Senin, 04 April 2011

Just the Way You are


Menerima kau apa adanya, atau kau adanya apa? Intinya, aku hanya ingin berkata padamu, pada tiap-tiap pernyataan, kita bisa membuatnya romantis atau bercanda, atau bahkan menambahkan nuansa serius. Pernyataan memang hampir selalu bernuansa serius, dan kau bisa menambahkannya menjadi lebih serius lagi bila menjadikan pernyataan tersebut aforisme a la Friedrich Nietcshe. Ujaran kalimat tak lengkap dan tak jelas seperti puisi dan mengandung “nilai” yang tinggi. Namun di luar hal-hal yang “serius”, di dalam kehidupan manusia sehari-hari, menerima manusia lain apa adanya tidaklah mudah. Statemen menerima orang lain apa adanya adalah pernyataan eksistensial, seperti juga kita ingin diterima orang lain apa adanya. Dalam kenyataannya, hal-hal yang eksistensial biasanya justru hal-hal yang paling tidak diterima apa adanya.

Kau tahu sayang, menerima orang lain apa adanya itu juga berbeda penafsirannya sepanjang waktu. Coba kau tengok dua lagu berjudul sama yang kukirimkan kepadamu, “Just the Way You are”. Satu versinya Billy Joel, lagu yang berasal dari tahun 1977. Satunya lagi adalah versi Bruno Mars dari tahun 2010, yang mungkin sangat disukai anak muda sekarang. Kau tahu, bila “Just the Way You are” dari tahun 1977 lebih bicara dalam konteks relasi yang non-fisikal, sementara “Just the Way You are” yang berasal dari tahun kemarin lebih membicarakan tampilan fisik orang yang dicintai.

….

(Sesaat aku menghentikan membaca email darinya. Kudengarkan dua lagu ini dan kucermati liriknya. Dia tidak sepenuhnya benar. Kedua lagu ini sama-sama merujuk pada menerima apa adanya orang yang kita cintai yang fisikal. Memang sih, lagu yang dinyanyikan oleh Billy Joel, apa adanya diri yang fisikal tidaklah dominan. Potongan lirik yang paling aku suka di versi Billy Joel adalah ketidakinginan sang tokoh untuk berbincang “pintar” dengan orang yang disayangi. Cukup mengobrol, berbincang-bincang sederhana namun enak. Hal itu sudah cukup. Sesuatu yang tidak aku dapat darinya, si penulis email. Dulu dia selalu mengajak dengan antusias berdiskusi hal-hal yang tak kumengerti. Membicarakan beragam konsep yang tidak kita inginkan namun dipaksa sungguh tak nyaman. Itulah yang aku alami bersamanya dahulu. Aku tidak merindukannya. Kemudian kulanjutkan membaca…)

….

Aku minta maaf karena tidak melihatmu apa adanya dulu itu. Aku lebih melihatmu dari sudut pandangku dengan berlebihan, melihatmu dari harapan-harapanku yang mungkin tak kuinginkan. Kini aku sadar bagaimana pun juga kita berbeda. Sekali pun kita saling menyayangi, kita tetaplah dua individu yang berbeda. Sekali lagi aku minta maaf berlebihan berharap padamu. Tujuh bulan ini baru aku sadari tidak ada yang bisa mengisi hari-hariku selain dirimu. Kau menemaniku di saat-saat bahagia dan sedih. Tak ada lagi yang aku inginkan. Aku hanya ingin kita bersama lagi.

Aku juga ingin bercerita padamu bila teman-temanku juga mencarimu. Melihat mereka menanyakanmu, aku baru sadar kau juga penting bagi mereka. Menurut mereka, kau bisa mengeluarkan obrolan ringan namun berisi. Tidak seperti kami yang sok pintar memdiskusikan hal-hal berat namun tak merujuk pada kehidupan nyata. Selain itu aku merindukanmu bersenandung pelan lagu-lagu indah. Bahkan kau juga tahu ‘kan? kesukaanku mendengarkan musik saat ini berasal dari dirimu.

Bila kau bertanya mengapa aku baru menghubungimu sekarang, itu karena aku harus menyelesaikan tesisku. Kau tahu ‘kan pada saat kau pergi itu, aku juga sedang memikirkan tesis yang tak kunjung rampung. Kini kewajiban besarku itu sudah selesai. Aku juga ingin kau nanti datang saat aku wisuda seperti masa S1 dulu. Kau pasti ingat dengan masa-masa indah awal kita bersama itu ‘kan? Aku semakin sadar betapa banyak hal memukau yang hilang ketika kau pergi. Oh iya, aku mendapatkan alamat emailmu dari teman sekost lamamu. Dia bilang hanya mempunyai alamat email, tidak punya nomor handphone-mu.

Setelah pertikaian itu, setelah permintaanmu yang tidak bisa aku janjikan. Kau menghilang begitu saja. Berbulan-bulan aku berusaha mencari informasi mengenai dirimu. Kau tahu aku begitu bahagia mendapatkan informasi tentang dirimu. Hanya informasi tentang dirimu sudah membuatku bahagia apalagi bila benar-benar bertemu dengan dirimu. Pertanyaanku, bisakah kita bertemu dekat-dekat ini? Bolehkah aku datang ke kotamu, tempat yang indah dengan pantai dan pegunungannya itu? Kabari aku secepatnya ya….

