Dengan malas sama amati blog saya yang sudah sebulan lebih
tidak terisi dengan tulisan baru. Tadinya tulisan ini bakal menjadi tulisan
penyesalan atau penggalauan atau apalah yang tidak konstruktif bagi diri
sendiri, namun langsung saya batalkan karena saya sudah terlalu sering
menghasilkan tulisan semacam itu.
Beratus kalimat dan paragraf saya baca untuk mengaktifkan
kembali hasrat menulis namun belum jua didapatkan kembali. Salah satu masukan
yang bagus adalah “jadikanlah menulis sebagai sebuah kebutuhan”. Tulisan
motivasional terbaik dalam sebulan ini pun tidak meletupkan penutup sumbat
hasrat menulis saya. Saya tahu pasti bahwa menulis bukan lagi sekadar hobi bagi
saya. Menulis mestinya sudah menjadi kebutuhan, atau bahkan sebenarnya bagi
profesi saya, menulis adalah alasan untuk bertahan hidup, “survival”. Namun
ternyata masukan yang bagus ini pun belum mengena dengan tepat.
Bermacam cara telah saya tempuh untuk melepas sumbat itu, dua di antaranya adalah dengan mendengarkan kembali musik 90-an dan membaca fiksi. Di perangkat pemutar musik sudah tersimpan U2, REM, Manic Street Preachers, Travis, Third Eye Blind, Suide, dan beberapa lagi, namun sama saja, tidak berpengaruh pada hasrat yang kuat untuk menulis lagi. Biasanya bila mendengarkan lagu dari era 90-an antusiasme menulis itu bisa terpantik. Ternyata tidak.
Membaca fiksi biasanya bisa membantu saya menulis. Banyak fiksi yang saya baca, terutama novel-novel detektif, antara lain seri Hannibal yang memang sangat memukau itu, juga The Day of The Jackal yang super keren. Namun saya hanya berhenti pada membaca dan membaca, tidak pada aktivitas menulis. Saya sudah bosan menjadi audiens yang pasif, yang hanya mengakses dan memaknai pesan media tanpa memproduksi teks baru. Namun memang beberapa minggu tidak ada efek yang signifikan.
Sampai pada hari ini, di tanggal terakhir di bulan Mei. Saya hanya kesal dengan diri sendiri, masak bulan ini sama sekali tak ada tulisan apa pun? Saya bertanya dan memarahi diri sendiri.
Bila tulisan saya sampai di baris ini, berarti saya memang kembali memproduksi
tulisan “galau” yang tak jelas dan tak konstruktif. Saya mesti mengkisi apa
penyebab dalam waktu selama ini tidak menulis dengan antusias dan rutin,
tulisan hanya hadir seukuran mini, status-status Facebook tanpa didedahkan
lagi.
Menelisik diri sendiri, paling tidak ada tiga penyebab saya tidak menulis belakangan ini. Pertama, terlalu banyak yang dipikirkan dan tidak bisa memfokuskan pada satu topik yang kemudian mengerucut pelan-pelan menjadi tulisan. Karena itulah saya sangat kagum dengan seorang rekan yang berpikir satu topik dan sangat fokus, dan pada akhirnya muncul sebagai opini di harian ternama nasional.
Kedua, merasa kurang bermakna dengan hal yang ditulis. Perasaan semacam ini tidak sering muncul sebenarnya, namun bila sudah hadir di hati, rasanya berat sekali. Apalagi bila ditambah dengan pelemahan oleh orang-orang yang ada di sekitar saya, untuk apa menulis tentang musik toh tidak bisa main musik, untuk apa menulis tentang sepakbola, toh tidak pernah berolahraga sepakbola, atau lain-lain komentar yang semestinya tidak berpengaruh, namun terkadang perasaan tak bermakna memang tak bisa dipilih. Dia hadir sendiri bagi racun yang melemahkan diri.
Terakhir, dan saya sadar ini yang terpenting, satu hal yang ingin saya kerja dan selesaikan namun tidak pernah bisa berfokus terlalu lama, menulis sesuatu yang besar dan penting bagi saya. Memikirkannya saja membuat saya merasa bersalah dan tidak bisa menulis hal-hal lain yang lebih kecil dan kurang penting dibandingkan tulisan ini nantinya.
Ah, entahlah, saya hanya ingin menyelesaikan hal besar itu….Untuk sementara, paling tidak, saya tidak membiarkan blog ini kosong selama sebulan. Hal-hal lain yang lebih penting bisa dipikirkan kemudian dan tentu saja diwujudkan dalam tulisan, tulisan, dan tulisan sangat mendalam (disertasi).