Belakangan ini bila kita ingin mencari album musik Indonesia terbaru,
kita tidak lagi hanya mendatangi toko CD tetapi juga salah satu jaringan
makanan cepat saji, jaringan toko buku besar, bahkan jaringan minimarket yang
menjual album tersebut bersama sembilan bahan kebutuhan pokok; beras, minyak
goreng, dan gula pasir. Toko CD sendiri, perlahan namun pasti berkurang satu
persatu. Bulletin, salah satu
jaringan distribusi terbesar, menutup tokonya satu persatu. Dua tahun lalu masih
ada enam toko CD Bulletin di Yogya,
kini hanya satu yang tersisa. Sebagai sebuah label, Bulletin juga mati suri dengan tidak merilis album baru kecuali dua
album the best yang sejatinya sudah dirilis awal dekade 2000-an, band Netral dan Plastik. Dirilisnya dua album the best tersebut kemungkinan upaya
terakhir untuk mendapatkan profit.
Distribusi album adalah salah satu aspek untuk memahami musik populer
atau musik rekaman sebagai kajian ilmu komunikasi. Distribusi album yang bisa
dilihat sebagai konten atau pesan media tersebut bisa dieksplorasi melalui
perspektif manajemen ataupun ekonomi politik media. Tulisan ini coba
mendiskusikan musik populer sebagai bagian dari kajian ilmu komunikasi,
terutama dalam lokus kajian media. Posisi musik populer dalam kajian media di
Indonesia memang unik, walaupun musik populer dibahas di banyak buku pengantar
kajian media, setahu saya kajian musik populer sebagai media tidak hadir
sebagai kajian khusus, berbeda dengan media cetak, media penyiaran, dan juga
media baru.
Sebagai fenomena soial pun musik populer hadir dengan intens dalam
kehidupan sehari-hari kita, tetapi musik populer jarang dikaji dengan serius
secara akademis sebagai bagian dari jenis media. Walau begitu, kini sudah mulai
muncul penyuka dan pengamat musik populer dari sudut pandang kajian media.
Kemungkinan lahirnya para pengamat musik populer sebagai media tersebut karena
cara pandang yang lebih mendalam, berbeda, dan kritis sudah harus hadir untuk
mengkaji musik populer.
Sama seperti halnya bidang kajian media ataupun bidang kajian
komunikasi yang lain, untuk mengamati secara komprehensif namun singkat, kita
dapat mendedah musik populer dalam rangkaian proses komunikasi yang terjadi.
Siapa yang memproduksi pesan musik rekaman, bagaimana pesan diproduksi,
dikemas, didistribusikan, dan dimaknai, siapa yang mengakses atau mendengarkan
musik populer, dan efek apa yang muncul dari proses terdistribusinya musik
populer tersebut.
Pesan musik populer tidak hanya diproduksi dan didistribusikan oleh
para penyanyi dan penciptanya, namun meliputi berbagai pihak yang terjalin
dalam relasi kompleks, antara lain publisis dan kompetisi musik. Di Indonesia
misalnya, kini terdapat lumayan banyak kompetisi musik, terutama yang
diselenggarakan oleh stasiun televisi, namun kontribusinya pada produksi pesan
yang berkualitas masih belum memadai. Hal ini terlihat dari musik dengan genre
arus utama saja yang muncul dan lagu itu itu saja yang dinyanyikan. Secara
keseluruhan semesta pesan musik populer kurang banyak secara kuantitas dan
kualitas.
Penyanyi, sebagai produsen konten utama, juga masih kurang beragam.
Kemunculan penyanyi Indonesia terlalu didominasi oleh kepentingan pasar,
sehingga yang hadir pada suatu waktu adalah genre tertentu saja. Katakanlah
ketika musik menye-menye yang laris
manis, musik jenis itu juga yang diproduksi, penyanyi dengan langgam yang sama
juga yang muncul. Pun dengan fenomena boys
dan girls band, karena dianggap
sedang disukai oleh pendengar, sepertinya banyak sekali band semacam itu yang
muncul. Smash misalnya, mendorong
banyak boys band serupa hadir. Semua
dengan modus yang sama, bergaya Korea
dan bernyanyi dengan meriah, bahkan ketika persedian pemuda Indonesia sudah
habis, diimpor pemuda Korea untuk
menjadi anggota salah satu boys band Indonesia.
Audiens konten musik populer Indonesia juga berkembang dengan cepat belakangan ini. Secara umum industri musik populer Indonesia dianggap belum besar karena maraknya pembajakan yang tak kunjung usai dibenahi, namun dari sisi jumlah audiens atau pendengar musik populer, pasar musik populer Indonesia sangatlah besar. Masyarakat Indonesia adalah konsumen media yang sangat besar dan secara umum relatif royal dalam mengakses, karena untuk konten yang dinilai bagus mereka tidak ragu-ragu mengeluarkan dana untuk mengaksesnya. Lihat saja album-album Cherybelle yang cepat sekali habis dan konser-konser Coboy Junior yang selalu penuh. Sebenarnya bila masyarakat Indonesia tidak hanya diperlukan sebagai konsumen, tetapi juga dipandang sebagai warga oleh negara yang diutamakan hak-haknya dalam mengakses musik populer, musik populer Indonesia bisa lebih besar.
(tulisan ini dimuat di Kepel News Music Edition, dirilis oleh KOMAKO UGM)
Audiens konten musik populer Indonesia juga berkembang dengan cepat belakangan ini. Secara umum industri musik populer Indonesia dianggap belum besar karena maraknya pembajakan yang tak kunjung usai dibenahi, namun dari sisi jumlah audiens atau pendengar musik populer, pasar musik populer Indonesia sangatlah besar. Masyarakat Indonesia adalah konsumen media yang sangat besar dan secara umum relatif royal dalam mengakses, karena untuk konten yang dinilai bagus mereka tidak ragu-ragu mengeluarkan dana untuk mengaksesnya. Lihat saja album-album Cherybelle yang cepat sekali habis dan konser-konser Coboy Junior yang selalu penuh. Sebenarnya bila masyarakat Indonesia tidak hanya diperlukan sebagai konsumen, tetapi juga dipandang sebagai warga oleh negara yang diutamakan hak-haknya dalam mengakses musik populer, musik populer Indonesia bisa lebih besar.
(tulisan ini dimuat di Kepel News Music Edition, dirilis oleh KOMAKO UGM)