Semacam teks sejenis kasih sayang
Menelusuri Mu tak jua bertemu
Usai sesal bertanya pada konteks: tiada yang berdiri sendiri dengan independen
Laju gugat berkontemplasi untuk ruang: jarak usang memilah kita
Memindai masa yang baru saja berlalu, Mu apakah suatu pilihan antara hujan sepanjang waktu atau hati kering tak tentu?
Jawabannya bisa saja pada jutaan pesan namun nir makna
Semacam benih terus mencari Mu yang tak bersemayam pada teks dalam-dalam
Senin, 02 Desember 2013
Jumat, 22 November 2013
Nudia Suipi 5
Siapa sang pembawa pesan bila yang ada hanya sadap dan suap?
Satu hari berlalu lagi dan hanya senja yang biasa
Penuh banalitas dan nihil substansi
Siapa sang pemakna teks hingga hidup jadi tak berjiwa?
Tak mungkin hanya salah satunya: narasi, komoditas, atau daftar keinginan
Hampir pasti semuanya, biasa saja
Satu hari berlalu lagi dan hanya senja yang biasa
Penuh banalitas dan nihil substansi
Siapa sang pemakna teks hingga hidup jadi tak berjiwa?
Tak mungkin hanya salah satunya: narasi, komoditas, atau daftar keinginan
Hampir pasti semuanya, biasa saja
Senin, 14 Oktober 2013
Nine Inch Nails – Hesitation Marks (Deluxe Edition) (2013)
Nine Inch Nails - Hesitation Marks (2013) |
Album terkini dari Nine Inch Nails ini adalah album terbaik yang sedang saya dengarkan belakangan ini. Sederhana saja indikatornya, saya tidak bisa melepaskan pemutar mp3 dan player CD dengan memutarkan album ini terus menerus. Hampir tanpa henti. Mungkin sudah lebih dari tiga puluh kali saya mendengarkan album ini dalam waktu semingggu. Indikator kedua adalah saya jadi tertarik kembali mendengarkan semua album mereka. Album ini mirip dengan album mereka pada tahun 1999, The Fragile. Double album yang penuh tekstur dan bikin merinding. Pada tahun 1999 itu saya tak bisa membeli albumnya karena tak memiliki uang yang cukup. Jadi saya tak bisa mengaksesnya pada kesempatan pertama dan saya baru mendengarkannya utuh penuh bertahun-tahun kemudian, yang tentu saja memberikan impresi yang berbeda bila kita mendengarkan album tak lama setelah dirilis.
Pemuka Nine Inch Nails adalah Trent Reznor, yang oleh majalah Time pada tahun 2000 dianggap sebagai pemusik paling berpengaruh di dekade 1990-an. Artikel itu juga menuliskan bila film The X-Files adalah film seri paling berpengaruh pada dekade yang sama. Sejak itu nama Trent Reznor selalu saya ikuti, namun hanya lagu Perfect Drug dan Deep yang saya ikuti intensi karena hadir sebagai pengisi OST dua film. Seluruh album Nine Inch Nails baru saya dengarkan ketika sudah memiliki dana cukup sekitar pertengahan dekade 2000-an.
Album ini masih ada pada tingkat kemarahan yang saya dengan album-album Nine Inch Nails sebelumnya, kecuali album yang agak "manis", With Teeth, yang dirilis pada tahun 2005. Walau begitu, semua lagu di album ini tak terlalu bising dan segera bisa dinikmati padahal memang "kebisingan" adalah inti dari musik Nine Inch Nail sejak awal. Setelah dibuka dengan instrumental pendek, The Eater of Dreams, album ini menghentak dengan Copy of A yang mempertanyakan originalitas, termasuk originalitas diri sendiri. Sesungguhnya di bawah sinar matahari tak ada lagi yang benar-benar baru, semuanya salinan dari salinan yang lain.
Alienasi dan rupa-rupa kontrol rupanya menjadi perhatian di album ini, seperti biasanya, hal ini terlihat pada lagu Came Back Haunted. Isu yang mirip muncul di lagu Disappointed di mana muncul pesan kita tak perlu berharap apa-apa karena kekecewaan past datang. Namun tentu saja tidak untul album ini. Pendengar tak akan kecewa sama sekali, malah berpikir mendalam mengapa musik yang keras bisa begitu indah, mengapa lirik yang kelam bisa begitu mengundang optimisme bahwa hidup selalu layak untuk diperjuangkan.
Pemuka Nine Inch Nails adalah Trent Reznor, yang oleh majalah Time pada tahun 2000 dianggap sebagai pemusik paling berpengaruh di dekade 1990-an. Artikel itu juga menuliskan bila film The X-Files adalah film seri paling berpengaruh pada dekade yang sama. Sejak itu nama Trent Reznor selalu saya ikuti, namun hanya lagu Perfect Drug dan Deep yang saya ikuti intensi karena hadir sebagai pengisi OST dua film. Seluruh album Nine Inch Nails baru saya dengarkan ketika sudah memiliki dana cukup sekitar pertengahan dekade 2000-an.
Album ini masih ada pada tingkat kemarahan yang saya dengan album-album Nine Inch Nails sebelumnya, kecuali album yang agak "manis", With Teeth, yang dirilis pada tahun 2005. Walau begitu, semua lagu di album ini tak terlalu bising dan segera bisa dinikmati padahal memang "kebisingan" adalah inti dari musik Nine Inch Nail sejak awal. Setelah dibuka dengan instrumental pendek, The Eater of Dreams, album ini menghentak dengan Copy of A yang mempertanyakan originalitas, termasuk originalitas diri sendiri. Sesungguhnya di bawah sinar matahari tak ada lagi yang benar-benar baru, semuanya salinan dari salinan yang lain.
Alienasi dan rupa-rupa kontrol rupanya menjadi perhatian di album ini, seperti biasanya, hal ini terlihat pada lagu Came Back Haunted. Isu yang mirip muncul di lagu Disappointed di mana muncul pesan kita tak perlu berharap apa-apa karena kekecewaan past datang. Namun tentu saja tidak untul album ini. Pendengar tak akan kecewa sama sekali, malah berpikir mendalam mengapa musik yang keras bisa begitu indah, mengapa lirik yang kelam bisa begitu mengundang optimisme bahwa hidup selalu layak untuk diperjuangkan.
Daftar lagu:
CD 1
1. The Eater of Dreams
2. Copy of A
3. Came Back Haunted
4. Find My Way
5. All Time Low
6. Disappointed
7. Everything
8. Satellite
9. Various Methods of Escape
10. Running
11. I
Would for You
12. In
Two
13. While
I'm Still Here
14. Black
Noise
CD 2
1. Find My Way (Oneohtrix Point Never Remix)
2. All Time Low (Todd Rundgren Remix)
3. While I'm Still Here (Breyer P-Orridge 'Howler' Remix)
Manic Street Preachers – Rewind the Film (Deluxe Edition) (2013)
Manic Street Preachers - Rewind the Film (2013) |
Hanya ada tiga produsen teks media musik populer yang menurut saya konsisten menelurkan karya berbentuk album yang selalu bagus. Ketiganya adalah Manic Street Preachers, Nine Inch Nails, dan Sonic Youth. Dua produsen teks pertama baru saja merilis album, sementara Sonic Youth dalam jangka waktu dekat ini belum beraktivitas setelah mereka "memisahkan" diri pada tahun 2011. Sebagai sebuah unit produsen teks mereka saling melengkapi. Bagaimana pun juga sebuah band adalah kumpulan orang yang berkarya bersama.
Hal yang unik pada album ini adalah sepertinya mereka tak terlalu "percaya diri" menyanyikan berbagai lagu sendiri. Mereka mengundang beberapa musisi lain untuk berduet, yang paling mengasyikkan tentu saja dalam lagu "Rewind the Film" yang berkolaborasi dengan mantan personel band 1990-an besar lainnya, Pulp, Richard Hawley. Hal yang mengejutkan adalah mereka tak jadi mengajak Morrissey untuk berduet dalam lagu "3 Ways to See Despair". Sayang sekali, karena bila terwujud, kemungkinan lagu ini menjadi lagu yang membahana para pecinta musik. Nicky Wire menyatakan bahwa mereka tidak jadi mengajak Morrissey karena takut ditolak.
