Kamis, 14 April 2011
Song to Sing When I'm Lonely
Salah satu hal yang paling tidak mengenakkan adalah terbangun saat dini hari. Terbangun dengan kaget, mendadak sekali, dan tak tahu persis apa penyebabnya. Dini hari ini dia terbangun lagi. Bila diingat-ingat ini adalah kali kelima dia terbangun seperti ini. Biasanya dia akan terbangun dini hari karena pertandingan Liga Champions. Jam berapa pun dia tidur, bila ada pertandingan klub sepakbola se-Eropa itu dia pasti terbangun. Tetapi belakangan ini “alarm” liga Champions di dalam dirinya sudah dia matikan sejak Manchester United menang melulu dan AC Milan sudah tersingkir. Dia sudah tak ingin dan tak mau menonton lagi liga Champions musim ini. Dia semakin bertanya penyebabnya terbangun. Apakah ada yang dia khawatirkan? Apa sebenarnya yang ku khawatirkan? Batinnya. Terlalu banyak hal yang dikhawatirkan. Mulai dari terbunuhnya warga sipil di Timur Tengah yang jadi sasaran tembak para pemimpin brutal, efek radiasi dari reaktor di Fukushima yang mungkin saja menjangkau kampungnya, juga hilangnya dana para nasabah “privat”, korban wanita seksi, seperti yang dia baca di koran-koran.
Tentu saja bukan hal-hal “jauh” itu yang menjadi sumber kekhawatirannya, sehingga membuatnya tidur tak enak makan tak nyenyak. Sederhana saja sebenarnya, yang membuatnya khawatir adalah tugas-tugasnya yang urung selesai dituntaskan. Ada tiga jenis tugas, tugas kecil, tugas sedang, dan tugas sangat besar. Tugas kecil sudah selesai dan sebentar lagi akan menjadi buku kolaboratif keempatnya bersama rekan-rekan dalam topik yang sama. Tugas sedang lagi diselesaikan dan paling hanya memerlukan satu hari satu malam lagi bila dikerjakan dengan intens. Tugas yang paling dia risaukan adalah tugas sangat besar yang dua tahun ini boleh dikatakan terbengkalai seperti banyak Taman Budaya di banyak kota di Indonesia. Dia merasa belum melakukan apa-apa dan kurang serius pula. Dia terlalu lama berleha-leha.
Selain rasa khawatir yang tak jelas, merasa terlalu lama membuang waktu, ekspektasi yang tak sampai, impian menghasilkan masterpiece yang kian pudar, dan hal-hal lain yang pernah tuntas, dia juga merasa kesepian. Mengapa selalu merasa kesepian ketika berkaitan dengan tugas? Bukankah dia sendiri yang mengatakan bahwa tugas itu bukan sebagai beban melainkan sebagai cara untuk meningkatkan kualitas diri? Kini untaian kata itu berbalik arah padanya. Dan dia kini semakin memahami banyak yang mesti dilakukan…kenyataan ini menyenangkan. Apa yang lebih menyenangkan selain sadar bahwa masih banyak yang bisa dikerjakan dan dikejar? Bahwa hidup ini bukan soal berleha-leha atau berkarya belaka?
Dia sendiri dalam hal berhadapan dengan sebuah karya atau tugas. Dia tahu dia sendirian, namun sendiri itu sungguh bermakna. Persoalannya diri sendiri pulalah yang bisa menjadi musuh terbesar, seperti kata Yngwie Malmsteen, “I’m My Own Enemy”. Lalu bagaimana cara memilah diri yang menjadi teman atau musuh, sedangkan membedakannnya pada manusia-manusia lain saja sulit apalagi pada diri sendiri? Ada manusia lain yang berpura-pura sebagai teman tetapi sesungguhnya dia “menggunting dalam lipatan”. Ada pula yang berperan sebagai musuh namun tak kompeten, menstigma orang lain hanya menggunakan otaknya sedikit atau sisanya saja namun dia sendirilah yang otak dan hatinya beku. Sungguh, yang dia inginkan hanya musuh yang kapasitasnya mumpuni, yang bisa menjadi musuh abadi adalah kawan berpikir.
Ah, dia sudah melantur terlalu jauh. Dia harus kembali memfokuskan diri pada tugas-tugasnya dan memilih benar dirinya yang berperan sebagai teman dalam hal berkarya. Tugas sangat besar itu sudah menanti untuk dikerjakan, sebab bila tak serius dikerjakan sampai kapan pun taka akan selesai, sampai akhir jaman sekali pun. Bagaimana mau selesai bila tak dituntaskan tahap di tengahnya? Merencanakan, menginginkan,….., selesai. Titik-titik itu tidak bisa diisi kata lain selain kerjakan!
Oh, dia tahu sudah meracau amat jauh. Kemudian dia menyiapkan ragam hal agar tugas sangat besarnya terkerjakan dengan serius. Buku-buku, jurnal-jurnal, pikiran yang sudah disiapkan, hati yang sepi dan penuh rasa bahagia, diri yang sudah dipilah: mana peran kawan mana peran musuh, manusia-manusia lain yang sementara dia lupakan sekian waktu kecuali orang-orang yang dicintainya dan sahabat-sahabatnya sepanjang jalan, serta sesuatu yang tak mungkin dilupakannya. Tak lain dan tak bukan, lagu-lagu penyemangat kala berkarya atau menulis, antara lain lagu ini:….
Song To Sing When I'm Lonely
By John Frusciante
A song to play when I'm lonely
Win and never play a game again
No one to face when I'm falling
Holding tight to dreams that never end
I'll be you
I do
I'll be you
No one's afraid to be called by another name
No one dares to be put down where they don't belong
Nowhere's anyone reason
Everything dying and leaving
Out with these faults and you make me a baby
Faking an movement by no ones seeing it
No one always find peace flung
No one chooses to beat my pride down
Symbols pierce right through me
People fail to be drawn up
Sunlight to fate accumalates
Loving pain to be clung to
By lumimous bodies
Only waiting for long signs to be wrong
And true to us
Out of place in my own time
Drowning thinking that I'm dry
Holding on to facts that'll never be proven
Faking an action cause no one's looking
Hello when I'm crashing
Feeling nothing when my life's flashing before my eyes
You should've threw me down
Is the content so much
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar