Rabu, 07 April 2010
Media Terbuka dan Musuh-musuhnya (Bagian 1)
Tulisan ini sebenarnya sudah cukup lama saya persiapkan. Dipikir-pikirkan, dirancang-rancang, dan diramu-ramu, ternyata tidak berwujud juga. Karena itulah, saya kemudian menggunakan cara lain, tulisan ini langsung saja saya tulis tanpa memikirkan banyak hal lain. Detail dan setting bisa diisi sembari tulisan ini dikreasi.
Tulisan ini secara jelas diinspirasi oleh judul sebuah buku yang saya suka, “Open Society and Its Enemies”. Saya senang dengan judulnya lho….belum seluruh isi bukunya karena sampai detik ini, kesempatan mewah untuk membaca buku tersebut belumlah saya dapatkan. Buku karya Karl Raimund Popper tersebut sudah lama terbitnya, tahun 1945, dan menjadi inspirasi bagi George Soros. Soros sampai membuat lembaga yang bernama “Open Society” untuk mewujudkan visi sosialnya.
Terus terang, isi detail buku tersebut belumlah saya pahami. Walau begitu saya berjanji untuk menuliskannya dalam versi saya sendiri, yang semoga tepat dan menjadi lebih mudah dipahami. Nanti saya ingin mempelajarinya sekaligus mencoba mengisahkannya. Sementara ini kita baru mendapatkan inspirasi dari judulnya dulu saja.
Tulisan ini juga sebagai apreasiasi dan cara mengingat sebuah program acara. Sebuah acara di mana saya berpartisipasi dan berdiskusi dengan banyak orang-orang yang mencerahkan jiwa dan hati. Acara tersebut adalah “Angkringan Gayam” di Geronimo FM. Semoga dengan tulisan ini, saya bisa mendokumentasikan acara ngobrol-ngobrol tersebut. Dengan demikian, otak saya yang terbatas bisa terbantu untuk mengingatnya. Tulisan ini juga menjadi semacam penghargaan untuk rekan-rekan di Geronimo FM, terutama host acaranya, Sondy Garcia, dan rekan-rekan narasumber teman berdiskusi.
Saya sudah menjadi co-host empat kali. Keempatnya akan saya coba tulis secara bersambung. Tulisan pertama ini berasal dari diskusi pada tanggal 22 Februari 2010. Topik yang diangkat adalah “Facebook: Friend or Foe”. Kebetulan pada waktu itu situs jejaring sosial, Facebook, sedang disorot habis-habisan karena menjadi sarana untuk melakukan berbagai tindak kejahatan. Tindak kejahatan yang paling disorot waktu itu adalah penculikan anak di bawah umur melalui Facebook.
Facebook bukan hanya berada di dalam media baru yaitu internet, Facebook adalah sebentuk media terbuka. Media terbuka tidak hanya muncul dalam media baru tetapi lewat media barulah media terbuka semakin dikenal. Apa itu media terbuka? Media terbuka paling tidak memiliki tiga karakter, yaitu konvergensi pesan, partisipasi dalam proses komunikasi, dan intelektualitas kolektif.
Narasumber dalam “Angkringan Gayam” pertama saya ini adalah Sasa (Santi Dwi) dan Nilu (Ignatia Nilam Agusta) dari Moof, serta Mere (Meredian Alam). Ketiganya memanfaatkan Facebook untuk beragam kegiatan positif Sasa dan Nilu menggunakan Facebook untuk menjalankan usaha di mana mereka bekerja. Moof menjual beragam jenis produk. Uniknya, mereka tidak sekadar “berjualan” tetapi juga berinteraksi dengan membentuk komunitas. Pada titik ini Moof menggunakan Facebook untuk memperluas jaringan, berjualan, dan berkesenian. Sebenarnya tidak hanya Facebook yang mereka gunakan, tetapi juga beragam situs lain untuk berinteraksi sekaligus menyebarkan informasi terbaru mengenai Moof.
Sementara, Mere, menggunakan Facebook untuk berinteraksi secara sosiokultural. Dia merupakan bagian dari gerakan kaum muda di seluruh dunia. Melalui Facebook itu pula, dia mengikuti Konferensi Kaum Muda Dunia di London tahun kemarin. Facebook bagaimana pun juga merupakan “teman” yang memiliki banyak fungsi. Fungsi pertama adalah yang dicontohkan oleh Mere tadi. Dia menggunakan Facebook untuk memperluas relasi dan memahami sesama kaum muda di seluruh dunia.
Facebook juga bisa menjadi “teman” dalam konteks ekonomi. Facebook digunakan untuk tujuan akhir mendapatkan profit dengan cara-cara unik dan pantas. Fungsi ini adalah apa yang dilakukan oleh teman-teman Moof tadi. Walaupun di Indonesia bisnis online belumlah terlalu marak, bentuk bisnis yang dipublikasikan melalui Facebook ini adalah cara yang berpotensi marak di masa mendatang.
Fungsi yang tidak kalah penting adalah sebagai gerakan politis. Seperti kita ketahui bersama, melalui Facebook telah lahir berbagai gerakan “perlawanan” politis masyarakat sipil yang diganggu oleh “penguasa” politik dan ekonomi. “Sejuta Facebookers untuk Bibit-Chandra” dan “Coin for Prita” adalah dua gerakan politis terbesar yang pernah muncul dengan menggunakan Facebook.
Memang Facebook bisa digunakan secara politis dalam konteks yang lain, yaitu untuk mendapatkan dukungan politik atau “menciptakan” lawan politik. Contohnya adalah thread yang banyak muncul pada Pemilu tahun kemarin, “Say No to…(tokoh politik tertentu), yang berfungsi mendeskreditkan tokoh tertentu. Walau begitu, fungsi politis yang seperti ini bukanlah yang utama. Fungsi politis yang utama adalah bagaimana Facebook digunakan oleh berbagai elemen masyarakat sipil untuk menghadapi penguasa yang dinilai lalai. Facebook di Indonesia jelas telah menjadi semacam media terbuka yang memberikan saluran baru untuk berpolitik bagi masyarakat.
Bila kita merujuk pada tipologi media atau teknologi baru Denis McQuail, kita bisa memasukkan Facebook ke dalam semua tipe, yaitu media komunikasi interpersonal, pencari informasi, permainan interaktif, dan partisipasi kolektif. Semuanya menyatu walau sangat mungkin pengguna Facebook lebih berfokus pada salah satu fungsi.
Facebook sebagai media komunikasi interpersonal adalah bentuk yang utama. Melalui Facebook kita berkomunikasi dengan person lain secara langsung, terus menerus, dan relatif emosional. Tidak hanya fungsi chatting, memperbarui, dan catatan tentang sesuatu atau perasaan yang bisa dilacak, melainkan sebenarnya semua “jejak” seorang facebooker pada prinsipnya adalah sebentuk informasi yang dia kirimkan pada mitra komunikasi.
Media pencari informasi yang difungsikan melalui Facebook terlihat melalui banyak bentuk. Informasi, yang secara luas didefinisikan sebagai apa pun yang berguna untuk mengurangi ketidakpastian, dapat diamati pada akun Facebook kontak kita. Informasi yang dimaksud di sini tidak hanya yang nantinya diakumulasi menjadi pengetahuan, melainkan juga informasi yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Facebook sebagai media permainan interaktif juga merupakan fungsi yang semakin berkembang.
Dengan menggunakan Facebook, seorang pengakses bisa memainkan banyak game, terutama yang online dan melibatkan pihak lain. Dua dari game di Facebook yang paling terkenal adalah Mafia Wars dan Farmville. Keduanya mengasyikkan bukan hanya pada “bermain-main” itu sendiri, melainkan juga karena pengakses bisa memainkannya secara langsung dan bersama-sama.
Terakhir, Facebook sebagai media partisipasi kolektif, mungkin fungsi yang paling penting dan berdampak besar dalam kehidupan sosial dan politik sekarang ini. Banyak gerakan sosial yang dimunculkan melalui Facebook yang berdampak positif yang membantu banyak pihak. Individu-individu yang “terpisah” dan ingin berkontribusi secara sosial bisa difasilitasi melalui Facebook.
Jadi sebenarnya Facebook banyak berguna sebagai “teman”, bukan “musuh”.
Sebagaimana halnya bentuk media dan teknologi yang lain, kawan atau lawan, kitalah yang menciptakannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar