  This Sullen Welsh Heart (Demo)
14.  Show Me the Wonder (Demo)
15.  Rewind the Film (Demo)
16.  Builder of Routines (Demo)
17.  4 Lonely Roads (Demo)
18.  (I Miss the) Tokyo Skyline (Demo)
19.  Anthem for A Lost Cause (Demo)
20.  As Holy As the Soil (That Buries Your Skin) (Demo)
21.  3 Ways to See Despair (Demo)
22.  Running Out of Fantasy (Demo)
23.  Manorbier (Demo)
24.  30-Year War (Demo)
25.  A Design for Life (Live at the O2)
26.  Empty Souls (Live at the O2)
27.  (It’s Not War) Just the End of Love (Live at the O2)
28. From Despair to Where (Live at the O2)

OST – In the Name of the Father (1993)

OST - In the Name of the Father (1993)
Satu album lagi yang saya dapatkan dari itunes. Album ini mengingatkan betapa berjayanya kloter penyanyi Irlandia pada dekade 1990, terutama U2 dan Sinead O'Connor. U2 tidak hanya merilis album terbaiknya sejauh ini pada dekade tersebut, namun sebagai sebuah unit produsen teks, mereka begitu produktif. Pada dekade 1990-an, selain merilis album-album berkelas, para personel U2 juga aktif merilis berbagai proyek kekaryaan. Misalnya saja OST Pasengers, soundtrack untuk film-film imajiner dan juga mengisi OST Batman Forever dan Mission Imposible. Di album ini Bono berkolaborasi dengan Gavin Friday, musikus sekaligus "anggota" bayangan U2 sejak lama. Mereka juga menciptakan lagu "Goldeneye" yang dinyanyikan oleh Tina Turner untuk franchise film James Bond tersebut.

Sebagai teks yang berelasi dengan teks utamanya, interteks, album ini sangat mengambarkan apa yang terjadi di filmnya. Pilihan lagu yang disesuaikan dengan kondisi pada jaman yang tertuang di fim menunjukkan bentuk spasialisasi yang kuat. Score yang diproduksi oleh Trevor Jones juga dengan kuat mendeskripsikan berbagai adegan di filmnya.

Daftar lagu
1. Bono and Gavin Friday – In the Name of the Father
2. The Jimi Hendrix Experience –Voodoo Child (Slight Return)
3. Bono and Gavin Friday – Billy Boola
4. The Kinks - Dedicated Follower of Fashion
5. Trevor Jones – Interrogation
6. Bob Marley and the Wailers – Is This Love (Horns Mix)
7. Trevor Jones – Walking the Circle
8. Thin Lizzy – Whisky in the Jar (Full Length Version)
9. Trevor Jones – Passage of Time
10. Sinéad O'Connor – You Made Me the Thief of Your Heart

Selasa, 08 Oktober 2013

Berburu Album-album Langka

Sejak memutuskan musik rekaman sebagai jenis (pesan) media yang paling intens saya akses pada awal tahun 1990-an, cukup banyak album yang belum saya miliki, terutama dimiliki secara digital. Ketika saya bisa mengakses itunes sekitar lima bulan  lalu, seperti orang kalap saya langsung mengakses atau membeli beberapa album yang saya anggap langka dan sangat sulit didapat.

Beberapa album di antaranya sebenarnya sudah saya miliki dalam format kaset, bukan format digital. Sayangnya, saya tidak lagi memiliki pemutar kaset alias tape. Saya malah berencana menjual seluruh koleksi kaset saya, yang berjumlah sekitar seribu kaset. Walau kemudian niat menjual kaset itu saya pertimbangkan kembali karena ternyata kaset masih disimpan dan didengar oleh para kolektor. Setiap tahun juga ada peringatan cassette store day yang mestinta membuat kaset disayangi kembali.

Karena itulah, saya masih terus mencari album-album yang menurut saya langka. Ajaibnya, di itunes album-album langka itu saya temukan. 

Berikut ini kesepuluh album langka yang saya dapatkan di itunes:

Pertama, OST Romeo + Juliet (1996)


Waktu itu, filmnya adalah tafsir segar dari kisak klasik masa lampau dan saya bersama rekan-rekan kuliah benar-benar menikmati filmnya. Namun yang paling membuat saya terkesan adalah OST dari film ini. Siapa yang menyangsikan lagu-lagu dari Garbage yang waktu itu besar dan Radiohead yang sampai hari ini masih besar, juga the Cardigans dan the Wannadies, serta lagu dari Mundy "To You I Bestow" yang paling mencuri perhatian. Album ini langka dalam format CD, kalaupun ada, saya pernah hampir mengaksesnya di salah satu toko di Jakarta, harganya sangat mahal.

Kedua, Wham! – Final (Deluxe Edition) (1986)


Album the best sekaligus terakhir dari duo Inggris, George Michael dan Andrew Ridgeley yang saya dengarkan ketika masih kecil namun album ini begitu terekam di kepala. Sebenarnya yang saya dengarkan dulu bukan albumnya secara utuh melainkan dari lagu-lagu terpisah yang ada di berbagai kompilasi, seperti the best disco, dsb. Album ini langka bukan hanya karena sudah lama sekali dirilis, namun juga karena musik yang dibawakan Wham! mungkin sekarang tidak lagi disukai.  

Ketiga, Various Artists – Help (1995)



Ketika saya mendengarkan kaset album ini dahulu sebenarnya tidak ada daftar lagu dan penyanyi di sampulnya karena disengaja untuk memunculkan efek kejut. Saya hanya menebak-nebak ketika mendengarkan lagu-lagunya. Namun saya langsung mengenai para penyanyi dan band besar Inggris raya pada dekade 1990-an. Lagu=lagu yang pasti diingat di album ini adalah "Love Spreads" dari the Stones Roses, "Lucky" dari Radiohead, dan "Raindrops Keep Falling on My Head" dari Manic Street Preachers.

Keempat, OST – Cruel Intentions (1999)



Bicara tentang film anak muda di masa lalu, film ini pasti layak disimak. Cara bercerita yang unik, dari sudut pandang karakter antagonis dan topik yang tak biasa, menjadikan film ini tetap teringat sampai sekarang. Film ini tidak seperti kisah film kaum muda kebanyakan pada waktu itu. Band-band yang mulai besar di akhir 1990-an mengisi album ini, antara lain Blur, Placebo, Fatboy Slim, dan Counting Crows.