Saya juga setuju dengan beberapa pengamat yang mengatakan bahwa album ini termasuk album yang bagus karena isinya variatif dan seperti Manic yang sesungguhnya, enak didengar sekaligus mengajak berpikir. Walau begitu, album ini bukanlah standar album terbaik mereka, seperti misalnya album "This is My Truth Tell Me Yours" dan "Know Your Enemy". Sisi politis dari lirik lagu masih terlihat di lagu "30-Year War" yang mengritik masa pemerintahan Margareth Thatcher karena menyingkirkan kaum pekerja. Sisi reflektif teramati pada lagu "(I Miss the) Tokyo Skyline" di mana si diri dalam lagu selalu merasa ada yang tak terlengkapi secara eksistensial. Lagu ini benar-benar mengingatkan saya pada film "Lost in Translation" yang juga bersetting dan mengangkat isu yang mirip.
Hal yang unik pada album ini adalah sepertinya mereka tak terlalu "percaya diri" menyanyikan berbagai lagu sendiri. Mereka mengundang beberapa musisi lain untuk berduet, yang paling mengasyikkan tentu saja dalam lagu "Rewind the Film" yang berkolaborasi dengan mantan personel band 1990-an besar lainnya, Pulp, Richard Hawley. Hal yang mengejutkan adalah mereka tak jadi mengajak Morrissey untuk berduet dalam lagu "3 Ways to See Despair". Sayang sekali, karena bila terwujud, kemungkinan lagu ini menjadi lagu yang membahana para pecinta musik. Nicky Wire menyatakan bahwa mereka tidak jadi mengajak Morrissey karena takut ditolak.
Saya juga setuju dengan beberapa pengamat yang mengatakan bahwa album ini termasuk album yang bagus karena isinya variatif dan seperti Manic yang sesungguhnya, enak didengar sekaligus mengajak berpikir. Walau begitu, album ini bukanlah standar album terbaik mereka, seperti misalnya album "This is My Truth Tell Me Yours" dan "Know Your Enemy". Sisi politis dari lirik lagu masih terlihat di lagu "30-Year War" yang mengritik masa pemerintahan Margareth Thatcher karena menyingkirkan kaum pekerja. Sisi reflektif teramati pada lagu "(I Miss the) Tokyo Skyline" di mana si diri dalam lagu selalu merasa ada yang tak terlengkapi secara eksistensial. Lagu ini benar-benar mengingatkan saya pada film "Lost in Translation" yang juga bersetting dan mengangkat isu yang mirip.
Daftar lagu:
1. This Sullen Welsh Heart (feat. Lucy Rose)
2. Show Me the Wonder
3. Rewind the Film (feat. Richard Hawley)
4. Builder of Routines
5. 4 Lonely Roads (feat. Cate Le Bon)
6. (I Miss the) Tokyo Skyline
7. Anthem for A Lost Cause
8. As Holy As the Soil (That Buries Your Skin)
9. 3 Ways to See Despair
10. Running
Out of Fantasy
11. Manorbier
12. 30-Year
War
13. This
Sullen Welsh Heart (Demo)
14. Show
Me the Wonder (Demo)
15. Rewind
the Film (Demo)
16. Builder
of Routines (Demo)
17. 4
Lonely Roads (Demo)
18. (I
Miss the) Tokyo Skyline (Demo)
19. Anthem
for A Lost Cause (Demo)
20. As
Holy As the Soil (That Buries Your Skin) (Demo)
21. 3
Ways to See Despair (Demo)
22. Running
Out of Fantasy (Demo)
23. Manorbier
(Demo)
24. 30-Year
War (Demo)
25. A
Design for Life (Live at the O2)
26. Empty
Souls (Live at the O2)
27. (It’s
Not War) Just the End of Love (Live at the O2)
28. From Despair to Where (Live at the O2)
OST – In the Name of the Father (1993)
OST - In the Name of the Father (1993) |
Satu album lagi yang saya dapatkan dari itunes. Album ini mengingatkan betapa berjayanya kloter penyanyi Irlandia pada dekade 1990, terutama U2 dan Sinead O'Connor. U2 tidak hanya merilis album terbaiknya sejauh ini pada dekade tersebut, namun sebagai sebuah unit produsen teks, mereka begitu produktif. Pada dekade 1990-an, selain merilis album-album berkelas, para personel U2 juga aktif merilis berbagai proyek kekaryaan. Misalnya saja OST Pasengers, soundtrack untuk film-film imajiner dan juga mengisi OST Batman Forever dan Mission Imposible. Di album ini Bono berkolaborasi dengan Gavin Friday, musikus sekaligus "anggota" bayangan U2 sejak lama. Mereka juga menciptakan lagu "Goldeneye" yang dinyanyikan oleh Tina Turner untuk franchise film James Bond tersebut.
Sebagai teks yang berelasi dengan teks utamanya, interteks, album ini sangat mengambarkan apa yang terjadi di filmnya. Pilihan lagu yang disesuaikan dengan kondisi pada jaman yang tertuang di fim menunjukkan bentuk spasialisasi yang kuat. Score yang diproduksi oleh Trevor Jones juga dengan kuat mendeskripsikan berbagai adegan di filmnya.
Sebagai teks yang berelasi dengan teks utamanya, interteks, album ini sangat mengambarkan apa yang terjadi di filmnya. Pilihan lagu yang disesuaikan dengan kondisi pada jaman yang tertuang di fim menunjukkan bentuk spasialisasi yang kuat. Score yang diproduksi oleh Trevor Jones juga dengan kuat mendeskripsikan berbagai adegan di filmnya.
Daftar lagu
1. Bono and Gavin Friday – In the Name of the
Father
2. The Jimi Hendrix Experience –Voodoo Child
(Slight Return)
3. Bono and Gavin Friday – Billy Boola
4. The Kinks - Dedicated Follower of Fashion
5. Trevor Jones – Interrogation
6. Bob Marley and the Wailers – Is This Love (Horns
Mix)
7. Trevor Jones – Walking the Circle
8. Thin Lizzy – Whisky in the Jar (Full Length
Version)
9. Trevor Jones – Passage of Time
10. Sinéad O'Connor – You Made Me the Thief of Your Heart
Selasa, 08 Oktober 2013
Berburu Album-album Langka
Sejak memutuskan musik rekaman sebagai jenis (pesan) media
yang paling intens saya akses pada awal tahun 1990-an, cukup banyak album yang
belum saya miliki, terutama dimiliki secara digital. Ketika saya bisa mengakses
itunes sekitar lima bulan lalu, seperti orang kalap saya langsung
mengakses atau membeli beberapa album yang saya anggap langka dan sangat sulit
didapat.
Beberapa album di antaranya sebenarnya sudah saya miliki dalam format kaset, bukan format digital. Sayangnya, saya tidak lagi memiliki pemutar kaset alias tape. Saya malah berencana menjual seluruh koleksi kaset saya, yang berjumlah sekitar seribu kaset. Walau kemudian niat menjual kaset itu saya pertimbangkan kembali karena ternyata kaset masih disimpan dan didengar oleh para kolektor. Setiap tahun juga ada peringatan cassette store day yang mestinta membuat kaset disayangi kembali.
Karena itulah, saya masih terus mencari album-album yang menurut saya langka. Ajaibnya, di itunes album-album langka itu saya temukan.
Berikut ini kesepuluh album langka yang saya dapatkan di itunes:
Waktu itu, filmnya adalah tafsir segar dari kisak klasik masa lampau dan saya bersama rekan-rekan kuliah benar-benar menikmati filmnya. Namun yang paling membuat saya terkesan adalah OST dari film ini. Siapa yang menyangsikan lagu-lagu dari Garbage yang waktu itu besar dan Radiohead yang sampai hari ini masih besar, juga the Cardigans dan the Wannadies, serta lagu dari Mundy "To You I Bestow" yang paling mencuri perhatian. Album ini langka dalam format CD, kalaupun ada, saya pernah hampir mengaksesnya di salah satu toko di Jakarta, harganya sangat mahal.
Kedua, Wham! – Final (Deluxe Edition) (1986)
Album the best sekaligus terakhir dari duo Inggris, George Michael dan Andrew Ridgeley yang saya dengarkan ketika masih kecil namun album ini begitu terekam di kepala. Sebenarnya yang saya dengarkan dulu bukan albumnya secara utuh melainkan dari lagu-lagu terpisah yang ada di berbagai kompilasi, seperti the best disco, dsb. Album ini langka bukan hanya karena sudah lama sekali dirilis, namun juga karena musik yang dibawakan Wham! mungkin sekarang tidak lagi disukai.
