Dewa - Bintang Lima (2000) |
Tulisan ini
hadir ketika sebuah lagu indah dan rancak mengalun nyaris secara tak sengaja
ketika saya memilih playlist berisi
lagu-lagu Indonesia. Lagu yang bila didengar saat ini membenturkan adagium
bahwa “pengarang telah mati”. Mendengarkan lagu ini muncul semacam perasaan
ambingu antara senang mendengarnya dan agak sebal pada produsen konten utamanya
yang kini berpolitik kasar dan anti keberagaman.
Lagu ini adalah “Hidup adalah Perjuangan” dari album masterpiece Dewa tahun 2000, Bintang Lima. Album sangat bagus yang selalu enak didengar walau selalu ada “perasaan bersalah yang nikmat” setiap mendengarkan album ini dan semua album Dewa yang lain, terutama sejak tahun 2014.
Lagu ini adalah “Hidup adalah Perjuangan” dari album masterpiece Dewa tahun 2000, Bintang Lima. Album sangat bagus yang selalu enak didengar walau selalu ada “perasaan bersalah yang nikmat” setiap mendengarkan album ini dan semua album Dewa yang lain, terutama sejak tahun 2014.
Baru sekitar
seminggu yang lalu saya bertanya di kelas, acara yang oke banget bernama “31
Hari Menulis” kok lama tak terdengar ya? Tetiba saja kemarin saya mendapatkan
satu tawaran menulis di “pertarungan” ini. Tentu saja saya bersedia karena
kompetisi sengit ini bagus, bahkan mengalahkan kesengitan liga Inggris saat
ini, dan juga ada kesesuaian yang tinggi dengan kurikulum baru yang baru saja
dirilis oleh departemen kita tercinta.
Sesungguhnya
menulis adalah aktivitas mendasar di ilmu kita ini. Aktivitas mendasar sebelum
memproduksi konten yang lain berdasarkan formatnya setelah cetak, audio,
visual, audio visual, juga multimedia. Menulis singkat seperti yang dilakukan
38 “pendekar” di kompetisi ini adalah awal untuk menulis yang lebih rumit dan
mendalam.
Berdasarkan
lokusnya, tulisan ada di dua kutub besar, yaitu tulisan faktual dan tulisan imajinatif.
Tulisan faktual adalah upaya menyampaikan realitas. Tulisan faktual menjadi
elemen utama dari jurnalisme dan kegiatan kehumasan, walau dengan ketentuan dan
prosedur yang berbeda.
Sementara itu
tulisan imajinatif adalah kutub yang lain, mulai dari wilayah yang disebut
penulisan kreatif sampai dengan tulisan fiksi murni. Di dalam peminatan media
entertainment dan periklanan, tulisan imajinatif adalah elemen yang utama walau
berangkat dari strategi dan tujuan yang berbeda di antara keduanya.
Kegiatan 31
Hari Menulis yang positif ini juga mengombinasikan kegiatan di kelas, di mana
kurikulum menjadi acuan utamanya, dan kegiatan komunitas sesama mahasiswa atau
pembelajar.
Melalui
kegiatan menulis bersama ini, selain berkompetisi dengan bergembira, kegiatan
ini juga akan menjadikan pembelajar saling memberi informasi tentang
kepenulisan dan tentang beragam topik, bahkan memberi informasi tentang rekan
lain yang mungkin berbeda dengan yang selama ini kita kenal. Ada pembelajar
yang bercerita pada saya bahwa dia baru mengetahui rekannya sebagai penulis
tentang film yang bagus setelah membaca tulisan-tulisan rekannya di blog.
Melalui
kompetisi yang asyik ini tiap pesertanya juga akan saling membantu dengan
mencerahkan satu sama lain, antara lain melalui beragamnya topik dan juga
teknis menulis. Tiap orang akan saling belajar dari rekannya mengenai topik
yang dipilih, sudut pandang yang diambil, bahkan dengan pilihan-pilihan kata
untuk membangun argumen.
Banyak cara
untuk rajin menulis dan juga menulis dengan baik. Cara pertama adalah dengan membaca
karya orang lain. Mulai dari karya teman-teman sendiri, antara lain para
pendekar, eh…penulis di 31 Hari
Menulis ini, sampai dengan membaca karya-karya penulis terkenal, mulai dari
Ahmad Dhani sampai Bono, mulai dari Tere Liye sampai Harumi Murakami.
Selain itu
terus memperbanyak kosa kata dan memahami penggunaannya dengan tepat, juga
menjadi cara yang penting untuk diasah terus-menerus.
Cara
terakhir, dan mungkin yang terpenting
adalah menulislah dengan terus menggerakkan jari, menulis tangan di kertas
ataupun “menarikan” jari di atas keyboard secara rutin walaupun untuk kontinyu,
terus menerus, itu berat.
Menulis pada
satu sisi adalah aktivitas yang berat. Karena itulah menulis harus dibiasakan,
sebab menulis adalah perjuangan tanpa henti-henti, sepanjang waktu. Ada kala
suatu hari kita merasa bisa menulis, di hari lain bisa jadi macet sama sekali
tak menuliskan apa-apa.
Karena itu
menulislah mulai hari ini, bila perlu tidak hanya 31 hari melainkan 100 bahkan
sampai 1000 hari bila perlu, karena kita bisa terus menulis rutin karena sudah
menjadi kebiasan.
Untuk ke-38
petarung yang akan menantang bang Wiro, selamat bertarung dengan antusias
sambil merayakan asyiknya menulis. Gunakan jurus-jurus mengolah kata dengan
sebaik-baiknya agar kita sama-sama jadi sakti mandraguna.
#####