Kelima, Various Artist – If I were A Carpenter (1994)



Menurut saya album ini adalah album tribute paling oke sepanjang jaman yang saya dengar. Para pengisinya tetap hadir dengan ciri mereka sendiri sekaligus mengenalkan Carpenter kepada para pendengar yang lebih muda. Mendengarkan album ini kita jadi semakin paham mengapa Sonic Youth, Dishwalla, Redd Kross, dan Cracker bukan cuma produsen teks yang hebat, melainkan penafsir baru yang mumpuni.

Keenam, The Soup Dragons – 20 Golden Greats (2012)



Sebenarnya hanya satu lagu yang membuat saya teringat terus dengan grup ini. Saya mendengarkan lagu Soup Dragons, "Divine Thing", di sebuah acara musik TVRI, kalau tak salah judulnya "Music Trax". Acara musik dahulu sangatlah langka, sebelum kehadiran MTV di ANTV via "Alternative Nation". Acara tersebut pasti saya tunggu kehadirannya di akhir pekan. Album ini langka karena band yang membawakan tidak begitu terkenal di Indonesia, namun beberapa lagunya cukup bagus. Lagu lain dari band ini yang terkenal adalah "I'm Free" dan "Pleasure".

Ketujuh, The Dandy Warhols – Thirteen Tales of Urban Bohemian (2000)



Album terbaik dari Dandy Warhols menurut saya. Lagu "Bohemian Like You" jelas-jelas menghipnotis saya pada waktu itu. Genre alternatif juga lagi sangat disukai dan satu-satunya sumber musik yang berkelas hanya "Alternative Nation" di MTV, yang di Indonesia disiarkan oleh ANTV. Tiga belas kisah yang diungkap dalam tiga belas lagu di album ini juga berkelas, antara lain "Mohammed", "Nietzsche", dan "Big Indian".

Kedelapan, Manic Street Preachers – Generation Terrorists (Remastered) (1992/2012)



Album terbaik dari Manic Street Preachers dan merupakan album yang paling sulit dicari pada awalnya. Album ini tidak hanya bagus, namun juga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi pendengar loyal dengan bonus lagu yang banyak dan unik. Lagu "Motorcycle Emptiness", "Little Baby Nothing", dan "Stay Beautiful".

Kesembilan, Luciano Pavarotti & Friends – Together for the Children of Bosnia (1996)



Kisah tentang Bosnia ataupun perang lain yang merupakan pelanggaran HAM selalu menarik, termasuk upaya untuk memperbaikinya dan membesarkan hati para korban dan umat manusia. Ketika ada seorang penyanyi besar yang mengajak para penyanyi lain untuk membantu korban perang, upaya tersebut selalu menarik perhatian. Apalagi di album ini ada lagu-lagu yang sudah terkenal pada waktu itu yang ditafsir ulang, yaitu "One" dan "Linger".

Kesepuluh, Ebiet G. Ade – Camelia I dan III (1979 & 1980)



Dua album terlangka yang bisa saya dapatkan dari Itunes. Sebenarnya adikarya (masterpiece) Ebiet G. Ade adalah Camelia I sampai IV, namun yang ada hanya dua album awal ini. Tapi menurut saya, dua album ini sudah cukup untuk mengobati kerinduan pada album Ebiet G. Ade, bukan lagu "ketengan" pada album bertajuk the best atau seleksi. Kedua album ini memberikan nuansa yang berbeda dalam menikmati musik Indonesia.

Kamis, 03 Oktober 2013

Paragraf Pertama (Lagi)

Buku yang selalu bisa
mengembalikan antusiasme menulis


Aktivitas menulis seperti dapat menjebak kita sendiri, terutama di saat kita dengan yakin mengklaim pada diri sudah bisa menulis dengan rutin dan rajin. Kita sangat ingin bisa menulis dengan kontinyu, berjuang ini itu. Berlatih terus sampai pada akhirnya kita dapat menulis dengan rutin dan rata-rata merupakan tulisan yang selesai meski pendek, sekitar 500 kata. Kemudian kita merasa jumawa seolah-olah menulis rutin adalah sesuatu yang telah tertaklukkan. Pada situasi inilah kemungkinan dewa-dewa penulisan menghukum kita. Tepat ketika kita merasa menang, merasa bisa menaklukkannya, pada saat itu juga atau dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita dihukum.

Bisa jadi, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kemampuan kita dalam menulis rutin tersebut tiba-tiba menguap entah kemana. Pencarian kembali bisa memakan waktu tidak terlalu lama atau bisa lama sekali, bisa setara dengan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kemampuan menulis.
Lalu kemudian munculkan semangat berjibaku lagi. Jibaku dengan diri sendiri untuk memunculkan kemampuan menulis rutin. Jibaku dengan hasrat-hasrat lain dan antusiasme lain, kecuali menulis. 

Namun, memunculkan kembali kemampuan itu bukanlah hal mudah. Semudah mengeja satu dua kata atau membaca berbuku-buku fiksi fantasi. Kita mesti mengulang dari awal, tips-tips, mantra-mantra, dan strategi lama dan baru dijalankan lagi. Dikulak-kulik sana sini. Bisa jadi dengan mudah kemampuan tersebut kita munculkan kembali. Bisa jadi juga kemampuan menulis rutin itu tidak jua muncul meski dicoba berulang-kali. Bila dianggap makhluk, dia masih bersembunyi dan tak mau beringsut dari diri kita.

Kira-kira hal itulah yang terjadi pada saya dan mungkin juga yang terjadi dengan teman-teman. Tepatnya, menulis itu tak mudah, mesti menaklukkan diri sendiri dulu. Menaklukkan kemalasan, membuat makhluk itu beringsut dan bergerak, apalagi bila kemampuan tersebut sudah muncul dengan relatif baik dulunya. Sekali hilang, sulit sekali membangkitkannya lagi. Apa-apa yang pernah hilang selalu sulit untuk kembali.
Kita bisa berdalih hadirnya banyak kesibukan ini itu menjadikan kita tak punya waktu untuk menulis. Kenyataannya, banyak penulis atau bukan penulis profesional, yang sangat rajin menulis walau sangat sibuk. 

Tulisannya dengan rutin muncul dan sebagian besar bagus pula! Orang-orang seperti ini yang membuat saya iri setengah mati. Bagaimana mungkin orang-orang sibuk ini bisa menulis dengan rutin dan bagus, sementara saya yang cenderung berleha-leha begini tak bisa menghasilkan tulisan dengan rutin? Mengajukan pertanyaan introspektif semacam ini saja bisa memunculkan kegalauan tingkat dewa. Namun mau tak mau kita mesti bertanya bila ingin mencari apa yang salah dengan diri kita sehingga menulis bukan lagi menjadi aktivitas rutin.

