Kamis, 14 April 2011

Berkarya dan Berleha-leha



Berkarya dan berleha-leha itu tipis saja. Seringkali kita merasa sudah berkarya atau bekerja, namun pada kenyataannya kita berleha-leha. Begitu pula sebaliknya, kita melihat orang lain berleha-leha padahal sebenarnya dia berkarya. Pendeknya, persoalan berkarya versus berleha-leha itu tidak sesederhana yang kita bayangkan. Dua kata ini mudah dipertukarkan dan salah dimaknai satu sama lain. Belakangan ini saya mendengarkan kembali lagu-lagu Billy Joel, terutama lagu “Just the Way You are”. Lagu itu sudah lama sekali namun masih enak untuk didengar-dengarkan. Kalau kata orang banyak, everlasting lah….kemudian saya menghitung jumlah lagu hits Billy Joel. Ternyata jumlahnya tidak banyak. Pun dengan jumlah albumnya. Untuk rentang karir yang demikian panjang, Billy Joel “cuma” menghasilkan sebelas album walau sedikit hit yang dibuat Billy Joel memang lagu-lagu sepanjang masa.

Coba kita tengok penyanyi kugiran atau senior yang lain, Elton John. Bukan kebetulan bila Elton John dan Billy Joel bersahabat karib. Dalam rentang karir yang sama, Elton John menghasilkan tiga puluh karya yang berbentuk album. Lebih banyak dua kali lipat bila dibandingkan dengan Billy Joel. Elton John bahkan dengan berseloroh bahwa sahabatnya, Billy Joel, terlalu berleha-leha. Pernyataan tersebut termuat dalam laporan wawancara Elton John di Rollingstone Indonesia edisi Maret 2011. Billy Joel bukannya tidak menyadari bahwa dirinya kurang produktif dalam berkarya. Pada sebuah edisi Rollingstone beberapa tahun yang lalu, ketika dia diminta menulis tentang Elton John sebagai penyanyi legendaris, Joel juga bercanda dengan meminta Elton John jangan terlalu kreatif, jangan terlalu produktif. Biasa sajalah. Bila orang berkomentar betapa penikmat musik terus menerus kanget tiap tahun karena Elton John mengeluarkan album hampir tiap tahun, pertanyaan penikmat musik pada Billy Joel hanya satu: kapan album baru darinya keluar?

Entahlah, membaca-baca kedua penyanyi itu saya terinspirasi dan terhibur. Itulah sebabnya saya bahagia sekali mengakses musik populer dan informasi di seputarnya. Kita bisa mendapatkan satu paket dalam mendengarkan musik populer, terhibur dan tercerahkan. Bisa keduanya sekaligus. Bisa salah satu terlebih dahulu dan pada prosesnya keduanya akan didapatkan pula. Kita mendapatkan satu paket dan seringkali mengejutkan. Ketika berharap terhibur dan terpicu rasa romantis dengan mendengarkan lagu “I Want Love”-nya Elton John dan “The River of Dreams” karya Billy Joel, kita malah mendapatkan secuil makna atas cinta yang terkadang sepele dan mimpi yang seringkali mengalir. Ketika kita mencoba sok mendalami lagu-lagu “liat” milik Radiohead, misalnya saja “Lotus Flower”, dan karya Sonic Youth, katakan saja “Sympathy For The Strawberry”, kita malah mendapatkan “hiburan” jenaka tentang pembolak-balikkan makna dan tersenyum melihat realitas yang dipaksa untuk kompleks, padahal sejatinya realitas itu sederhana saja. Kita saja yag membuatnya kompleks dan tak terpermanai.

Kembali pada berkarya dan berleha-leha. Bila kita merujuk pada kedua aktivitas tersebut, kita bisa memberinya relasi atau tidak memberikannya. Ketika direlasikan, berkarya dan berleha-leha itu saling mendukung. Kita tak mungkin berkarya atau berleha-leha terus. Terkadang keduanya mesti dikombinasikan. Walau begitu, berkarya terus masih lebih baik dibandingkan dengan berleha-leha terus-menerus, karena itulah bila sudah on fire untuk berkarya sebaiknya jangan pernah berhenti. Saya coba menghilangkan relasi yang menisbikan salah satu atau yang mementingkan dirinya sendiri, namun hal terpenting adalah tak mencoba membeda-bedakannya. Keduanya dihayati dan dijalankan dengan murni dan konsekuen.

Berleha-leha dan berkarya itu sebenarnya lebih merujuk pada aktivitas. Proses berkarya misalnya, sebaiknya kita rasakan sesuai dengan karakter “fenomenologi” di mana kita sangat dekat dengan realitas yang kita jalani. Setelah kita menyelesaikan sebuah karya sebaiknya kita lihat berdasarkan perspektif post-positivis karena karya itu sebenarnya bisa diverifikasi sudah ada berapa karya, jenisnya apa, dan seterusnya. Pada akhirnya karya tadi dievaluasi lebih mendalam dengan pandangan kritis. Sudahkah secara kualitas karya itu bermakna dan etis? Itu pertanyaan yang bisa dijabarkan bila kita memperhitungkan karya. Karya sendiri adalah output kreatif dari produsen. Bila kita berperan sebagai pembelajar, karya tadi kita sebut sebagai teks. Pada dasarnya pencipta karya sudah “mati” ketika karya tersebut bisa diuji dan dimaknai sebagai teks.

Lalu, bagaimana dengan berleha-leha? Karena tidak ada outputnya, berleha-leha tidak terlalu penting untuk dibicarakan. Walau begitu berleha-leha termasuk penting karena biasanya fase berkarya yang bagus tidak akan didapat tanpa fase berleha-leha yang memadai. Dalam kasus Billy Joel yang sudah didedah sebelumnya, tidak apa terlalu lama berleha-leha asalkan pada fase berkarya dia bisa menghasilkan karya-karya yang legendaris. Permasalahannya, bagaimana bila saya tidak pernah terlalu intens berada dalam fase berkarya? Atau apakah saya berleha-leha dengan menulis hal tak jelas semacam ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...