Pengantar
Negara yang secara umum terdiri dari
tiga elemen, yaitu legislatif, eksekutif, dan legislatif, bertanggung-jawab
untuk memenuhi hak warga negara informasi dan berkomunikasi sesuai dengan
konstitusi. Konstitusi Indonesia sudah cukup baik mengakomodir hak warga negara
tersebut. Bagian utama yang mengatur hak warga Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945 adalah pasal 28F yang berbunyi sebagai berikut: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Peran eksekutif, pemerintah, bisa
dikatakan paling penting dalam memenuhi hak warga tersebut dan sekaligus
menjadi kewajiban pemerintah. Pemerintah menjalankan kebijakan negara sebagai
amanat rakyat dan juga menyusun regulasi untuk memenuhi hak-hak warga tersebut.
Regulasi yang mengatur pemenuhan hak untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi
tersebut telah muncul dalam berbagai perundangan dan turunannya. Pemerintah
Indonesia memenuhi kewajibannya di bidang informasi dan komunikasi melalui
Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Terdapat lima agenda penting yang
akan didiskusikan. Kelima agenda tersebut adalah sebagai berikut: pertama, pembangunan teknologi informasi
dan komunikasi serta tantangan dan ancaman pembangunan karakter bangsa (character building). Kedua, langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk me-manage dampak
pembangunan ICT terhadap budaya masyarakat. Ketiga,
cara meningkatkan produktivitas dan kreativitas untuk meningkatkan konten
lokal. Keempat, diskusi
mengenai beberapa isu strategis, khususnya tentang Konvergensi Media dan Kemandirian Teknologi. Kelima,
diskusi mengenai isu-isu strategis lain yang perlu
mendapat prioritas Kemkominfo.
Selanjutnya, diskusi mengenai kelima
agenda tersebut tidak dijabarkan secara eksplisit per pertanyaan, melainkan
dijelaskan dalam berbagai konsep yang ada.
Berbagai konsep tersebut sepintas berkaitan dengan dunia akademis namun
sebenarnya penting dipahami bagi pengambil dan pelaksana kebijakan agar implementasinya
dapat dirasakan oleh masyarakat.
Tanggung Jawab Negara
Hak warga negara atas terpenuhinya informasi dan
berkomunikasi dengan memadai telah dijamin oleh konstitusi, dengan demikian
pemenuhan hak tersebut adalah merupakan kewajiban atau tanggung-jawab negara.
Informasi penting bagi masyarakat karena menjadi dasar bagi tercapainya
kehidupan yang lebih baik. Informasi yang memadai juga penting bagi proses
komunikasi yang baik dan bermartabat.
Informasi sendiri dapat
didefinisikan sesuatu yang berguna untuk mengurangi ketidakpastian. Namun
definisi ini masih terlampau luas, untuk mendefinisikan informasi biasanya
dibedakan dengan pengetahuan. Berikut ini perbedaan antara informasi dan
pengetahuan. Pertama, keberlipatan (multiplicity),
informasi adalah potongan, terpisah, dam khusus, sementara pengetahuan adalah
terstruktur, koheren, dan universal. Kedua, aspek waktu (temporal), informasi bersifat sesaat, transisi, dan mudah hilang,
sementara pengetahuan dapat bertahan lama dan ekspansif. Ketiga, keruangan (spatial), informasi mengalir memenuhi
ruang, sementara pengetahuan tersimpan, lokasinya spesifik, dan “memenuhi”
ruang (Sholle dalam Jenkins & Thorburn (Eds), 2003: 347).
Pelaksanaan tanggung-jawab negara
ini dijalankan oleh tiga elemen negara, yaitu legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Ketiga elemen ini saling “mengecek” dan menyeimbangkan kekuasaan
dengan menjalankan fungsi yang berbeda (Burns, Peltason, Cronin & Magleby,
2001: 23). Legislatif menyusun kebijakan dan regulasi yang baik agar amanat
konstitusi untuk memenuhi hak warga atas informasi dan komunikasi dapat
terpenuhi. Legislatif juga memantau pelaksanaan kebijakan dan regulasi oleh
eksekutif dan membentuk atau memfasilitasi regulator di bidang informasi dan
komunikasi sebagai mitra pemerintah. Yudikatif mengawasi dan menjadi wasit bagi
implementasi regulasi. Terakhir, dan kemungkinan yang terpenting karena
berkaitan secara langsung dengan kehidupan warga, adalah eksekutif atau
pemerintah. Pemerintah menyusun dan menjalankan regulasi demi melindungi
kepentingan publik dan memenuhi hak warga negara.
Hak Warga atas Informasi dan
Berkomunikasi
Sebelum mendalami hak warga, ada
baiknya kita memahami beberapa definisi mengenai sekelompok orang yang diamati
untuk tujuan tertentu. Konsep yang berkaitan dengan orang yang berkumpul ini
dapat memiliki berbagai nama, misalnya saja publik, konsumen, komunitas dan
warga. Publik bisa didefinisikan sebagai sekelompok orang yang berposisi terhadap
sebuah isu. Isu adalah permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan orang
banyak dan mengundang kontroversi. Posisi terhadap isu sendiri paling tidak
terdiri dari tiga, yaitu pro, kontra, dan netral. Sementara itu konsumen
didefinisikan sebagai sekelompok orang dengan relasi kepentingan tertentu,
terutama berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Warga tidak secara langsung
dikaitkan dengan kepentingan ekonomi melainkan lebih pada kepentingan politik
dan sosial. Terakhir, komunitas, yaitu sekumpulan orang dengan relasi terutama
untuk kepentingan sosial dan kultural. Konsumen berkaitan erat dengan aktivitas
pasar, komunitas terutama berada pada wilayah masyarakat, sementara warga
berkaitan dengan aktivitas negara.
Pertanyaan yang paling penting
adalah bagaimana warga negara mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan
memadai? Di dalam konstitusi kita juga sudah disebutkan bahwa warga negara
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Tugas negara adalah menyediakan segala jenis saluran yang tersedia agar
informasi bisa didapatkan dengan relatif mudah. Saluran yang dimaksud di sini
adalah sarana, wahana dan perangkat di
mana informasi diperoleh oleh warga. Perangkat untuk mengolah dan menyampaikan
informasi tersebut disebut teknologi informasi dan komunikasi.
Akses pada informasi sendiri terdiri
dari dua dimensi utama, yaitu akses teknologi dan akses pada konten. Akses pada
teknologi terdiri dari dua aspek, yaitu akses fisikal dan akses sistem,
sementara akses pada konten terdiri pula dari dua aspek, yaitu akses sosial dan
akses kognitif. Sedangkan level analisis dari akses juga terdiri dari dua,
yaitu individual dan agregat (kumpulan) (Bucy & Newhagen (Ed), 2004: 7 -
14).
Kemampuan atas akses dan berbagai
informasi yang memadai dapat berkontribusi bagi proses pembangunan dengan
meningkatkan efisiensi, efektivitas, jangkauan, dan ekuitas (Hudson dalam
Lievrouw & Livingstone (Eds), 2006: 310). Efisiensi adalah rasio dari
output terhadap biaya, misalnya saja ketersediaan informasi dapat mendorong
pembiayaan bidang pertanian yang lebih murah. Efektivitas adalah kualitas dari
produk dan layanan, misalnya saja informasi mendorong peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan. Jangkauan adalah kemampuan informasi untuk menjangkau
pengguna baru, misalnya saja pengusaha kecil memperluas jaringan pemasarannya
bagi pasar global. Sementara itu ekuitas berarti informasi semakin
terdistribusi dengan baik pada seluruh elemen masyarakat, misalnya saja pada
daerah terpencil atau kelompok minoritas.
Literasi Media Warga
Teknologi informasi dan komunikasi
termanifestasi dalam dua fungsi, yaitu individual dan institusional. Fungsi
yang individual adalah wujud dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi
yang digunakan secara perorangan, misalnya saja mobile phone dan setiap jenis media (jejaring) sosial melalui
internet. Sementara itu dalam fungsinya secara institusional, teknologi
informasi dan komunikasi mewujud dalam bentuk media.
Literasi media didefinisikan sebagai
seperangkat perspektif yang secara aktif kita gunakan ketika diri kita
mengakses media utuk mengintepretasi makna dari pesan yang kita terima. Kita
membangun perspektif dalam diri melalui struktur pengetahuan. Untuk membangun
struktur pengetahuan, kita memerlukan perangkat dan materi mentah. Perangkat
tersebut adalah kemampuan atau kecakapan kita. Materi mentah adalah informasi
dari media dan dari dunia sosial di sekitar kita. Penggunaan yang aktif berarti
kita mengetahui pesan dan dengan sadar berinteraksi dengan pesan tersebut
(Potter, 2005: 22).