Jadi, benar-benar sibuk atau sok sibuk sebenarnya sama saja. Tak menulis. Tidak ada tulisan yang dihasilkan walaupun tulisan pendek. Titik, tanpa koma.

Dan karena itulah, saat ini dan mungkin di waktu yang lain kita pasti akan berusaha bangkit lagi dari kemalasan menulis. Ketika kita bangkit, lagi dan lagi, dalam menulis, berarti kita memulai dengan paragraf. Paragraf awal selalu bisa dicoba lagi. Paragraf adalah awalan sebuah tulisan. Seberapa bagus atau tidaknya sebuah tulisan. Seberapa panjang atau pendeknya sebuah tulisan, kita akan memulainya dari satu paragraf. Paragraf awal.

Karena itulah, para penulis, tua dan muda, penulis baru dan penulis kugiran, yang masih rutin menulis ataupun tidak rutin seperti saya, mari memulai lagi (dan lagi) menulis satu paragraf. Siapa tahu paragraf kali ini bisa menghasilkan tulisan yang bagus, mana tahu bisa menghasilkan tulisan bermakna.

Kamis, 26 September 2013

Ebiet G. Ade - Camelia I (1979)

Ebiet G. Ade - Camelia I (1979)


Sudah lama tidak menulis di "rumah" saya ini. Rumah tempat saya mestinya berkarya menulis secara rutin.Tak apalah, walau sudah lama tak hadir di sini saya selalu kepikiran bila tak menulis. Tentu saja sebulanan ini banyak teks media bagus dan biasa saja berseliweran, ada yang hanya saya amati sekilas, ada yang saya akses dan maknai biasa saja, ataupun saya akses dengan mendalam. Salah satu yang membuat saya bahagia dalam mengakses teks media, khususnya teks musik populer adalah hadirnya album-album langka di itunes.

Sekitar empat bulan ini saya baru berinteraksi dengan itunes dan bisa mengeksplorasi banyak album di sana. Sebagian kecil sekali  bisa saya akses, terutama album-album langka versi saya sendiri. Satu hal yang sangat membahagiakan saya adalah di itunes hadir album-album lama Ebiet G. Ade! menurut saya empat album Ebiet G. Ade, Camelia I sampai Camelia IV adalah masterpiece (adikarya). Walau hanya ada Camelia I dan Camelia III yang bisa diakses, keduanya sudah cukup menghilangkan kerinduan saya pada keempat album awal ini, dan juga kerinduan pada ayah yang sangat menyintai album-album Ebiet G. Ade.

Sebagai sebuah kesatuan karya, album versi awal tak akan bisa digantikan oleh album-album the best, greatest hit, ataupun album seleksi. Sudah banyak album kompilasi terbaik Ebiet G. Ade yang hadir di pasaran namun album versi asli tak akan terbayar otentisitasnya. Saya sangat berharap ada box set yang menghadirkan seluruh album Ebiet G. Ade dalam versi awal, juga album-album Indonesia lama. Pecinta musik Indonesia yang serius layak diberi apresiasi dengan hadirnya album-album lama Indonesia, terutama yang dirilis pada era 1970-an dan 1980-an, karena album yang muncul 1990-an relatif masih bisa diakses di toko musik.

Album debut Ebiet G. Ade ini saya dengarkan terus-menerus mengalahkan album-album langka lain yang saya peroleh dari itunes dan semakin terasa bagaimana teks bisa berpengaruh begitu besar pada seseorang pengakses dan pemakna. Kesepuluh lagu di album ini semuanya bagus dan menyimpan makna yang mendalam. Lagu yang layak diperhatikan adalah Dia Lelaki Ilham dari Surga, yang kabarnya dipersembahkan untuk Emha Ainun Najib, yang merupakan rekan Ebiet G. Ade di awal karir. Seperti dicatat oleh sejarah keduanya mengawali jejak kekaryaannya di Yogyakarta.

Album ini membawa masa-masa indah jaman lalu sekaligus menginspirasi saya untuk menyusun kembali masa-masa indah kini dan nanti.

Daftar lagu:
1. Lagu untuk Sebuah Nama
2. Camelia I
3. Pesta
4. Nasihat Pengemis untuk Istri dan Doa untuk Hari
5. Dia Lelaki Ilham dari Surga
6. Jakarta 1
7. Hidup 1 (Pernah Kucoba untuk Melupakanmu)
8. Hidup 2 (Obsesi Kp. 1/203)
9. Berjalan di Hutan Cemara
10. Episode Cinta yang Hilang


Jumat, 23 Agustus 2013

Do You Realize?

The Flaming Lips - Do You Realize?


Setiap pengakes konten media biasanya memiliki konten favorit dan yang paling mudah berpengaruh pada dirinya. Seorang penikmat teks media bisa dengan mudah diinspirasi oleh film yang ditontonnya, buku yang dibacanya, games online yang dimainkannya, ataupun album musik yang didengarkan.

Seringkali seseorang yang mudah terinspirasi dengan konten media tertentu tidak memerlukan kuantitas konten yang besar, bisa jadi dia hanya perlu sebagian kecilnya saja. Seseorang yang menyukai film bisa jadi dapat terinspirasi hanya oleh salah satu adegan yang disukainya. Penikmat setia buku bisa jadi terinspirasi hanya oleh beberapa kalimat dari sebuah buku utuh. Atau seperti saya, bisa terinspirasi dari sebuah lagu dalam satu album yang saya sukai.

Entah bagaimana kejadiannya, secara tak sengaja pemutar mp3 saya memutar lagu dengan acak dan sampailah pada lagu dari the Flaming Lips ini. Lagu yang berasal dari salah satu album terbaik mereka yang dirilis pada tahun 2002, Yoshimi Battles the Pink Robots.

Lagu ini mengingatkan kembali pada kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang kita miliki, yang sebenarnya sudah melekat pada diri kita namun terkadang  bisa jadi kita tak menyadarinya lagi karena sudah dianggap lumrah.

Do You Realize?