Kedua, Wham! – Final (Deluxe Edition) (1986)
Album the best sekaligus terakhir dari duo Inggris, George Michael dan Andrew Ridgeley yang saya dengarkan ketika masih kecil namun album ini begitu terekam di kepala. Sebenarnya yang saya dengarkan dulu bukan albumnya secara utuh melainkan dari lagu-lagu terpisah yang ada di berbagai kompilasi, seperti the best disco, dsb. Album ini langka bukan hanya karena sudah lama sekali dirilis, namun juga karena musik yang dibawakan Wham! mungkin sekarang tidak lagi disukai.
Ketiga, Various Artists – Help (1995)
Ketika saya mendengarkan kaset album ini dahulu sebenarnya tidak ada daftar lagu dan penyanyi di sampulnya karena disengaja untuk memunculkan efek kejut. Saya hanya menebak-nebak ketika mendengarkan lagu-lagunya. Namun saya langsung mengenai para penyanyi dan band besar Inggris raya pada dekade 1990-an. Lagu=lagu yang pasti diingat di album ini adalah "Love Spreads" dari the Stones Roses, "Lucky" dari Radiohead, dan "Raindrops Keep Falling on My Head" dari Manic Street Preachers.
Keempat, OST – Cruel Intentions (1999)
Bicara tentang film anak muda di masa lalu, film ini pasti layak disimak. Cara bercerita yang unik, dari sudut pandang karakter antagonis dan topik yang tak biasa, menjadikan film ini tetap teringat sampai sekarang. Film ini tidak seperti kisah film kaum muda kebanyakan pada waktu itu. Band-band yang mulai besar di akhir 1990-an mengisi album ini, antara lain Blur, Placebo, Fatboy Slim, dan Counting Crows.
Kelima, Various Artist – If I were A Carpenter (1994)
Menurut saya album ini adalah album tribute paling oke sepanjang jaman yang saya dengar. Para pengisinya tetap hadir dengan ciri mereka sendiri sekaligus mengenalkan Carpenter kepada para pendengar yang lebih muda. Mendengarkan album ini kita jadi semakin paham mengapa Sonic Youth, Dishwalla, Redd Kross, dan Cracker bukan cuma produsen teks yang hebat, melainkan penafsir baru yang mumpuni.
Keenam, The Soup Dragons – 20 Golden Greats (2012)
Sebenarnya hanya satu lagu yang membuat saya teringat terus dengan grup ini. Saya mendengarkan lagu Soup Dragons, "Divine Thing", di sebuah acara musik TVRI, kalau tak salah judulnya "Music Trax". Acara musik dahulu sangatlah langka, sebelum kehadiran MTV di ANTV via "Alternative Nation". Acara tersebut pasti saya tunggu kehadirannya di akhir pekan. Album ini langka karena band yang membawakan tidak begitu terkenal di Indonesia, namun beberapa lagunya cukup bagus. Lagu lain dari band ini yang terkenal adalah "I'm Free" dan "Pleasure".
Ketujuh, The Dandy Warhols – Thirteen Tales of Urban Bohemian (2000)
Album terbaik dari Dandy Warhols menurut saya. Lagu "Bohemian Like You" jelas-jelas menghipnotis saya pada waktu itu. Genre alternatif juga lagi sangat disukai dan satu-satunya sumber musik yang berkelas hanya "Alternative Nation" di MTV, yang di Indonesia disiarkan oleh ANTV. Tiga belas kisah yang diungkap dalam tiga belas lagu di album ini juga berkelas, antara lain "Mohammed", "Nietzsche", dan "Big Indian".
Kedelapan, Manic Street Preachers – Generation Terrorists (Remastered) (1992/2012)
Album terbaik dari Manic Street Preachers dan merupakan album yang paling sulit dicari pada awalnya. Album ini tidak hanya bagus, namun juga memberikan kebahagiaan tersendiri bagi pendengar loyal dengan bonus lagu yang banyak dan unik. Lagu "Motorcycle Emptiness", "Little Baby Nothing", dan "Stay Beautiful".
Kesembilan, Luciano Pavarotti & Friends – Together for the Children of Bosnia (1996)
Kisah tentang Bosnia ataupun perang lain yang merupakan pelanggaran HAM selalu menarik, termasuk upaya untuk memperbaikinya dan membesarkan hati para korban dan umat manusia. Ketika ada seorang penyanyi besar yang mengajak para penyanyi lain untuk membantu korban perang, upaya tersebut selalu menarik perhatian. Apalagi di album ini ada lagu-lagu yang sudah terkenal pada waktu itu yang ditafsir ulang, yaitu "One" dan "Linger".
Kesepuluh, Ebiet G. Ade – Camelia I dan III (1979 & 1980)
Dua album terlangka yang bisa saya dapatkan dari Itunes. Sebenarnya adikarya (masterpiece) Ebiet G. Ade adalah Camelia I sampai IV, namun yang ada hanya dua album awal ini. Tapi menurut saya, dua album ini sudah cukup untuk mengobati kerinduan pada album Ebiet G. Ade, bukan lagu "ketengan" pada album bertajuk the best atau seleksi. Kedua album ini memberikan nuansa yang berbeda dalam menikmati musik Indonesia.
Kamis, 03 Oktober 2013
Paragraf Pertama (Lagi)
Buku yang selalu bisa mengembalikan antusiasme menulis |
Aktivitas menulis seperti dapat menjebak kita sendiri, terutama di saat kita dengan yakin mengklaim pada diri sudah bisa menulis dengan rutin dan rajin. Kita sangat ingin bisa menulis dengan kontinyu, berjuang ini itu. Berlatih terus sampai pada akhirnya kita dapat menulis dengan rutin dan rata-rata merupakan tulisan yang selesai meski pendek, sekitar 500 kata. Kemudian kita merasa jumawa seolah-olah menulis rutin adalah sesuatu yang telah tertaklukkan. Pada situasi inilah kemungkinan dewa-dewa penulisan menghukum kita. Tepat ketika kita merasa menang, merasa bisa menaklukkannya, pada saat itu juga atau dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita dihukum.
Bisa jadi, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kemampuan
kita dalam menulis rutin tersebut tiba-tiba menguap entah kemana. Pencarian kembali
bisa memakan waktu tidak terlalu lama atau bisa lama sekali, bisa setara dengan
waktu yang diperlukan untuk menghasilkan kemampuan menulis.
Lalu kemudian munculkan semangat berjibaku lagi. Jibaku dengan
diri sendiri untuk memunculkan kemampuan menulis rutin. Jibaku dengan
hasrat-hasrat lain dan antusiasme lain, kecuali menulis.
Namun, memunculkan kembali kemampuan itu bukanlah hal mudah. Semudah mengeja satu dua kata atau membaca berbuku-buku fiksi fantasi. Kita mesti mengulang dari awal, tips-tips, mantra-mantra, dan strategi lama dan baru dijalankan lagi. Dikulak-kulik sana sini. Bisa jadi dengan mudah kemampuan tersebut kita munculkan kembali. Bisa jadi juga kemampuan menulis rutin itu tidak jua muncul meski dicoba berulang-kali. Bila dianggap makhluk, dia masih bersembunyi dan tak mau beringsut dari diri kita.
Namun, memunculkan kembali kemampuan itu bukanlah hal mudah. Semudah mengeja satu dua kata atau membaca berbuku-buku fiksi fantasi. Kita mesti mengulang dari awal, tips-tips, mantra-mantra, dan strategi lama dan baru dijalankan lagi. Dikulak-kulik sana sini. Bisa jadi dengan mudah kemampuan tersebut kita munculkan kembali. Bisa jadi juga kemampuan menulis rutin itu tidak jua muncul meski dicoba berulang-kali. Bila dianggap makhluk, dia masih bersembunyi dan tak mau beringsut dari diri kita.
Kira-kira hal itulah yang terjadi pada saya dan mungkin juga
yang terjadi dengan teman-teman. Tepatnya, menulis itu tak mudah, mesti
menaklukkan diri sendiri dulu. Menaklukkan kemalasan, membuat makhluk itu beringsut dan bergerak, apalagi
bila kemampuan tersebut sudah muncul dengan relatif baik dulunya. Sekali hilang,
sulit sekali membangkitkannya lagi. Apa-apa yang pernah hilang selalu sulit
untuk kembali.
Kita bisa berdalih hadirnya banyak kesibukan ini itu
menjadikan kita tak punya waktu untuk menulis. Kenyataannya, banyak penulis
atau bukan penulis profesional, yang sangat rajin menulis walau sangat sibuk.
Tulisannya
dengan rutin muncul dan sebagian besar bagus pula! Orang-orang seperti ini yang
membuat saya iri setengah mati. Bagaimana mungkin orang-orang sibuk ini bisa
menulis dengan rutin dan bagus, sementara saya yang cenderung berleha-leha
begini tak bisa menghasilkan tulisan dengan rutin? Mengajukan pertanyaan
introspektif semacam ini saja bisa memunculkan kegalauan tingkat dewa. Namun mau
tak mau kita mesti bertanya bila ingin mencari apa yang salah dengan diri kita
sehingga menulis bukan lagi menjadi aktivitas rutin.
Jadi, benar-benar sibuk atau sok sibuk sebenarnya sama saja. Tak menulis. Tidak ada tulisan yang
dihasilkan walaupun tulisan pendek. Titik, tanpa koma.
Dan karena itulah, saat ini dan mungkin di waktu yang lain
kita pasti akan berusaha bangkit lagi dari kemalasan menulis. Ketika kita
bangkit, lagi dan lagi, dalam menulis, berarti kita memulai dengan paragraf. Paragraf
awal selalu bisa dicoba lagi. Paragraf adalah awalan sebuah tulisan. Seberapa bagus
atau tidaknya sebuah tulisan. Seberapa panjang atau pendeknya sebuah tulisan,
kita akan memulainya dari satu paragraf. Paragraf awal.
Karena itulah, para penulis, tua dan muda, penulis baru dan penulis kugiran, yang masih rutin menulis ataupun tidak rutin seperti saya, mari memulai lagi (dan lagi) menulis satu paragraf. Siapa tahu paragraf kali ini bisa menghasilkan tulisan yang bagus, mana tahu bisa menghasilkan tulisan bermakna.
Kamis, 26 September 2013
Ebiet G. Ade - Camelia I (1979)
Ebiet G. Ade - Camelia I (1979) |
Sudah lama tidak menulis di "rumah" saya ini. Rumah tempat saya mestinya berkarya menulis secara rutin.Tak apalah, walau sudah lama tak hadir di sini saya selalu kepikiran bila tak menulis. Tentu saja sebulanan ini banyak teks media bagus dan biasa saja berseliweran, ada yang hanya saya amati sekilas, ada yang saya akses dan maknai biasa saja, ataupun saya akses dengan mendalam. Salah satu yang membuat saya bahagia dalam mengakses teks media, khususnya teks musik populer adalah hadirnya album-album langka di itunes.
Sekitar empat bulan ini saya baru berinteraksi dengan itunes dan bisa mengeksplorasi banyak album di sana. Sebagian kecil sekali bisa saya akses, terutama album-album langka versi saya sendiri. Satu hal yang sangat membahagiakan saya adalah di itunes hadir album-album lama Ebiet G. Ade! menurut saya empat album Ebiet G. Ade, Camelia I sampai Camelia IV adalah masterpiece (adikarya). Walau hanya ada Camelia I dan Camelia III yang bisa diakses, keduanya sudah cukup menghilangkan kerinduan saya pada keempat album awal ini, dan juga kerinduan pada ayah yang sangat menyintai album-album Ebiet G. Ade.
Sebagai sebuah kesatuan karya, album versi awal tak akan bisa digantikan oleh album-album the best, greatest hit, ataupun album seleksi. Sudah banyak album kompilasi terbaik Ebiet G. Ade yang hadir di pasaran namun album versi asli tak akan terbayar otentisitasnya. Saya sangat berharap ada box set yang menghadirkan seluruh album Ebiet G. Ade dalam versi awal, juga album-album Indonesia lama. Pecinta musik Indonesia yang serius layak diberi apresiasi dengan hadirnya album-album lama Indonesia, terutama yang dirilis pada era 1970-an dan 1980-an, karena album yang muncul 1990-an relatif masih bisa diakses di toko musik.
Album debut Ebiet G. Ade ini saya dengarkan terus-menerus mengalahkan album-album langka lain yang saya peroleh dari itunes dan semakin terasa bagaimana teks bisa berpengaruh begitu besar pada seseorang pengakses dan pemakna. Kesepuluh lagu di album ini semuanya bagus dan menyimpan makna yang mendalam. Lagu yang layak diperhatikan adalah Dia Lelaki Ilham dari Surga, yang kabarnya dipersembahkan untuk Emha Ainun Najib, yang merupakan rekan Ebiet G. Ade di awal karir. Seperti dicatat oleh sejarah keduanya mengawali jejak kekaryaannya di Yogyakarta.
Album ini membawa masa-masa indah jaman lalu sekaligus menginspirasi saya untuk menyusun kembali masa-masa indah kini dan nanti.
Daftar lagu:
1. Lagu untuk Sebuah Nama
2. Camelia I
3. Pesta
4. Nasihat Pengemis untuk Istri dan Doa untuk Hari
5. Dia Lelaki Ilham dari Surga
6. Jakarta 1
7. Hidup 1 (Pernah Kucoba untuk Melupakanmu)
8. Hidup 2 (Obsesi Kp. 1/203)
9. Berjalan di Hutan Cemara
10. Episode Cinta yang Hilang
Jumat, 23 Agustus 2013
Do You Realize?
The Flaming Lips - Do You Realize? |
Setiap pengakes konten media biasanya memiliki konten
favorit dan yang paling mudah berpengaruh pada dirinya. Seorang penikmat teks
media bisa dengan mudah diinspirasi oleh film yang ditontonnya, buku yang
dibacanya, games online yang dimainkannya, ataupun album musik yang
didengarkan.
Seringkali seseorang yang mudah terinspirasi dengan konten
media tertentu tidak memerlukan kuantitas konten yang besar, bisa jadi dia
hanya perlu sebagian kecilnya saja. Seseorang yang menyukai film bisa jadi dapat
terinspirasi hanya oleh salah satu adegan yang disukainya. Penikmat setia buku
bisa jadi terinspirasi hanya oleh beberapa kalimat dari sebuah buku utuh. Atau seperti
saya, bisa terinspirasi dari sebuah lagu dalam satu album yang saya sukai.
Entah bagaimana kejadiannya, secara tak sengaja pemutar mp3
saya memutar lagu dengan acak dan sampailah pada lagu dari the Flaming Lips ini. Lagu yang berasal dari salah satu album
terbaik mereka yang dirilis pada tahun 2002, Yoshimi Battles the Pink Robots.
Lagu ini mengingatkan kembali pada kebahagiaan-kebahagiaan
kecil yang kita miliki, yang sebenarnya sudah melekat pada diri kita namun
terkadang bisa jadi kita tak
menyadarinya lagi karena sudah dianggap lumrah.
Do You Realize?
Do You Realize - that you have the most beautiful face
Do You Realize - we're floating in space –
Do You Realize - that happiness makes you cry
Do You Realize - that everyone you know someday will die
And instead of saying all of your goodbyes - let them know
You realize that life goes fast
It's hard to make the good things last
You realize the sun doesn't go downIt's hard to make the good things last
It's just an illusion caused by the world spinning round
Do You Realize - Oh - Oh - Oh
Do You Realize - that everyone you know
Someday will die -
And instead of saying all of your goodbyes - let them know
You realize that life goes fast
It's hard to make the good things last
You realize the sun doesn't go down
It's just an illusion caused by the world spinning round
Do You Realize - that you have the most beautiful face
Do You Realize
Jumat, 26 Juli 2013
Manic Street Preachers - Generation Terrorists (Remastered) (2012)
Manic Street Preachers - Generation Terrorists (Remastered) (2012) |
Teks media, bila kita artikan teks sebagai segala isi yang
bisa dimaknai, yang bagus seringkali mengikuti dua kriteria sebagai berikut: pertama, ketika mengakses dan
memaknainya, seolah-olah tak ada hal lain selain kita sebagai pemakna dan teks.
