Senin, 23 April 2012

VA – Benyamin on Jazz: Tribute to the Legend (2012)


#Belajar Ekonomi Politik Media – Kasus 5#

Apa yang kita bayangkan ketika kita memikirkan sosok Benyamin S.? paling tidak ada tiga sosok yang dia bawa, penyanyi serba bisa dan jenaka, komedian, dan juga aktor yang handal.

Kemampuannya sebagai komedian era 1980-an tidak disangsikan lagi. Dia membintangi banyak film komedi yang banyak ditonton pada jaman itu, antara lain dalam film Samson Betawi. Sosoknya sebagai aktor yang bagus muncul dalam serial Si Doel Anak Sekolahan sebagai babe si Doel yang tegas menjaga nilai kebetawian sekaligus ayah yang sangat mencintai anaknya yang menjadi tukang insinyur itu. Sosok yang diperankan oleh Benyamin S. selalu berada dalam konteks budaya Betawi, sebagai orang Betawi yang oke. Sosok orang Betawi yang tentunya jauh lebih bagus daripada penggambaran Bang Maman dari Kalipasir yang menghebohkan itu karena mengenalkan istilah istri simpanan pada anak-anak Sekolah Dasar.

Sosoknya yang terakhir, yang penting untuk pendedahan tulisan ini adalah sosok Benyamin sebagai penyanyi. Sosok Benyamin sebagai penyanyi juga tak bisa dipisahkan dari dirinya yang juga komedian. Hampir semua lagu yang dinyanyikan bernuansa lucu-lucuan dan mengangkat hal-hal biasa dalam kehidupan sehari-hari, misalnya Kompor Meleduk, Gerimis Aje dan Sang Perkutut. Siapa yang bisa mencerna dengan cepat apa yang disampaikan dalam Kompor Meleduk? Lagu tentang kompor yang “meledak”, tentu saja pada era sebelum konversi ke gas, sekaligus tentang kebanjiran. Namun kita sebagai pendengar tidak terlalu mempermasalahkannya. Kita hanya mendengar bila lagunya lumayan enak, liriknya lucu, dan menghibur.

Hal esensial dari apa yang dibawakan oleh Benyamin dalam lagu-lagunya adalah hasrat yang kuat untuk menghibur dan bersuka-ria dengan improvisasi yang bebas seperti halnya jazz. Itulah sebabnya, lagu-lagu Benyamin sesuai ketika dibawakan dalam musik jazz. Apalagi di dalam sejarahnya Benyamin Suaeb pernah bersentuhan dengan musik jazz pada era 1950-an, seperti yang disampaikan dalam catatan di album ini.


Selain itu kita juga bisa mengamati lahirnya album ini dari sudut pandang ekonomi politik media, terutama dalam aktivitas strukturasi. Seperti kita pahami bersama, di dalam produksi kemediaan paling tidak ada dua aspek yang penting, yaitu pelaku dan teks karya. Teks karya di sini adalah lagu-lagu Benyamin yang berusaha ditafsir ulang oleh para penyanyi jazz berbeda sekian generasi. Para musisi tersebut mesti menerjemahkan dengan baik sebelum teks karya berkembang menjadi teks media yang umum yang akan diakses oleh audiens atau pendengar. Tegangan inilah yang menjadikan relasi antara agen dan struktur yang berdualitas menarik untuk dikaji.


Elemen yang lain adalah pelaku yang memproduksi teks. Para pelaku ini bagaimanapun juga merupakan produk “struktur” sosial yang ada di masyarakat. Kebanyakan dari mereka adalah bagian dari kelas sosial menengah sementara teks lagu yang dibawakan oleh Benyamin dahulu itu berada dalam ranah kelas sosial menengah ke bawah. Lagipula, kondisi pada waktu sosiokultural pada itu tentu berbeda dengan keadaan sekarang. Tegangan antara pemaknaan kelas dahulu dan kini tersebut menjadi problem yang penting dalam ekonomi politik media di mana selalu ada pertanyaan apa filsafat moral yang dibawa oleh album ini?


Konsep strukturasi yang mendapatkan inspirasi dari pemikiran Anthony Giddens ini menghubungkan kemediaan “struktur” sosial, yaitu kelas sosial, ras, gender, dan gerakan sosial. Gerakan sosial melahirkan hegemoni, yaitu “kebenaran-kebenaran” yang dipercaya dalam produksi, distribusi, eksebisi, dan konsumsi teks media.


Relasi antara fenomena kemediaan dan struktur sosial inilah yang layak dikaji dari tiap teks media. Jelas relasi ataupun tegangan itu muncul melalui album ini dan akhirnya menghasilkan beberapa hal positif. Pertama, teks lagu yang dinyanyikan berbeda dengan penyanyi aslinya dalam pengertian positif. Kedua, lagu-lagu dan sosok Benyamin S. sendiri mulai dikenal kembali oleh banyak pendengar musik. Terakhir, kita semakin memahami bahwa untuk mendapatkan esensi dari kekaryaan seseorang diperlukan upaya yang sungguh-sungguh. Para musisi baru di album ini sudah menunjukkannya. Mereka berhasil menyerap semangat dari Benyamin S. dalam bermusik: bersuka-ria dalam bermusik dan melintasi banyak peran dari kesenimanan.


Semua lagu Benyamin S. di album ini dinyanyikan dengan enak, dalam nuansa jazz, dan tidak kehilangan “jiwa” melucunya, misalnya dalam lagu Nonton Bioskop, obrolan tentang “pisang” diterjemahkan dengan sangat baik oleh Subway Heat walau agak terlalu panjang improvisasinya. Lagu Di Sini Aje/Timbel juga menarik walau tanpa vokal tetapi menarik untuk didengarkan walau tanpa suara Ida Royani, mitra duetnya yang legendaris itu. Begitu juga lagu-lagu yang lain yang secara umum bagus tafsirnya. Tiap lagu dibawakan dalam kebaruan a la jazz dan terdengar tetap menarik. Pertanyaannya, selain Benyamin S. siapa lagi penyanyi yang akan dibuatkan album tribute? Dan yang juga penting, apa peran negara memfasilitasi kehadiran seniman dan juga mendokumentasikan karya-karyanya? Melahirkan seniman lebih sulit daripada memunculkan ilmuwan karena seniman, apalagi yang serbabisa seperti Benyamin S., tidaklah dihasilkan melalui sekolah, melainkan melalui kondisi masyarakat yang saling memperhatikan dan menghargai karya-karya kultural.

Daftar lagu:
1. Soundshine feat. R2 Rhythm - Paling Enak
2. Subway Heat - Nonton Bioskop
3. Indra Aryadi & Brinets - Perkutut
4. Didiet Violin - Sang Bango
5. Indro Hardjodikoro - Nangka Lande
6. Indonesia Youth Regeneration - Janda Kembang
7. Inna Kamarie - Gerimis Aje
8. Yessi Kristianto Project - Superman
9. Krishna Balagita Trio - Badminton
10. Kriskruise feat. Indra Dauna - Keluarga Gila
11. Ridle! - Kompor Meleduk
12. Kosakata - Di Sini Aje/Timbel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...