Do You Realize - that you have the most beautiful face
Do You Realize - we're floating in space –
Do You Realize - that happiness makes you cry
Do You Realize - that everyone you know someday will die

And instead of saying all of your goodbyes - let them know
You realize that life goes fast
It's hard to make the good things last
You realize the sun doesn't go down
It's just an illusion caused by the world spinning round

Do You Realize - Oh - Oh - Oh
Do You Realize - that everyone you know
Someday will die -

And instead of saying all of your goodbyes - let them know
You realize that life goes fast
It's hard to make the good things last
You realize the sun doesn't go down
It's just an illusion caused by the world spinning round

Do You Realize - that you have the most beautiful face
Do You Realize


Jumat, 26 Juli 2013

Manic Street Preachers - Generation Terrorists (Remastered) (2012)

Manic Street Preachers -  Generation Terrorists (Remastered) (2012)

Teks media, bila kita artikan teks sebagai segala isi yang bisa dimaknai, yang bagus seringkali mengikuti dua kriteria sebagai berikut: pertama, ketika mengakses dan memaknainya, seolah-olah tak ada hal lain selain kita sebagai pemakna dan teks. Relasi yang terbangun itu tidak memedulikan hal-hal lain, terutama pendapat orang lain tentang teks tersebut. Misalnya saja ada rekan saya yang bilang album Manic Street Preachers Know Your Enemy  yang dirilis pada tahun 2001 adalah album mereka yang terjelek. Namun bagi saya album tersebut adalah salah satu yang paling bagus karena sangat artikulatif menyampaikan ide-ide sosialisme dan ketika saya mendengarkan album tersebut, komentar rekan saya itu seperti menguap. Tak ada ketika saya mendengarkan album tersebut, yang ada hanya Elian Gonzales dan live mereka yang keren di Kuba.

Kedua, karakter yang menunjukkan sebuah teks media bagus adalah ketika kita mengaksesnya secara bersamaan kita punya keinginan yang kuat untuk mengakses keseluruhan teks dari produsen yang sama. Misalnya saja, kita mendengarkan live terkini dari Blur, Parklive yang baru saja dirilis, tiba-tiba ada keinginan yang kuat untuk mengakses seluruh album Blur yang lain, mulai dari Leisure (1991) sampai Think Tank (2003). Seringkali keinginan tersebut tidak sekadar hasrat namun mewujud dalam tindakan, seluruh album dari produsen teks yang spesifik dimasukkan dan diputar dalam pemutar mp3, diurutkan menurut tahun atau random, kemudian didengar dan dimaknai dalam-dalam.

Itulah yang saya rasakan ketika mendengarkan album debut Manic Street Preachers yang dirilis tahun 1992, Generation Terrorist. Ketika mendengarkan album ini seperti tak ada hal-hal lain yang mengganggu. Rasanya relasi saya sebagai penikmat dan pemakna begitu intens, terutama lagu Motorcycle Emptiness dan Little Baby Nothing yang menjadi “lagu kebangsaan” ketika kuliah. Mendengarkan Motorcycle Emptiness rasanya seperti memutar kembali pengalaman bermotor malam-malam di jalanan Yogya.

Karakter yang kedua juga begitu terasa, ketika mendengarkan album ini, tiba-tiba ada rasa yang sangat kuat untuk mendengarkan seluruh album Manic Street Preachers, bahkan gara-gara album ini, saya tahu bila album terkini MSP, Rewind the Film, sudah bisa dipesan awal via iTunes.
Mendengarkan album ini jadi lebih mengaasyikkan dalam versi edisi ulang tahun yang ke-20, yang dirilis pada tahun 2012 lalu. Album versi remastered ini juga sungguh memuaskan karena memuat banyak sekali lagu, total empat puluh lagu dalam dua cakram. Itulah yang menarik dari negara yang industri musik rekamannya sudah bagus, maksimalisasi pengalaman mendengar audiens.

Judul   : Generation Terrorists (Remastered)
Tahun  : 2012 (edisi asli tahun 1992)
Produsen Teks: Manic Street Preachers

Daftar lagu:

CD 1
1.      Slash ‘n’ Burn
2.      Nat West-Barclays-Midlands-Lloyds
3.      Born to End
4.      Motorcycle Emptiness
5.      You Love Us
6.      Love’s Sweet Exile
7.      Little Baby Nothing
8.      Repeat (Stars and Stripes)
9.      Tennessee
10.  Another Invented Disease
11.  Stay Beautiful
12.  So Dead
13.  Repeat
14.  Spectators of Suicide
15.  Damn Dog
16.  Crucifix Kiss
17.  Methadone Pretty
18.  Condemned to Rock ‘n’ Roll
19.  Theme from M*A*S*H (Suicide is Painless)

CD 2
1.      Slash ‘n’ Burn (Marcus Demo)
2.      Nat West-Barclays-Midlands-Lloyds (Marcus Demo)
3.      Born to End (Marcus Demo)
4.      Motorcycle Emptiness (House in the Woods Demo)
5.      You Love Us (Heavenly Version)
6.      Love’s Sweet Exile (House in the Woods Demo)
7.      Little Baby Nothing (House in the Woods Demo)
8.      Repeat (Marcus Demo)
9.      Tennessee (House in the Woods Demo)
10.  Another Invented Disease (House in the Woods Demo)
11.  Stay Beautiful (Marcus Demo)
12.  So Dead (House in the Woods Demo)
13.  Repeat (House in the Woods Demo)
14.  Spectators of Suicide (House in the Woods Demo)
15.  Damn Dog (Live)
16.  Crucifix Kiss (Marcus Demo)
17.  Methadone Pretty (House in the Woods Demo)
18.  Suicide Alley (South Wales Demo)
19.  New Art Riot (South Wales Demo)
20.  Motown Junk (London Studio Demo)
21. Motown Junk 

Jumat, 28 Juni 2013

Mencari Inspirasi Menulis, Mengulik 1Q84 dan Gentlemen Broncos

Gentleman Broncos (2009)

Sedianya saya diminta untuk menghasilkan sebuah tulisan sebagai pendamping dan juga merayakan suatu aktivitas keren bernama “31 Hari Menulis” sejak kompetisi ini belum dimulai. Karena berbagai hal, barulah janji saya untuk menyumbang tulisan terpenuhi pada hari ke-28, saat “31 Hari Menulis” hampir selesai. Walau begitu, saya tetap antusias untuk merayakan kegiatan tahunan ini dan berharap kegiatan ini diridhoi agar menjadi aktivitas yang berjalan sangat lama, paling tidak selama sir Alex Ferguson menukangi Manchester United.
Terus terang, tidak ada cara untuk menulis bagus dan cepat, bila tak ada hal yang benar-benar mendorong untuk kita menulis. Mau sampai jungkir balik sekalipun, bila kita tidak memiliki ide yang kita ketahui dan membuat kita antusias, kita tetap akan sulit untuk menulis, apalagi menghasilkan tulisan yang bagus dengan relatif cepat. Bisa sih kita menghasilkan tulisan, namun biasanya tulisan yang dihasilkan akan biasa-biasa saja. Saya kira hal inilah yang sering terjadi pada orang-orang yang ingin menulis.
Menulis memang gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang ya?) karena terkadang kita bisa menulis dengan cepat pada suatu kurun waktu namun seringkali kita tidak menulis apa pun dalam waktu yang lama, menulis sesuatu unyu-unyu sekalipun. Karena itu kita bisa jadi sangat kagum dengan beberapa penulis yang bisa terus menulis dengan rutin dan terus menghasilkan tulisan yang bagus, dalam waktu yang cepat pula! Kita kemudian bertanya-tanya, bisakah kita seperti dirinya?
Tiap penulis punya cara agar keadaan tanpa menulis bisa dilewati, ada yang tetap menulis walau jiwanya tidak terlibat sehingga tetap tak ada tulisan yang dihasilkan, ada yang membiarkan saja dirinya sampai hasrat untuk menulis hadir lagi. Antisipasi yang terakhir ini  bisa jadi berbahaya, misalnya saja dalam hal menulis skripsi, bisa berbahaya bila kita membiarkan diri tak menulis dan membiarkan hasrat tersebut hadir bersama waktu karena bisa jadi hasrat menulis tersebut baru muncul setelah tiga tahun dan teman-teman seangkatan sudah pada lulus semua.
Sebagai seorang penulis biasa-biasa saja, saya juga memiliki cara tersendiri agar agar bisa melewati keadaan tanpa menulis yaitu mengakses konten media yang kita sukai. Konten media tersebut tidak harus media cetak, misalnya buku, di mana kita bisa belajar dari penulisnya, tetapi juga seluruh jenis konten media, misalnya saja film, karena isi film yang bagus akan mendorong kita untuk mengomentarinya melalui tulisan.
Biasanya, bila membaca-baca karya Haruki Murakami, penulis yang paling saya sukai, keadaan tak menulis bisa perlahan terlewati. Bagi saya selalu ada yang bisa didapat dengan membaca karya Murakami. Entah itu, salah satu novel atau salah satu cerita pendeknya, bahkan tiap paragraf yang dipilih dari tiap tulisannya bisa memberikan sugesti yang kuat untuk menulis lagi. Kok bisa ya? Begitu yang saya rasakan setelah membaca sedikit saja dari karya Murakami. Karya terkininya, 1Q84 misalnya, membuat saya kagum karena deskripsi kehadiran dua bulan di dalam hidup terasa begitu dekat dan nyata. Lalu bagaimana relasi cinta Tengo dan Aomame digambarkan dengan begitu liris? Dua karakter di dalam 1Q84 tak bertemu sampai akhir novel namun sepanjang kisahnya terpisah satu sama lain. Keterpisahan tersebut justru terasa sangat intens. Bagaimana bisa novel asrama...eh asmara antara dua anak manusia diceritakan dengan cara tak biasa namun tetap romantis? Silakan baca novelnya dengan lengkap karena tulisan ini bukan resensinya. Novel ini mungkin karya tertebal Murakami, terjemahan Indonesia-nya yang baru saja diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia terdiri dari tiga buku.



1Q84 (2012)

Intinya, kita bisa tercerahkan untuk menulis lagi antara lain dengan membaca karya bagus atau penulis keren menurut kita atau menurut dunia kepenulisan secara umum. Kita juga bisa mengakses dan memaknai konten media lain selain buku, misalnya saja film. Salah satu film yang menurut saya bisa menginspirasi untuk menulis atau berpotensi membawa kita melewati masa-masa tak menulis adalah film ”Gentlemen Broncos”. Film yang dirilis tahun 2009 ini oleh banyak penikmat film dikategorikan gagal, namun bagi saya film ini adalah salah satu film terlucu yang saya tonton.
“Gentlemen Broncos” bercerita tentang seorang penulis pemula bernama Benjamin Purvis yang karya fiksi sains-nya dijiblak oleh penulis terkenal yang juga menjadi idolanya. Hal yang menarik adalah Benjamin Purvis tak mundur dari dunia tulis-menulis dan berusaha membuktikan bahwa penulis tersebut, Ronald Chevalier, memplagiasinya. Pada akhirnya Benjamin Purvis bisa membuktikan bahwa karyanya dijiplak oleh penulis terkenal. Selain bicara tentang menulis, film ini memang dipenuhi hal-hal absurd yang menerpa indera penglihatan kita, namun itu hal yang menyenangkan dan unik. Di dalam salah satu adegan, Purvis ditanya oleh rekannya, mengapa tidak menulis di blog daripada menulis di kertas dan tak ada yang bisa membuktikan bahwa karya kita dijiplak? Dengan enteng Purvis menjawab bahwa alasannya tidak menulis di blog adalah karena semua orang melakukannya. Saya sampai tertawa terpingkal-pingkal apalagi adegan tersebut digambarkan dengan aneh dan ekspresi kaku si Purvis.
Tentu saja, orang lain akan memaknai film tersebut dengan berbeda, namun menurut saya film itu memberikan pelajaran bahwa menulis ya menulis saja, jangan pernah putus asa sekalipun tulisan kita dicuri atau dijiplak. Purvis juga bisa saja salah, karena dia tak menulis di blog. Menulis di blog menurut saya adalah cara yang baik untuk melatih kemampuan kita menulis, terutama yang sedang belajar pada tahap awal atau merasa bahwa menulis pada tahap apa pun adalah menyenangkan dan tak berelasi langsung dengan uang. Menulis di blog membuat kita memiliki teman-teman pembaca, itulah sebabnya di dalam dunia blog, tak pernah penting blogger sebagai perseorangan, yang terpenting adalah blogosphere, atau ruang maya di mana kita saling berbagi dan belajar via blog. Saya kira aktivitas “31 Hari Menulis” ada dalam posisi tersebut, yaitu belajar menulis bersama dengan menyenangkan, walau tak menyenangkan juga bila didenda…hehe…Makanya menulis biar tak didenda.

Tunggu apa lagi, ayo menulis dengan bersenang-senang bersama teman-teman….

Literasi Media Baru dan Peran Pemerintah


Pengantar
Negara yang secara umum terdiri dari tiga elemen, yaitu legislatif, eksekutif, dan legislatif, bertanggung-jawab untuk memenuhi hak warga negara informasi dan berkomunikasi sesuai dengan konstitusi. Konstitusi Indonesia sudah cukup baik mengakomodir hak warga negara tersebut. Bagian utama yang mengatur hak warga Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah pasal 28F yang berbunyi sebagai berikut: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Peran eksekutif, pemerintah, bisa dikatakan paling penting dalam memenuhi hak warga tersebut dan sekaligus menjadi kewajiban pemerintah. Pemerintah menjalankan kebijakan negara sebagai amanat rakyat dan juga menyusun regulasi untuk memenuhi hak-hak warga tersebut. Regulasi yang mengatur pemenuhan hak untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi tersebut telah muncul dalam berbagai perundangan dan turunannya. Pemerintah Indonesia memenuhi kewajibannya di bidang informasi dan komunikasi melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Terdapat lima agenda penting yang akan didiskusikan. Kelima agenda tersebut adalah sebagai berikut: pertama, pembangunan teknologi informasi dan komunikasi serta tantangan dan ancaman pembangunan karakter bangsa (character building). Kedua, langkah-langkah yang harus dilakukan untuk me-manage dampak pembangunan ICT terhadap budaya masyarakat. Ketiga, cara meningkatkan produktivitas dan kreativitas untuk meningkatkan konten lokal. Keempat, diskusi mengenai beberapa isu strategis, khususnya tentang Konvergensi Media dan Kemandirian Teknologi. Kelima, diskusi mengenai isu-isu strategis lain yang perlu mendapat prioritas Kemkominfo.
Selanjutnya, diskusi mengenai kelima agenda tersebut tidak dijabarkan secara eksplisit per pertanyaan, melainkan dijelaskan dalam berbagai konsep yang ada.  Berbagai konsep tersebut sepintas berkaitan dengan dunia akademis namun sebenarnya penting dipahami bagi pengambil dan pelaksana kebijakan agar implementasinya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Tanggung Jawab Negara
Hak warga  negara atas terpenuhinya informasi dan berkomunikasi dengan memadai telah dijamin oleh konstitusi, dengan demikian pemenuhan hak tersebut adalah merupakan kewajiban atau tanggung-jawab negara. Informasi penting bagi masyarakat karena menjadi dasar bagi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Informasi yang memadai juga penting bagi proses komunikasi yang baik dan bermartabat.
Informasi sendiri dapat didefinisikan sesuatu yang berguna untuk mengurangi ketidakpastian. Namun definisi ini masih terlampau luas, untuk mendefinisikan informasi biasanya dibedakan dengan pengetahuan. Berikut ini perbedaan antara informasi dan pengetahuan. Pertama, keberlipatan (multiplicity), informasi adalah potongan, terpisah, dam khusus, sementara pengetahuan adalah terstruktur, koheren, dan universal. Kedua, aspek waktu (temporal), informasi bersifat sesaat, transisi, dan mudah hilang, sementara pengetahuan dapat bertahan lama dan ekspansif. Ketiga, keruangan (spatial), informasi mengalir memenuhi ruang, sementara pengetahuan tersimpan, lokasinya spesifik, dan “memenuhi” ruang (Sholle dalam Jenkins & Thorburn (Eds), 2003: 347).
Pelaksanaan tanggung-jawab negara ini dijalankan oleh tiga elemen negara, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Ketiga elemen ini saling “mengecek” dan menyeimbangkan kekuasaan dengan menjalankan fungsi yang berbeda (Burns, Peltason, Cronin & Magleby, 2001: 23). Legislatif menyusun kebijakan dan regulasi yang baik agar amanat konstitusi untuk memenuhi hak warga atas informasi dan komunikasi dapat terpenuhi. Legislatif juga memantau pelaksanaan kebijakan dan regulasi oleh eksekutif dan membentuk atau memfasilitasi regulator di bidang informasi dan komunikasi sebagai mitra pemerintah. Yudikatif mengawasi dan menjadi wasit bagi implementasi regulasi. Terakhir, dan kemungkinan yang terpenting karena berkaitan secara langsung dengan kehidupan warga, adalah eksekutif atau pemerintah. Pemerintah menyusun dan menjalankan regulasi demi melindungi kepentingan publik dan memenuhi hak warga negara.

Hak Warga atas Informasi dan Berkomunikasi
Sebelum mendalami hak warga, ada baiknya kita memahami beberapa definisi mengenai sekelompok orang yang diamati untuk tujuan tertentu. Konsep yang berkaitan dengan orang yang berkumpul ini dapat memiliki berbagai nama, misalnya saja publik, konsumen, komunitas dan warga. Publik bisa didefinisikan sebagai sekelompok orang yang berposisi terhadap sebuah isu. Isu adalah permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan orang banyak dan mengundang kontroversi. Posisi terhadap isu sendiri paling tidak terdiri dari tiga, yaitu pro, kontra, dan netral. Sementara itu konsumen didefinisikan sebagai sekelompok orang dengan relasi kepentingan tertentu, terutama berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Warga tidak secara langsung dikaitkan dengan kepentingan ekonomi melainkan lebih pada kepentingan politik dan sosial. Terakhir, komunitas, yaitu sekumpulan orang dengan relasi terutama untuk kepentingan sosial dan kultural. Konsumen berkaitan erat dengan aktivitas pasar, komunitas terutama berada pada wilayah masyarakat, sementara warga berkaitan dengan aktivitas negara.
Pertanyaan yang paling penting adalah bagaimana warga negara mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan memadai? Di dalam konstitusi kita juga sudah disebutkan bahwa warga negara berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Tugas negara adalah menyediakan segala jenis saluran yang tersedia agar informasi bisa didapatkan dengan relatif mudah. Saluran yang dimaksud di sini adalah sarana, wahana  dan perangkat di mana informasi diperoleh oleh warga. Perangkat untuk mengolah dan menyampaikan informasi tersebut disebut teknologi informasi dan komunikasi.
Akses pada informasi sendiri terdiri dari dua dimensi utama, yaitu akses teknologi dan akses pada konten. Akses pada teknologi terdiri dari dua aspek, yaitu akses fisikal dan akses sistem, sementara akses pada konten terdiri pula dari dua aspek, yaitu akses sosial dan akses kognitif. Sedangkan level analisis dari akses juga terdiri dari dua, yaitu individual dan agregat (kumpulan) (Bucy & Newhagen (Ed), 2004: 7 - 14).
Kemampuan atas akses dan berbagai informasi yang memadai dapat berkontribusi bagi proses pembangunan dengan meningkatkan efisiensi, efektivitas, jangkauan, dan ekuitas (Hudson dalam Lievrouw & Livingstone (Eds), 2006: 310). Efisiensi adalah rasio dari output terhadap biaya, misalnya saja ketersediaan informasi dapat mendorong pembiayaan bidang pertanian yang lebih murah. Efektivitas adalah kualitas dari produk dan layanan, misalnya saja informasi mendorong peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Jangkauan adalah kemampuan informasi untuk menjangkau pengguna baru, misalnya saja pengusaha kecil memperluas jaringan pemasarannya bagi pasar global. Sementara itu ekuitas berarti informasi semakin terdistribusi dengan baik pada seluruh elemen masyarakat, misalnya saja pada daerah terpencil atau kelompok minoritas.