Relasi yang terbangun itu tidak memedulikan hal-hal lain, terutama pendapat
orang lain tentang teks tersebut. Misalnya saja ada rekan saya yang bilang
album Manic Street Preachers Know Your
Enemy yang dirilis pada tahun 2001
adalah album mereka yang terjelek. Namun bagi saya album tersebut adalah salah
satu yang paling bagus karena sangat artikulatif menyampaikan ide-ide
sosialisme dan ketika saya mendengarkan album tersebut, komentar rekan saya itu
seperti menguap. Tak ada ketika saya mendengarkan album tersebut, yang ada
hanya Elian Gonzales dan live mereka yang keren di Kuba.
Kedua, karakter
yang menunjukkan sebuah teks media bagus adalah ketika kita mengaksesnya secara
bersamaan kita punya keinginan yang kuat untuk mengakses keseluruhan teks dari
produsen yang sama. Misalnya saja, kita mendengarkan live terkini dari Blur, Parklive yang baru saja dirilis, tiba-tiba
ada keinginan yang kuat untuk mengakses seluruh album Blur yang lain, mulai
dari Leisure (1991) sampai Think Tank (2003). Seringkali keinginan
tersebut tidak sekadar hasrat namun mewujud dalam tindakan, seluruh album dari
produsen teks yang spesifik dimasukkan dan diputar dalam pemutar mp3, diurutkan
menurut tahun atau random, kemudian didengar dan dimaknai dalam-dalam.
Itulah yang saya rasakan ketika mendengarkan album debut
Manic Street Preachers yang dirilis tahun 1992, Generation Terrorist. Ketika mendengarkan album ini seperti tak ada
hal-hal lain yang mengganggu. Rasanya relasi saya sebagai penikmat dan pemakna
begitu intens, terutama lagu Motorcycle
Emptiness dan Little Baby Nothing yang
menjadi “lagu kebangsaan” ketika kuliah. Mendengarkan Motorcycle Emptiness rasanya seperti memutar kembali pengalaman
bermotor malam-malam di jalanan Yogya.
Karakter yang kedua juga begitu terasa, ketika mendengarkan
album ini, tiba-tiba ada rasa yang sangat kuat untuk mendengarkan seluruh album
Manic Street Preachers, bahkan gara-gara album ini, saya tahu bila album
terkini MSP, Rewind the Film, sudah
bisa dipesan awal via iTunes.
Mendengarkan album ini jadi lebih mengaasyikkan dalam versi edisi
ulang tahun yang ke-20, yang dirilis pada tahun 2012 lalu. Album versi
remastered ini juga sungguh memuaskan karena memuat banyak sekali lagu, total
empat puluh lagu dalam dua cakram. Itulah yang menarik dari negara yang industri musik
rekamannya sudah bagus, maksimalisasi pengalaman mendengar audiens.
Judul : Generation
Terrorists (Remastered)
Tahun : 2012 (edisi
asli tahun 1992)
Produsen Teks: Manic Street Preachers
Daftar lagu:
CD 1
1.
Slash ‘n’ Burn
2.
Nat West-Barclays-Midlands-Lloyds
3.
Born to End
4.
Motorcycle Emptiness
5.
You Love Us
6.
Love’s Sweet Exile
7.
Little Baby Nothing
8.
Repeat (Stars and Stripes)
9.
Tennessee
10. Another
Invented Disease
11. Stay
Beautiful
12. So
Dead
13. Repeat
14. Spectators
of Suicide
15. Damn
Dog
16. Crucifix
Kiss
17. Methadone
Pretty
18. Condemned
to Rock ‘n’ Roll
19. Theme
from M*A*S*H (Suicide is Painless)
CD 2
1.
Slash ‘n’ Burn (Marcus Demo)
2.
Nat West-Barclays-Midlands-Lloyds (Marcus Demo)
3.
Born to End (Marcus Demo)
4.
Motorcycle Emptiness (House in the Woods Demo)
5.
You Love Us (Heavenly Version)
6.
Love’s Sweet Exile (House in the Woods Demo)
7.
Little Baby Nothing (House in the Woods Demo)
8.
Repeat (Marcus Demo)
9.
Tennessee (House in the Woods Demo)
10. Another
Invented Disease (House in the Woods Demo)
11. Stay
Beautiful (Marcus Demo)
12. So
Dead (House in the Woods Demo)
13. Repeat
(House in the Woods Demo)
14. Spectators
of Suicide (House in the Woods Demo)
15. Damn
Dog (Live)
16. Crucifix
Kiss (Marcus Demo)
17. Methadone
Pretty (House in the Woods Demo)
18. Suicide
Alley (South Wales Demo)
19. New
Art Riot (South Wales Demo)
20. Motown
Junk (London Studio Demo)
21. Motown Junk
Jumat, 28 Juni 2013
Mencari Inspirasi Menulis, Mengulik 1Q84 dan Gentlemen Broncos
Gentleman Broncos (2009) |
Sedianya saya diminta untuk menghasilkan sebuah tulisan sebagai pendamping dan juga merayakan suatu aktivitas keren bernama “31 Hari Menulis” sejak kompetisi ini belum dimulai. Karena berbagai hal, barulah janji saya untuk menyumbang tulisan terpenuhi pada hari ke-28, saat “31 Hari Menulis” hampir selesai. Walau begitu, saya tetap antusias untuk merayakan kegiatan tahunan ini dan berharap kegiatan ini diridhoi agar menjadi aktivitas yang berjalan sangat lama, paling tidak selama sir Alex Ferguson menukangi Manchester United.
Terus terang,
tidak ada cara untuk menulis bagus dan cepat, bila tak ada hal yang benar-benar
mendorong untuk kita menulis. Mau sampai jungkir
balik sekalipun, bila kita tidak memiliki ide yang kita ketahui dan membuat
kita antusias, kita tetap akan sulit untuk menulis, apalagi menghasilkan
tulisan yang bagus dengan relatif cepat. Bisa sih kita menghasilkan tulisan, namun biasanya tulisan yang
dihasilkan akan biasa-biasa saja. Saya kira hal inilah yang sering terjadi pada
orang-orang yang ingin menulis.
Menulis memang
gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang ya?) karena terkadang kita bisa
menulis dengan cepat pada suatu kurun waktu namun seringkali kita tidak menulis
apa pun dalam waktu yang lama, menulis sesuatu unyu-unyu sekalipun. Karena itu kita bisa jadi sangat kagum dengan
beberapa penulis yang bisa terus menulis dengan rutin dan terus menghasilkan
tulisan yang bagus, dalam waktu yang cepat pula! Kita kemudian bertanya-tanya,
bisakah kita seperti dirinya?
Tiap penulis
punya cara agar keadaan tanpa menulis bisa dilewati, ada yang tetap menulis
walau jiwanya tidak terlibat sehingga tetap tak ada tulisan yang dihasilkan,
ada yang membiarkan saja dirinya sampai hasrat untuk menulis hadir lagi.
Antisipasi yang terakhir ini bisa jadi
berbahaya, misalnya saja dalam hal menulis skripsi, bisa berbahaya bila kita
membiarkan diri tak menulis dan membiarkan hasrat tersebut hadir bersama waktu
karena bisa jadi hasrat menulis tersebut baru muncul setelah tiga tahun dan
teman-teman seangkatan sudah pada lulus semua.
Sebagai
seorang penulis biasa-biasa saja, saya juga memiliki cara tersendiri agar agar
bisa melewati keadaan tanpa menulis yaitu mengakses konten media yang kita
sukai. Konten media tersebut tidak harus media cetak, misalnya buku, di mana
kita bisa belajar dari penulisnya, tetapi juga seluruh jenis konten media,
misalnya saja film, karena isi film yang bagus akan mendorong kita untuk
mengomentarinya melalui tulisan.
Biasanya, bila
membaca-baca karya Haruki Murakami, penulis yang paling saya sukai, keadaan tak
menulis bisa perlahan terlewati. Bagi saya selalu ada yang bisa didapat dengan
membaca karya Murakami. Entah itu, salah satu novel atau salah satu cerita pendeknya,
bahkan tiap paragraf yang dipilih dari tiap tulisannya bisa memberikan sugesti
yang kuat untuk menulis lagi. Kok bisa
ya? Begitu yang saya rasakan setelah membaca sedikit saja dari karya
Murakami. Karya terkininya, 1Q84 misalnya, membuat saya kagum karena deskripsi
kehadiran dua bulan di dalam hidup terasa begitu dekat dan nyata. Lalu
bagaimana relasi cinta Tengo dan Aomame digambarkan dengan begitu liris? Dua
karakter di dalam 1Q84 tak bertemu sampai akhir novel namun sepanjang kisahnya
terpisah satu sama lain. Keterpisahan tersebut justru terasa sangat intens.
Bagaimana bisa novel asrama...eh asmara antara dua anak manusia diceritakan dengan cara tak
biasa namun tetap romantis? Silakan baca novelnya dengan lengkap karena tulisan
ini bukan resensinya. Novel ini mungkin karya tertebal Murakami, terjemahan
Indonesia-nya yang baru saja diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia
terdiri dari tiga buku.
1Q84 (2012) |
Intinya, kita
bisa tercerahkan untuk menulis lagi antara lain dengan membaca karya bagus atau
penulis keren menurut kita atau menurut dunia kepenulisan secara umum. Kita
juga bisa mengakses dan memaknai konten media lain selain buku, misalnya saja
film. Salah satu film yang menurut saya bisa menginspirasi untuk menulis atau
berpotensi membawa kita melewati masa-masa tak menulis adalah film ”Gentlemen
Broncos”. Film yang dirilis tahun 2009 ini oleh banyak penikmat film
dikategorikan gagal, namun bagi saya film ini adalah salah satu film terlucu
yang saya tonton.
“Gentlemen
Broncos” bercerita tentang seorang penulis pemula bernama Benjamin Purvis yang
karya fiksi sains-nya dijiblak oleh penulis terkenal yang juga menjadi
idolanya. Hal yang menarik adalah Benjamin Purvis tak mundur dari dunia
tulis-menulis dan berusaha membuktikan bahwa penulis tersebut, Ronald Chevalier, memplagiasinya.
Pada akhirnya Benjamin Purvis bisa membuktikan bahwa karyanya dijiplak oleh
penulis terkenal. Selain bicara tentang menulis, film ini memang dipenuhi
hal-hal absurd yang menerpa indera penglihatan kita, namun itu hal yang
menyenangkan dan unik. Di dalam salah satu adegan, Purvis ditanya oleh
rekannya, mengapa tidak menulis di blog daripada menulis di kertas dan tak ada
yang bisa membuktikan bahwa karya kita dijiplak? Dengan enteng Purvis menjawab
bahwa alasannya tidak menulis di blog adalah karena semua orang melakukannya.
Saya sampai tertawa terpingkal-pingkal apalagi adegan tersebut digambarkan
dengan aneh dan ekspresi kaku si Purvis.
Tentu saja,
orang lain akan memaknai film tersebut dengan berbeda, namun menurut saya film
itu memberikan pelajaran bahwa menulis ya menulis saja, jangan pernah putus asa
sekalipun tulisan kita dicuri atau dijiplak. Purvis juga bisa saja salah,
karena dia tak menulis di blog. Menulis di blog menurut saya adalah cara yang
baik untuk melatih kemampuan kita menulis, terutama yang sedang belajar pada
tahap awal atau merasa bahwa menulis pada tahap apa pun adalah menyenangkan dan
tak berelasi langsung dengan uang. Menulis di blog membuat kita memiliki
teman-teman pembaca, itulah sebabnya di dalam dunia blog, tak pernah penting
blogger sebagai perseorangan, yang terpenting adalah blogosphere, atau ruang maya di mana kita saling berbagi dan
belajar via blog. Saya kira aktivitas “31 Hari Menulis” ada dalam posisi
tersebut, yaitu belajar menulis bersama dengan menyenangkan, walau tak
menyenangkan juga bila didenda…hehe…Makanya menulis biar tak didenda.
Tunggu apa
lagi, ayo menulis dengan bersenang-senang bersama teman-teman….
Literasi Media Baru dan Peran Pemerintah
Pengantar
Negara yang secara umum terdiri dari
tiga elemen, yaitu legislatif, eksekutif, dan legislatif, bertanggung-jawab
untuk memenuhi hak warga negara informasi dan berkomunikasi sesuai dengan
konstitusi. Konstitusi Indonesia sudah cukup baik mengakomodir hak warga negara
tersebut. Bagian utama yang mengatur hak warga Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945 adalah pasal 28F yang berbunyi sebagai berikut: setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Peran eksekutif, pemerintah, bisa
dikatakan paling penting dalam memenuhi hak warga tersebut dan sekaligus
menjadi kewajiban pemerintah. Pemerintah menjalankan kebijakan negara sebagai
amanat rakyat dan juga menyusun regulasi untuk memenuhi hak-hak warga tersebut.
Regulasi yang mengatur pemenuhan hak untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi
tersebut telah muncul dalam berbagai perundangan dan turunannya. Pemerintah
Indonesia memenuhi kewajibannya di bidang informasi dan komunikasi melalui
Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Terdapat lima agenda penting yang
akan didiskusikan. Kelima agenda tersebut adalah sebagai berikut: pertama, pembangunan teknologi informasi
dan komunikasi serta tantangan dan ancaman pembangunan karakter bangsa (character building). Kedua, langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk me-manage dampak
pembangunan ICT terhadap budaya masyarakat. Ketiga,
cara meningkatkan produktivitas dan kreativitas untuk meningkatkan konten
lokal. Keempat, diskusi
mengenai beberapa isu strategis, khususnya tentang Konvergensi Media dan Kemandirian Teknologi. Kelima,
diskusi mengenai isu-isu strategis lain yang perlu
mendapat prioritas Kemkominfo.
Selanjutnya, diskusi mengenai kelima
agenda tersebut tidak dijabarkan secara eksplisit per pertanyaan, melainkan
dijelaskan dalam berbagai konsep yang ada.
Berbagai konsep tersebut sepintas berkaitan dengan dunia akademis namun
sebenarnya penting dipahami bagi pengambil dan pelaksana kebijakan agar implementasinya
dapat dirasakan oleh masyarakat.
Tanggung Jawab Negara
Hak warga negara atas terpenuhinya informasi dan
berkomunikasi dengan memadai telah dijamin oleh konstitusi, dengan demikian
pemenuhan hak tersebut adalah merupakan kewajiban atau tanggung-jawab negara.
Informasi penting bagi masyarakat karena menjadi dasar bagi tercapainya
kehidupan yang lebih baik. Informasi yang memadai juga penting bagi proses
komunikasi yang baik dan bermartabat.
Informasi sendiri dapat
didefinisikan sesuatu yang berguna untuk mengurangi ketidakpastian. Namun
definisi ini masih terlampau luas, untuk mendefinisikan informasi biasanya
dibedakan dengan pengetahuan. Berikut ini perbedaan antara informasi dan
pengetahuan. Pertama, keberlipatan (multiplicity),
informasi adalah potongan, terpisah, dam khusus, sementara pengetahuan adalah
terstruktur, koheren, dan universal. Kedua, aspek waktu (temporal), informasi bersifat sesaat, transisi, dan mudah hilang,
sementara pengetahuan dapat bertahan lama dan ekspansif. Ketiga, keruangan (spatial), informasi mengalir memenuhi
ruang, sementara pengetahuan tersimpan, lokasinya spesifik, dan “memenuhi”
ruang (Sholle dalam Jenkins & Thorburn (Eds), 2003: 347).
Pelaksanaan tanggung-jawab negara
ini dijalankan oleh tiga elemen negara, yaitu legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Ketiga elemen ini saling “mengecek” dan menyeimbangkan kekuasaan
dengan menjalankan fungsi yang berbeda (Burns, Peltason, Cronin & Magleby,
2001: 23). Legislatif menyusun kebijakan dan regulasi yang baik agar amanat
konstitusi untuk memenuhi hak warga atas informasi dan komunikasi dapat
terpenuhi. Legislatif juga memantau pelaksanaan kebijakan dan regulasi oleh
eksekutif dan membentuk atau memfasilitasi regulator di bidang informasi dan
komunikasi sebagai mitra pemerintah. Yudikatif mengawasi dan menjadi wasit bagi
implementasi regulasi. Terakhir, dan kemungkinan yang terpenting karena
berkaitan secara langsung dengan kehidupan warga, adalah eksekutif atau
pemerintah. Pemerintah menyusun dan menjalankan regulasi demi melindungi
kepentingan publik dan memenuhi hak warga negara.