….

(Aku kemudian menutup email darinya walau masih ada yang bisa dibaca. Dia selalu bercerita tentang apa yang dia baca dan pelajari. Seperti biasanya, tulisannya bagus dan selalu bernuansa positif. Bila bertumpu pada bukti tekstual ini aku mungkin jatuh cinta lagi padanya. Aku bisa melupakan berbagai hal yang membuatku tak nyaman bersamanya dulu itu. Sepertinya dia memang menerapkan taktik a la Stephen King, bahwa kata-kata adalah segalanya. Sekali lagi, dia pandai mempersuasi melalui kata-kata namun tidak pada interaksi yang sesungguhnya, dia bisa jadi dominatif, berusaha menguasai orang lain dengan beragam cara.

Dia terlalu pandai, terlalu baik, terlalu perhatian, namun dia ada bukan untukku. Di sampingnya aku hanya menjadi tambahan atau perpanjangan dirinya. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri bila bersama dengan orang lain, apalagi dengan seseorang yang kucintai. Aku selalu tak nyaman ketika dia berbincang antusias berbagai hal yang dia sukai, filsafat, politik, atau konsep-konsep “besar”, yang tak terjangkau untukku. Awalnya hal-hal itulah yang membuatku kagum tetapi pada akhirnya menyusahkan. Aku berada di dekatnya namun tak memahami banyak hal yang dia sampaikan.

Tiba-tiba ada pesan masuk ke situs jejaring sosialku. Sebuah ajakan makan siang dari lelaki yang kini kucintai. Dia biasa saja. Maksudku, dia bukan tipe orang yang senang membicarakan konsep dengan terlalu dalam. Hal yang paling penting, dia selalu ada untuk diajak berbincang tentang keseharian. Mimpinya juga tidak menjulang, mengubah dunia misalnya, atau menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dalam bermasyarakat, yang bagiku absurd. Di atas yang biasa itu, dia ada dalam hidupku.

Dia menerimaku apa adanya. Begitu juga aku, menerima dirinya apa adanya. Walau menerima apa adanya seseorang adalah sesuatu yang tak jelas juga, bagaimana kita yakin bahwa persepsi kita tentang orang lain adalah dirinya sendiri seperti apa adanya? Menerima apa adanya orang lain semestinya sama dengan menerima apa adanya diri kita sendiri.

Email dari lelaki di masa lalu kuhapus. Habis sudah babak hidupku berinteraksi dengan si “filosof” itu. Kini semuanya berbeda. Aku segera mengiyakan ajakan lelaki yang kucintai kini. Obrolan nyaman sehabis makan siang adalah yang kutunggu walau hanya sekadar saling menanyakan apa yang telah kami lewati selama setengah hari. Menerima orang lain apa adanya selalu perlu diagih dan dicobakan dalam interaksi terus-menerus)

#####

Fiksi di atas terinspirasi dari kedua lagu berikut:

Just the Way You are
Oleh Billy Joel dari album “The Stranger” (1977)

Don't go changing, to try and please me,
You never let me down before,
Don't imagine, you're too familiar,
And I don't see you anymore.

I would not leave you, in times of trouble,
We never could have come this far,
I took the good times, I'll take the bad times,
I'll take you just the way you are.

Don't go trying, some new fashion,
Don't change the colour of your hair,
You always have my, unspoken passion,
Although I might not seem to care.

I don't want clever, conversation,
I never want to work that hard,
I just want someone, that I can talk to,
I want you just the way you are.

I need to know that you will always be
The same old someone that I knew,
What will it take till you believe in me,
The way that I believe in you?

I said I love you, and that's forever,
And this I promise from the heart,
I couldn't love you, any better,
I love you just the way you are.

I don't want clever, conversation,
I never want to work that hard,
I just want someone, that I can talk to,
I want you just the way you are.

Just the Way You are
Oleh Bruno Mars, berasal dari album “Doo-Wops & Hooligans” (2010)

Oh her eyes, her eyes
Make the stars look like they're not shining
Her hair, her hair
Falls perfectly without her trying

She's so beautiful
And I tell her every day

Yeah I know, I know
When I compliment her
She wont believe me
And its so, its so
Sad to think she don't see what I see

But every time she asks me do I look okay
I say

When I see your face
There's not a thing that I would change
Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile,
The whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are

Her lips, her lips
I could kiss them all day if she'd let me
Her laugh, her laugh
She hates but I think its so sexy

She's so beautiful

And I tell her every day

Oh you know, you know, you know
Id never ask you to change
If perfect is what you're searching for
Then just stay the same

So don't even bother asking
If you look okay
You know I say

When I see your face
There's not a thing that I would change
Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile,
The whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are

The way you are
The way you are
Girl you're amazing
Just the way you are

When I see your face
There's not a thing that I would change
Cause you're amazing
Just the way you are
And when you smile,
The whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...