Literasi Media Warga
Teknologi informasi dan komunikasi termanifestasi dalam dua fungsi, yaitu individual dan institusional. Fungsi yang individual adalah wujud dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan secara perorangan, misalnya saja mobile phone dan setiap jenis media (jejaring) sosial melalui internet. Sementara itu dalam fungsinya secara institusional, teknologi informasi dan komunikasi mewujud dalam bentuk media.
Literasi media didefinisikan sebagai seperangkat perspektif yang secara aktif kita gunakan ketika diri kita mengakses media utuk mengintepretasi makna dari pesan yang kita terima. Kita membangun perspektif dalam diri melalui struktur pengetahuan. Untuk membangun struktur pengetahuan, kita memerlukan perangkat dan materi mentah. Perangkat tersebut adalah kemampuan atau kecakapan kita. Materi mentah adalah informasi dari media dan dari dunia sosial di sekitar kita. Penggunaan yang aktif berarti kita mengetahui pesan dan dengan sadar berinteraksi dengan pesan tersebut (Potter, 2005: 22).
Di era informasi sekarang ini, selain informasi menjadi sumber daya terpenting, teknologi informasi dan komunikasi memperkuat kapasitas media lama (cetak, audio, audio-visual, dan penyiaran) dalam hal produksi, penyimpanan, distribusi, dan tampilan pesan (kumpulan informasi yang telah diolah), serta menghasilkan beragam jenis media baru, yaitu mobile phone, internet, dan game.
Game misalnya, menjadi jenis media baru yang penetrasinya paling kuat di anak muda. Secara mudah hal ini bisa kita amati melalui maraknya kehadiran game center. Game sendiri terdiri dari dua macam, game offline yang biasanya dimainkan di komputer personal dan konsol yang tak terkoneksi dengan internet. Jenis kedua dari game adalah game online yang kini sangat cepat perkembangannya, yang sayangnya kurang diperhatikan. Jenis game online yang dimainkan bersamaan oleh sangat banyak orang disebut Massively Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPGs). Salah satunya yang paling populer adalah World of Warcraft yang memiliki pemain sembilan juta orang di seluruh dunia dan sekitar sepuluh ribu orang mungkin bermain pada saat yang bersamaan (Straubhaar, LaRose & Davenport, 2012: 266).
Kemampuan individu warga negara inilah yang disebut sebagai literasi media warga negara, yaitu kemampuan untuk mengolah informasi dari berbagai media dan menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Literasi media pada akhirnya berkaitan dengan hak berkomunikasi warga negara yang didorong oleh masyarakat sipil global untuk memberikan hak pada warga memiliki medianya sendiri, yang dikenal dengan nama media komunitas dan media publik. Gerakan ini bahkan sudah dimulai sejak dekade 1970-an dan digagas oleh UNESCO (lihat Howley (ed), 2010: 6 – 7). Pada akhirnya, literasi media yang baik akan menjadikan informasi berguna bagi kehidupan warga negara. Literasi media melekat erat dengan hak warga untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi sehingga Kominfo perlu menjabarkannya lebih mendetail dan implementatif.

Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Karakter Bangsa
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana merelasikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan pembangunan karakter bangsa? Teroka untuk pertanyaan ini bisa diamati melalui pengamatan para pengguna media baru, apakah para pengguna Indonesia sudah menunjukkan karakter yang baik dalam menggunakan media baru? Atau pertanyaan ini bisa lebih mendasar lagi, sudahkah bangsa ini memanfaatkan media dengan baik sebagai pembangun karakter bangsa?
Kominfo memiliki dua peran dalam hal ini, yaitu mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi agar informasi lebih mudah diakses, dikumpulkan, diolah kembali, dan didistribusikan sehingga terjadi proses komunikasi negara dengan masyarakat yang lebih baik. Peran Kominfo yang lain adalah mendidik dan meningkatkan pemahaman masyarakat atas informasi melalui literasi media, terutama untuk media baru. Bila warga negara telah cukup baik memahami media baru, proses pertukaran informasi dan komunikasi antar elemen bangsa bisa lebih baik. Pada titik inilah kita bisa menumbuhkan karakter bangsa yang lebih baik lagi, beberapa yang bisa disebut karakter yang baik antara lain, kerjasama, toleransi dan menjunjung kemanusiaan, serta berketuhanan. 

Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Dampak perkembangan teknologi dan komunikasi selalu ada dua, yaitu dampak yang diinginkan  (positif) dan yang tak diinginkan (negatif). Peran Kominfo dalam hal ini adalah bagaimana memaksimalkan dampak yang diinginkan sekaligus mengeliminir dampak yang tak diinginkan. Dampak yang dinginkan oleh kita berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi antara lain dengan semakin murah dan mudahnya mendapatkan dan mengolah informasi. Informasi juga semakin mudah disimpan, didistribusikan dan ditampilkan kembali.
Dampak yang positif juga berimbas pada institusi media di mana para pekerja informasi bisa memperoleh informasi dari berbagai sumber dan hirarki dalam produksi pesan tidak lagi kaku. Dampak positif lainnya juga berimbas kepada institusi pendidikan di mana sarana dan saluran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan semakin berlimpah. Institusi pemerintah juga merasakan dampak positif dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat semakin beragam.
Seperti halnya mata uang, sisi lain dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga bisa berdampak negatif atau tidak diinginkan. Informasi memang bisa diperoleh dengan lebih mudah dan murah, namun penegakan hak kekayaan intelektual menjadi lebih problematik, bahkan tidak lagi diindahkan sehingga banyak produsen konten yang kehilangan minat untuk memproduksi karena tidak ada imbal balik ekonomi atas karya yang dihasilkannya.
Pada institusi media, kemudahan untuk mendapatkan sumber informasi dan mengolahnya, serta produksi yang tidak lagi terlalu hirarkis membuat seringkali konten yang dihasilkan tidak terjaga kualitasnya, misalnya saja berita yang bersumber dari pergunjingan dunia maya bisa dengan mudah disiarkan oleh televisi. Hal yang sama terjadi pada institusi pemerintahan, kehadiran saluran penyampai informasi yang beragam karena perkembangan teknologi informasi dan komunikasi malah menjadi ajang mengritik berlebihan warga tanpa solusi yang memadai. Keberlimpahan sumber mendapatkan ilmu pengetahuan melalui teknologi informasi dan komunikasi di institusi pendidikan dalam beberapa hal juga tidak memberikan kemajuan yang signifikan karena konten pengetahuan yang sudah terakumulasi dan terdokumentasi tersebut tidak pernah diakses apalagi didiskusikan karena terlalu banyak secara kuantitas.

Produktivitas dan Kreativitas untuk Meningkatkan Konten Lokal
Cara meningkatkan produktivitas dan kreativitas untuk meningkatkan konten lokal sebenarnya mudah dicapai bila tingkat literasi media warga sudah memadai dan infrastruktur sudah terwujud dengan baik. Selama ini karena literasi media yang relatif belum memadai, warga Indonesia yang menggakses konten dengan menggunakan perangkat teknologi informasi dan komunikasi cenderung bersifat pasif, tidak aktif apalagi proaktif. Para pengguna atau pengakses kita cenderung hanya mengamati dan mengumpulkan informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi, bukannya dengan aktif memaknai dan memproduksi informasi baru. Selain itu warga Indonesia tidak juga menjadi pengguna yang proaktif yang mencoba memperbaiki kondisi yang ada selain aktif memproduksi informasi.
Produksi konten melalui media baru, misalnya mobile phone, menjadi lebih murah dan mudah. Fungsi telepon genggang yang utama, berkomunikasi interpersonal, diperluas melalui kemampuan berkirim pesan pendek, pemotret, dan perekam suara, yang berkoneksi dengan media baru yang lebih powerful, internet. Handphone bahkan tidak hanya memudahkan interaksi melainkan juga menegosiasikan kembali seluruh relasi sosial dan ruang publik (lihat Ling & Pedersen (Eds), 2005).
Untuk melahirkan warga sebagai pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang aktif dan proaktif, pemerintah mesti mendidik dan melatih warga negara, terutama kaum muda. Selama ini kaum muda Indonesia telah banyak menghasilkan konten lokal yang bagus, antara lain software atau aplikasi, sayangnya kemandirian tersebut belum memadai. Warga Indonesia lebih menyukai konten luar dibandingkan dengan konten lokal. Secara individual kemungkinan kaum muda Indonesia sudah memiliki kemampuan yang luar biasa namun mesti difasilitasi oleh infrastruktur yang lebih bagus dan distribusi yang lebih menjamin hak kekayaan intelektual, terutama paten dan hak cipta.
Di Amerika Serikat misalnya, sejak tahun 1998 telah memiliki Digital Millenium Copyright Act (DMCA) yang mengatur apa yang boleh dan tak boleh pada karya digital (Towers-Romero, 2009: 160). Kita mesti mengingat bahwa kontroversi atas akses informasi tak terbatas, pembajakan konten, dan peer-to-peer file sharing masih menjadi kontorversi sampai sekarang.
Konten yang tersebar di media baru, terutama internet, memang memiliki paradoksnya sendiri. Di satu sisi banyak konten kita dapatkan dengan mudah di internet, di sisi yang lain konten tersebut adalah karya yang dilindungi oleh hak cipta. Musik dibajak dengan rutin melalui internet, desain, foto, majalah, dan buku dipindai, dimanipulasi dan menjadi obyek komersialisasi yang tak menguntungkan penciptanya (Zelezny, 2011: 356).

Kesimpulan: Beberapa Saran
Tugas Kominfo agar hak warga untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi dengan memadai dapat dipilah menjadi tiga fungsi, yaitu: sebagai penyedia infrastruktur, fasilitator dan regulator. Sebagai penyedia, Kominfo menyediakan berbagai saluran informasi yang dibutuhkan oleh warga sesuai dengan amanat konstitusi kita. Fungsi ini terutama berkaitan dengan penyediaan infrastruktur, antara lain frekuensi yang tak semata-mata komersial untuk penyiaran, internet, dan telekomunikasi. Berkaitan dengan media, Kominfo dapat menyusun kebijakan pada empat area sebagai berikut: kebijakan yang berkaitan dengan kepemilikan media, konten media, penyiaran publik, dan digitalisasi (Freedman, 2008).
Digitalisasi adalah area yang bisa dikatakan paling problematik belakangan ini. Digitalisasi menyatukan telekomunikasi, penyiaran dan komputasi yang dirangkai oleh perangkat yang beragam, mobile phone, televisi, dan komputer personal. Digitalisasi kemudian mengarahkan pada konvergensi media. Konvergensi media terjadi pada dua lapisan, yaitu konten dan institusi. Efek positif dari konvergensi terutama muncul dari sudut pandang manajemen media, yaitu sumber daya yang dikelola lebih efisien dan konten yang dihasilkan lebih mungkin efektif. Efek positif konvergensi adalah kolaborasi dan koordinasi antar institusi media (Grant & Wilkinson (Eds), 2009: 9).
Efek negatifnya adalah konvergensi cenderung membawa pada konsentrasi (kepemilikan) media. Dengan demikian diperlukan kebijakan dan regulasi yang lebih terangkai dan komprehensif walau kemungkinan legislatif dan eksekutif belum dapat mewujudkannya dengan memadai (Ostergaard dalam McQuail & Siune, 1998: 95 – 101). Televisi digital di masyarakat Eropa sekalipun diatur dengan intervensi kebijakan negara yang kuat untuk mengurangi kekuatan pasar. Kebijakan televisi digital sama halnya dengan bidang penyiaran secara keseluruhan, selalu berkaitan pada dua area, yaitu konten dan infrastruktur (Di Mauro dalam Cave & Nakamura (Eds), 2006: 224).  
Fungsi sebagai fasilitator antara lain mewujud dalam berbagai pelatihan literasi media bagi warga, terutama kemampuan untuk memproduksi konten. Selama ini berbagai elemen masyarakat telah menjalankan berbagai program literasi media, pemerintah tinggal memfasilitasi pengetahuan dan para pendidiknya. Fasilitasi juga dapat dilakukan pada konten, Kominfo sangat mungkin membuat situs blog bagi warga sehingga lahir komunitas di dunia maya yang besar dan kuat,  semacam Kaskus dan Kompasiana.
Fungsi terakhir dan tak kalah penting adalah peran pemerintah sebagai regulator. Untuk media lama misalnya, pemerintah bersama Komisi Penyiaran Indonesia  adalah regulator untuk bidang penyiaran sesuai dengan regulasi yang masih berlaku, menjadi mitra bagi Komisi Informasi Publik pada bidang Keterbukaan Informasi Publik yang mendorong transparansi dalam penyelenggaraan lembaga publik, bahkan menjadi regulator utama pada bidang telekomunikasi melalui BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). Peran sebagai regulator yang berpihak kepada kepentingan warga atau publik adalah harapan bersama agar amanat konstitusi dapat terwujud dengan baik.


#######

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...