Hak Warga atas Informasi dan
Berkomunikasi
Sebelum mendalami hak warga, ada
baiknya kita memahami beberapa definisi mengenai sekelompok orang yang diamati
untuk tujuan tertentu. Konsep yang berkaitan dengan orang yang berkumpul ini
dapat memiliki berbagai nama, misalnya saja publik, konsumen, komunitas dan
warga. Publik bisa didefinisikan sebagai sekelompok orang yang berposisi terhadap
sebuah isu. Isu adalah permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan orang
banyak dan mengundang kontroversi. Posisi terhadap isu sendiri paling tidak
terdiri dari tiga, yaitu pro, kontra, dan netral. Sementara itu konsumen
didefinisikan sebagai sekelompok orang dengan relasi kepentingan tertentu,
terutama berkaitan dengan kepentingan ekonomi. Warga tidak secara langsung
dikaitkan dengan kepentingan ekonomi melainkan lebih pada kepentingan politik
dan sosial. Terakhir, komunitas, yaitu sekumpulan orang dengan relasi terutama
untuk kepentingan sosial dan kultural. Konsumen berkaitan erat dengan aktivitas
pasar, komunitas terutama berada pada wilayah masyarakat, sementara warga
berkaitan dengan aktivitas negara.
Pertanyaan yang paling penting
adalah bagaimana warga negara mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan
memadai? Di dalam konstitusi kita juga sudah disebutkan bahwa warga negara
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Tugas negara adalah menyediakan segala jenis saluran yang tersedia agar
informasi bisa didapatkan dengan relatif mudah. Saluran yang dimaksud di sini
adalah sarana, wahana dan perangkat di
mana informasi diperoleh oleh warga. Perangkat untuk mengolah dan menyampaikan
informasi tersebut disebut teknologi informasi dan komunikasi.
Akses pada informasi sendiri terdiri
dari dua dimensi utama, yaitu akses teknologi dan akses pada konten. Akses pada
teknologi terdiri dari dua aspek, yaitu akses fisikal dan akses sistem,
sementara akses pada konten terdiri pula dari dua aspek, yaitu akses sosial dan
akses kognitif. Sedangkan level analisis dari akses juga terdiri dari dua,
yaitu individual dan agregat (kumpulan) (Bucy & Newhagen (Ed), 2004: 7 -
14).
Kemampuan atas akses dan berbagai
informasi yang memadai dapat berkontribusi bagi proses pembangunan dengan
meningkatkan efisiensi, efektivitas, jangkauan, dan ekuitas (Hudson dalam
Lievrouw & Livingstone (Eds), 2006: 310). Efisiensi adalah rasio dari
output terhadap biaya, misalnya saja ketersediaan informasi dapat mendorong
pembiayaan bidang pertanian yang lebih murah. Efektivitas adalah kualitas dari
produk dan layanan, misalnya saja informasi mendorong peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan. Jangkauan adalah kemampuan informasi untuk menjangkau
pengguna baru, misalnya saja pengusaha kecil memperluas jaringan pemasarannya
bagi pasar global. Sementara itu ekuitas berarti informasi semakin
terdistribusi dengan baik pada seluruh elemen masyarakat, misalnya saja pada
daerah terpencil atau kelompok minoritas.
Literasi Media Warga
Teknologi informasi dan komunikasi
termanifestasi dalam dua fungsi, yaitu individual dan institusional. Fungsi
yang individual adalah wujud dari perangkat teknologi informasi dan komunikasi
yang digunakan secara perorangan, misalnya saja mobile phone dan setiap jenis media (jejaring) sosial melalui
internet. Sementara itu dalam fungsinya secara institusional, teknologi
informasi dan komunikasi mewujud dalam bentuk media.
Literasi media didefinisikan sebagai
seperangkat perspektif yang secara aktif kita gunakan ketika diri kita
mengakses media utuk mengintepretasi makna dari pesan yang kita terima. Kita
membangun perspektif dalam diri melalui struktur pengetahuan. Untuk membangun
struktur pengetahuan, kita memerlukan perangkat dan materi mentah. Perangkat
tersebut adalah kemampuan atau kecakapan kita. Materi mentah adalah informasi
dari media dan dari dunia sosial di sekitar kita. Penggunaan yang aktif berarti
kita mengetahui pesan dan dengan sadar berinteraksi dengan pesan tersebut
(Potter, 2005: 22).
Di era informasi sekarang ini,
selain informasi menjadi sumber daya terpenting, teknologi informasi dan
komunikasi memperkuat kapasitas media lama (cetak, audio, audio-visual, dan
penyiaran) dalam hal produksi, penyimpanan, distribusi, dan tampilan pesan (kumpulan
informasi yang telah diolah), serta menghasilkan beragam jenis media baru,
yaitu mobile phone, internet, dan
game.
Game misalnya, menjadi jenis media
baru yang penetrasinya paling kuat di anak muda. Secara mudah hal ini bisa kita
amati melalui maraknya kehadiran game
center. Game sendiri terdiri dari dua macam, game offline yang biasanya dimainkan di komputer personal dan konsol
yang tak terkoneksi dengan internet. Jenis kedua dari game adalah game online yang kini sangat cepat
perkembangannya, yang sayangnya kurang diperhatikan. Jenis game online yang dimainkan bersamaan oleh
sangat banyak orang disebut Massively
Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPGs). Salah satunya yang paling
populer adalah World of Warcraft yang
memiliki pemain sembilan juta orang di seluruh dunia dan sekitar sepuluh ribu
orang mungkin bermain pada saat yang bersamaan (Straubhaar, LaRose &
Davenport, 2012: 266).
Kemampuan individu warga negara
inilah yang disebut sebagai literasi media warga negara, yaitu kemampuan untuk
mengolah informasi dari berbagai media dan menggunakan perangkat teknologi
informasi dan komunikasi. Literasi media pada akhirnya berkaitan dengan hak
berkomunikasi warga negara yang didorong oleh masyarakat sipil global untuk
memberikan hak pada warga memiliki medianya sendiri, yang dikenal dengan nama
media komunitas dan media publik. Gerakan ini bahkan sudah dimulai sejak dekade
1970-an dan digagas oleh UNESCO (lihat Howley (ed), 2010: 6 – 7). Pada
akhirnya, literasi media yang baik akan menjadikan informasi berguna bagi
kehidupan warga negara. Literasi media melekat erat dengan hak warga untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi sehingga Kominfo perlu menjabarkannya
lebih mendetail dan implementatif.
Teknologi Informasi dan Komunikasi
dan Karakter Bangsa
Pertanyaan selanjutnya adalah
bagaimana merelasikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan
pembangunan karakter bangsa? Teroka untuk pertanyaan ini bisa diamati melalui
pengamatan para pengguna media baru, apakah para pengguna Indonesia sudah
menunjukkan karakter yang baik dalam menggunakan media baru? Atau pertanyaan
ini bisa lebih mendasar lagi, sudahkah bangsa ini memanfaatkan media dengan
baik sebagai pembangun karakter bangsa?
Kominfo memiliki dua peran dalam hal
ini, yaitu mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi agar informasi
lebih mudah diakses, dikumpulkan, diolah kembali, dan didistribusikan sehingga
terjadi proses komunikasi negara dengan masyarakat yang lebih baik. Peran
Kominfo yang lain adalah mendidik dan meningkatkan pemahaman masyarakat atas
informasi melalui literasi media, terutama untuk media baru. Bila warga negara
telah cukup baik memahami media baru, proses pertukaran informasi dan
komunikasi antar elemen bangsa bisa lebih baik. Pada titik inilah kita bisa
menumbuhkan karakter bangsa yang lebih baik lagi, beberapa yang bisa disebut
karakter yang baik antara lain, kerjasama, toleransi dan menjunjung
kemanusiaan, serta berketuhanan.
Dampak Perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
Dampak perkembangan teknologi dan
komunikasi selalu ada dua, yaitu dampak yang diinginkan (positif) dan yang tak diinginkan (negatif).
Peran Kominfo dalam hal ini adalah bagaimana memaksimalkan dampak yang
diinginkan sekaligus mengeliminir dampak yang tak diinginkan. Dampak yang
dinginkan oleh kita berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi antara lain dengan semakin murah dan mudahnya mendapatkan dan
mengolah informasi. Informasi juga semakin mudah disimpan, didistribusikan dan
ditampilkan kembali.