Di era informasi sekarang ini,
selain informasi menjadi sumber daya terpenting, teknologi informasi dan
komunikasi memperkuat kapasitas media lama (cetak, audio, audio-visual, dan
penyiaran) dalam hal produksi, penyimpanan, distribusi, dan tampilan pesan (kumpulan
informasi yang telah diolah), serta menghasilkan beragam jenis media baru,
yaitu mobile phone, internet, dan
game.
Game misalnya, menjadi jenis media
baru yang penetrasinya paling kuat di anak muda. Secara mudah hal ini bisa kita
amati melalui maraknya kehadiran game
center. Game sendiri terdiri dari dua macam, game offline yang biasanya dimainkan di komputer personal dan konsol
yang tak terkoneksi dengan internet. Jenis kedua dari game adalah game online yang kini sangat cepat
perkembangannya, yang sayangnya kurang diperhatikan. Jenis game online yang dimainkan bersamaan oleh
sangat banyak orang disebut Massively
Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPGs). Salah satunya yang paling
populer adalah World of Warcraft yang
memiliki pemain sembilan juta orang di seluruh dunia dan sekitar sepuluh ribu
orang mungkin bermain pada saat yang bersamaan (Straubhaar, LaRose &
Davenport, 2012: 266).
Kemampuan individu warga negara
inilah yang disebut sebagai literasi media warga negara, yaitu kemampuan untuk
mengolah informasi dari berbagai media dan menggunakan perangkat teknologi
informasi dan komunikasi. Literasi media pada akhirnya berkaitan dengan hak
berkomunikasi warga negara yang didorong oleh masyarakat sipil global untuk
memberikan hak pada warga memiliki medianya sendiri, yang dikenal dengan nama
media komunitas dan media publik. Gerakan ini bahkan sudah dimulai sejak dekade
1970-an dan digagas oleh UNESCO (lihat Howley (ed), 2010: 6 – 7). Pada
akhirnya, literasi media yang baik akan menjadikan informasi berguna bagi
kehidupan warga negara. Literasi media melekat erat dengan hak warga untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi sehingga Kominfo perlu menjabarkannya
lebih mendetail dan implementatif.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
dan Karakter Bangsa
Pertanyaan selanjutnya adalah
bagaimana merelasikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan
pembangunan karakter bangsa? Teroka untuk pertanyaan ini bisa diamati melalui
pengamatan para pengguna media baru, apakah para pengguna Indonesia sudah
menunjukkan karakter yang baik dalam menggunakan media baru? Atau pertanyaan
ini bisa lebih mendasar lagi, sudahkah bangsa ini memanfaatkan media dengan
baik sebagai pembangun karakter bangsa?
Kominfo memiliki dua peran dalam hal
ini, yaitu mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi agar informasi
lebih mudah diakses, dikumpulkan, diolah kembali, dan didistribusikan sehingga
terjadi proses komunikasi negara dengan masyarakat yang lebih baik. Peran
Kominfo yang lain adalah mendidik dan meningkatkan pemahaman masyarakat atas
informasi melalui literasi media, terutama untuk media baru. Bila warga negara
telah cukup baik memahami media baru, proses pertukaran informasi dan
komunikasi antar elemen bangsa bisa lebih baik. Pada titik inilah kita bisa
menumbuhkan karakter bangsa yang lebih baik lagi, beberapa yang bisa disebut
karakter yang baik antara lain, kerjasama, toleransi dan menjunjung
kemanusiaan, serta berketuhanan.
Dampak Perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
Dampak perkembangan teknologi dan
komunikasi selalu ada dua, yaitu dampak yang diinginkan (positif) dan yang tak diinginkan (negatif).
Peran Kominfo dalam hal ini adalah bagaimana memaksimalkan dampak yang
diinginkan sekaligus mengeliminir dampak yang tak diinginkan. Dampak yang
dinginkan oleh kita berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi antara lain dengan semakin murah dan mudahnya mendapatkan dan
mengolah informasi. Informasi juga semakin mudah disimpan, didistribusikan dan
ditampilkan kembali.
Dampak yang positif juga berimbas
pada institusi media di mana para pekerja informasi bisa memperoleh informasi
dari berbagai sumber dan hirarki dalam produksi pesan tidak lagi kaku. Dampak
positif lainnya juga berimbas kepada institusi pendidikan di mana sarana dan
saluran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan semakin berlimpah. Institusi
pemerintah juga merasakan dampak positif dari perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat
semakin beragam.
Seperti halnya mata uang, sisi lain
dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga bisa berdampak
negatif atau tidak diinginkan. Informasi memang bisa diperoleh dengan lebih
mudah dan murah, namun penegakan hak kekayaan intelektual menjadi lebih
problematik, bahkan tidak lagi diindahkan sehingga banyak produsen konten yang
kehilangan minat untuk memproduksi karena tidak ada imbal balik ekonomi atas
karya yang dihasilkannya.
Pada institusi media, kemudahan
untuk mendapatkan sumber informasi dan mengolahnya, serta produksi yang tidak
lagi terlalu hirarkis membuat seringkali konten yang dihasilkan tidak terjaga
kualitasnya, misalnya saja berita yang bersumber dari pergunjingan dunia maya
bisa dengan mudah disiarkan oleh televisi. Hal yang sama terjadi pada institusi
pemerintahan, kehadiran saluran penyampai informasi yang beragam karena
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi malah menjadi ajang mengritik
berlebihan warga tanpa solusi yang memadai. Keberlimpahan sumber mendapatkan
ilmu pengetahuan melalui teknologi informasi dan komunikasi di institusi
pendidikan dalam beberapa hal juga tidak memberikan kemajuan yang signifikan
karena konten pengetahuan yang sudah terakumulasi dan terdokumentasi tersebut
tidak pernah diakses apalagi didiskusikan karena terlalu banyak secara
kuantitas.
Produktivitas dan Kreativitas untuk
Meningkatkan Konten Lokal
Cara meningkatkan produktivitas dan
kreativitas untuk meningkatkan konten lokal sebenarnya mudah dicapai bila
tingkat literasi media warga sudah memadai dan infrastruktur sudah terwujud
dengan baik. Selama ini karena literasi media yang relatif belum memadai, warga
Indonesia yang menggakses konten dengan menggunakan perangkat teknologi
informasi dan komunikasi cenderung bersifat pasif, tidak aktif apalagi
proaktif. Para pengguna atau pengakses kita cenderung hanya mengamati dan
mengumpulkan informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi, bukannya
dengan aktif memaknai dan memproduksi informasi baru. Selain itu warga
Indonesia tidak juga menjadi pengguna yang proaktif yang mencoba memperbaiki
kondisi yang ada selain aktif memproduksi informasi.
Produksi konten melalui media baru,
misalnya mobile phone, menjadi lebih
murah dan mudah. Fungsi telepon genggang yang utama, berkomunikasi
interpersonal, diperluas melalui kemampuan berkirim pesan pendek, pemotret, dan
perekam suara, yang berkoneksi dengan media baru yang lebih powerful, internet. Handphone bahkan
tidak hanya memudahkan interaksi melainkan juga menegosiasikan kembali seluruh
relasi sosial dan ruang publik (lihat Ling & Pedersen (Eds), 2005).
Untuk melahirkan warga sebagai
pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang aktif dan proaktif, pemerintah
mesti mendidik dan melatih warga negara, terutama kaum muda. Selama ini kaum
muda Indonesia telah banyak menghasilkan konten lokal yang bagus, antara lain software atau aplikasi, sayangnya
kemandirian tersebut belum memadai. Warga Indonesia lebih menyukai konten luar
dibandingkan dengan konten lokal. Secara individual kemungkinan kaum muda
Indonesia sudah memiliki kemampuan yang luar biasa namun mesti difasilitasi oleh
infrastruktur yang lebih bagus dan distribusi yang lebih menjamin hak kekayaan
intelektual, terutama paten dan hak cipta.
Di Amerika Serikat misalnya, sejak
tahun 1998 telah memiliki Digital Millenium Copyright Act (DMCA) yang mengatur
apa yang boleh dan tak boleh pada karya digital (Towers-Romero, 2009: 160).
Kita mesti mengingat bahwa kontroversi atas akses informasi tak terbatas,
pembajakan konten, dan peer-to-peer file
sharing masih menjadi kontorversi sampai sekarang.
Konten yang tersebar di media baru,
terutama internet, memang memiliki paradoksnya sendiri. Di satu sisi banyak
konten kita dapatkan dengan mudah di internet, di sisi yang lain konten
tersebut adalah karya yang dilindungi oleh hak cipta. Musik dibajak dengan
rutin melalui internet, desain, foto, majalah, dan buku dipindai, dimanipulasi
dan menjadi obyek komersialisasi yang tak menguntungkan penciptanya (Zelezny,
2011: 356).
Kesimpulan: Beberapa Saran
Tugas Kominfo agar hak warga untuk
berkomunikasi dan mendapatkan informasi dengan memadai dapat dipilah menjadi
tiga fungsi, yaitu: sebagai penyedia infrastruktur, fasilitator dan regulator.
Sebagai penyedia, Kominfo menyediakan berbagai saluran informasi yang
dibutuhkan oleh warga sesuai dengan amanat konstitusi kita. Fungsi ini terutama
berkaitan dengan penyediaan infrastruktur, antara lain frekuensi yang tak
semata-mata komersial untuk penyiaran, internet, dan telekomunikasi. Berkaitan
dengan media, Kominfo dapat menyusun kebijakan pada empat area sebagai berikut:
kebijakan yang berkaitan dengan kepemilikan media, konten media, penyiaran
publik, dan digitalisasi (Freedman, 2008).
Digitalisasi adalah area yang bisa
dikatakan paling problematik belakangan ini. Digitalisasi menyatukan
telekomunikasi, penyiaran dan komputasi yang dirangkai oleh perangkat yang
beragam, mobile phone, televisi, dan
komputer personal. Digitalisasi kemudian mengarahkan pada konvergensi media.
Konvergensi media terjadi pada dua lapisan, yaitu konten dan institusi. Efek
positif dari konvergensi terutama muncul dari sudut pandang manajemen media,
yaitu sumber daya yang dikelola lebih efisien dan konten yang dihasilkan lebih
mungkin efektif. Efek positif konvergensi adalah kolaborasi dan koordinasi
antar institusi media (Grant & Wilkinson (Eds), 2009: 9).
Efek negatifnya adalah konvergensi
cenderung membawa pada konsentrasi (kepemilikan) media. Dengan demikian
diperlukan kebijakan dan regulasi yang lebih terangkai dan komprehensif walau
kemungkinan legislatif dan eksekutif belum dapat mewujudkannya dengan memadai
(Ostergaard dalam McQuail & Siune, 1998: 95 – 101). Televisi digital di
masyarakat Eropa sekalipun diatur dengan intervensi kebijakan negara yang kuat
untuk mengurangi kekuatan pasar. Kebijakan televisi digital sama halnya dengan
bidang penyiaran secara keseluruhan, selalu berkaitan pada dua area, yaitu
konten dan infrastruktur (Di Mauro dalam Cave & Nakamura (Eds), 2006: 224).
Fungsi sebagai fasilitator antara
lain mewujud dalam berbagai pelatihan literasi media bagi warga, terutama
kemampuan untuk memproduksi konten. Selama ini berbagai elemen masyarakat telah
menjalankan berbagai program literasi media, pemerintah tinggal memfasilitasi
pengetahuan dan para pendidiknya. Fasilitasi juga dapat dilakukan pada konten,
Kominfo sangat mungkin membuat situs blog bagi warga sehingga lahir komunitas
di dunia maya yang besar dan kuat,
semacam Kaskus dan Kompasiana.
Fungsi terakhir dan tak kalah
penting adalah peran pemerintah sebagai regulator. Untuk media lama misalnya,
pemerintah bersama Komisi Penyiaran Indonesia
adalah regulator untuk bidang penyiaran sesuai dengan regulasi yang
masih berlaku, menjadi mitra bagi Komisi Informasi Publik pada bidang
Keterbukaan Informasi Publik yang mendorong transparansi dalam penyelenggaraan
lembaga publik, bahkan menjadi regulator utama pada bidang telekomunikasi
melalui BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). Peran sebagai regulator
yang berpihak kepada kepentingan warga atau publik adalah harapan bersama agar
amanat konstitusi dapat terwujud dengan baik.
#######