Dampak yang positif juga berimbas
pada institusi media di mana para pekerja informasi bisa memperoleh informasi
dari berbagai sumber dan hirarki dalam produksi pesan tidak lagi kaku. Dampak
positif lainnya juga berimbas kepada institusi pendidikan di mana sarana dan
saluran untuk mendapatkan ilmu pengetahuan semakin berlimpah. Institusi
pemerintah juga merasakan dampak positif dari perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat
semakin beragam.
Seperti halnya mata uang, sisi lain
dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga bisa berdampak
negatif atau tidak diinginkan. Informasi memang bisa diperoleh dengan lebih
mudah dan murah, namun penegakan hak kekayaan intelektual menjadi lebih
problematik, bahkan tidak lagi diindahkan sehingga banyak produsen konten yang
kehilangan minat untuk memproduksi karena tidak ada imbal balik ekonomi atas
karya yang dihasilkannya.
Pada institusi media, kemudahan
untuk mendapatkan sumber informasi dan mengolahnya, serta produksi yang tidak
lagi terlalu hirarkis membuat seringkali konten yang dihasilkan tidak terjaga
kualitasnya, misalnya saja berita yang bersumber dari pergunjingan dunia maya
bisa dengan mudah disiarkan oleh televisi. Hal yang sama terjadi pada institusi
pemerintahan, kehadiran saluran penyampai informasi yang beragam karena
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi malah menjadi ajang mengritik
berlebihan warga tanpa solusi yang memadai. Keberlimpahan sumber mendapatkan
ilmu pengetahuan melalui teknologi informasi dan komunikasi di institusi
pendidikan dalam beberapa hal juga tidak memberikan kemajuan yang signifikan
karena konten pengetahuan yang sudah terakumulasi dan terdokumentasi tersebut
tidak pernah diakses apalagi didiskusikan karena terlalu banyak secara
kuantitas.
Produktivitas dan Kreativitas untuk
Meningkatkan Konten Lokal
Cara meningkatkan produktivitas dan
kreativitas untuk meningkatkan konten lokal sebenarnya mudah dicapai bila
tingkat literasi media warga sudah memadai dan infrastruktur sudah terwujud
dengan baik. Selama ini karena literasi media yang relatif belum memadai, warga
Indonesia yang menggakses konten dengan menggunakan perangkat teknologi
informasi dan komunikasi cenderung bersifat pasif, tidak aktif apalagi
proaktif. Para pengguna atau pengakses kita cenderung hanya mengamati dan
mengumpulkan informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi, bukannya
dengan aktif memaknai dan memproduksi informasi baru. Selain itu warga
Indonesia tidak juga menjadi pengguna yang proaktif yang mencoba memperbaiki
kondisi yang ada selain aktif memproduksi informasi.
Produksi konten melalui media baru,
misalnya mobile phone, menjadi lebih
murah dan mudah. Fungsi telepon genggang yang utama, berkomunikasi
interpersonal, diperluas melalui kemampuan berkirim pesan pendek, pemotret, dan
perekam suara, yang berkoneksi dengan media baru yang lebih powerful, internet. Handphone bahkan
tidak hanya memudahkan interaksi melainkan juga menegosiasikan kembali seluruh
relasi sosial dan ruang publik (lihat Ling & Pedersen (Eds), 2005).
Untuk melahirkan warga sebagai
pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang aktif dan proaktif, pemerintah
mesti mendidik dan melatih warga negara, terutama kaum muda. Selama ini kaum
muda Indonesia telah banyak menghasilkan konten lokal yang bagus, antara lain software atau aplikasi, sayangnya
kemandirian tersebut belum memadai. Warga Indonesia lebih menyukai konten luar
dibandingkan dengan konten lokal. Secara individual kemungkinan kaum muda
Indonesia sudah memiliki kemampuan yang luar biasa namun mesti difasilitasi oleh
infrastruktur yang lebih bagus dan distribusi yang lebih menjamin hak kekayaan
intelektual, terutama paten dan hak cipta.
Di Amerika Serikat misalnya, sejak
tahun 1998 telah memiliki Digital Millenium Copyright Act (DMCA) yang mengatur
apa yang boleh dan tak boleh pada karya digital (Towers-Romero, 2009: 160).
Kita mesti mengingat bahwa kontroversi atas akses informasi tak terbatas,
pembajakan konten, dan peer-to-peer file
sharing masih menjadi kontorversi sampai sekarang.
Konten yang tersebar di media baru,
terutama internet, memang memiliki paradoksnya sendiri. Di satu sisi banyak
konten kita dapatkan dengan mudah di internet, di sisi yang lain konten
tersebut adalah karya yang dilindungi oleh hak cipta. Musik dibajak dengan
rutin melalui internet, desain, foto, majalah, dan buku dipindai, dimanipulasi
dan menjadi obyek komersialisasi yang tak menguntungkan penciptanya (Zelezny,
2011: 356).
Kesimpulan: Beberapa Saran
Tugas Kominfo agar hak warga untuk
berkomunikasi dan mendapatkan informasi dengan memadai dapat dipilah menjadi
tiga fungsi, yaitu: sebagai penyedia infrastruktur, fasilitator dan regulator.
Sebagai penyedia, Kominfo menyediakan berbagai saluran informasi yang
dibutuhkan oleh warga sesuai dengan amanat konstitusi kita. Fungsi ini terutama
berkaitan dengan penyediaan infrastruktur, antara lain frekuensi yang tak
semata-mata komersial untuk penyiaran, internet, dan telekomunikasi. Berkaitan
dengan media, Kominfo dapat menyusun kebijakan pada empat area sebagai berikut:
kebijakan yang berkaitan dengan kepemilikan media, konten media, penyiaran
publik, dan digitalisasi (Freedman, 2008).
Digitalisasi adalah area yang bisa
dikatakan paling problematik belakangan ini. Digitalisasi menyatukan
telekomunikasi, penyiaran dan komputasi yang dirangkai oleh perangkat yang
beragam, mobile phone, televisi, dan
komputer personal. Digitalisasi kemudian mengarahkan pada konvergensi media.
Konvergensi media terjadi pada dua lapisan, yaitu konten dan institusi. Efek
positif dari konvergensi terutama muncul dari sudut pandang manajemen media,
yaitu sumber daya yang dikelola lebih efisien dan konten yang dihasilkan lebih
mungkin efektif. Efek positif konvergensi adalah kolaborasi dan koordinasi
antar institusi media (Grant & Wilkinson (Eds), 2009: 9).
Efek negatifnya adalah konvergensi
cenderung membawa pada konsentrasi (kepemilikan) media. Dengan demikian
diperlukan kebijakan dan regulasi yang lebih terangkai dan komprehensif walau
kemungkinan legislatif dan eksekutif belum dapat mewujudkannya dengan memadai
(Ostergaard dalam McQuail & Siune, 1998: 95 – 101). Televisi digital di
masyarakat Eropa sekalipun diatur dengan intervensi kebijakan negara yang kuat
untuk mengurangi kekuatan pasar. Kebijakan televisi digital sama halnya dengan
bidang penyiaran secara keseluruhan, selalu berkaitan pada dua area, yaitu
konten dan infrastruktur (Di Mauro dalam Cave & Nakamura (Eds), 2006: 224).
Fungsi sebagai fasilitator antara
lain mewujud dalam berbagai pelatihan literasi media bagi warga, terutama
kemampuan untuk memproduksi konten. Selama ini berbagai elemen masyarakat telah
menjalankan berbagai program literasi media, pemerintah tinggal memfasilitasi
pengetahuan dan para pendidiknya. Fasilitasi juga dapat dilakukan pada konten,
Kominfo sangat mungkin membuat situs blog bagi warga sehingga lahir komunitas
di dunia maya yang besar dan kuat,
semacam Kaskus dan Kompasiana.
Fungsi terakhir dan tak kalah
penting adalah peran pemerintah sebagai regulator. Untuk media lama misalnya,
pemerintah bersama Komisi Penyiaran Indonesia
adalah regulator untuk bidang penyiaran sesuai dengan regulasi yang
masih berlaku, menjadi mitra bagi Komisi Informasi Publik pada bidang
Keterbukaan Informasi Publik yang mendorong transparansi dalam penyelenggaraan
lembaga publik, bahkan menjadi regulator utama pada bidang telekomunikasi
melalui BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). Peran sebagai regulator
yang berpihak kepada kepentingan warga atau publik adalah harapan bersama agar
amanat konstitusi dapat terwujud dengan baik.
#######
Langganan:
Postingan (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...