Sabtu, 12 Maret 2011

BBB (Belajar Bermedia Bersama) 9

Lumayan banyak peristiwa yang berkaitan dengan media yang terjadi di minggu kesembilan di tahun 2011 yang baru saja berakhir. Sebagian berasal dari peristiwa yang berlangsung minggu-minggu sebelumnya. Sebagian peristiwa yang lain berasal dari minggu kesebelas sendiri. Peristiwa pertama adalah kisruh di PSSI. Sayangnya media sering memberitakan tentang PSSI versus pemerintah, dan juga FIFA, dengan tidak lengkap. Sejak awal sebenarnya, bila media sudah langsung mencari sumber informasi statuta FIFA yang digunakan PSSI rejim Nurdin Halid untuk berlingdung, sudah bisa terlihat bahwa ada pelintiran makna oleh pihak PSSI. Sebenarnya media bisa mencari jejak historis alasan FIFA membekukan federasi sepakbola di beberapa negara yang menunjukkan bagaimana pemerintah otoriter negara tertentu terhadap federasi sepakbola. Untuk kasus PSSI, yang otoriter bukanlah pemerintah melainkan federasi sepakbolanya sendiri. Melacak informasi berdasarkan bukti historis adalah tugas media yang memiliki sumber daya. Media sebenarnya memiliki kemampuan untuk menjelaskan sebuah peristiwa sesuai dengan duduk masalahnya, bukan malah ikut riuh dan terbawa dalam polemik pendapat tak berujung.



Peristiwa kedua adalah juga peristiwa yang berasal dari minggu sebelumnya, yaitu rencana boikot asosiasi pengimpor film Amerika. Ternyata, boikot tersebut tak terbukti. Film-film dari Hollywood masih saja diputar. Memang media telah memberitakan pihak pengimpor film tersebut akan duduk bersama dengan pemerintah untuk menyelesaikan bea masuk film yang merupakan pangkal permasalahan dari rencana boikot tersebut. Sayangnya, tidak ada pemberitaan bagaimana proses pertemuan tersebut, apa yang dibicarakan dan di mana pertemuan dilakukan. Bila rencana boikot tersebut juga dianggap sebagai momentum perbaikan perfilman Indonesia, apakah ada insan perfilman nasional yang dilibatkan. Media semestinya tidak “menghentikan” pemberitaan tentang rencana boikot tersebut. Perlu juga diberitakan proses diskusi pemerintah dengan asosiasi pengimpor film itu karena publik berhak tahu, karena semua kegiatan pemerintah adalah tindakan kepublikan yang bisa dan boleh diketahui publik sesuai dengan amanat UU Keterbukaan Informasi Publik.



Tiga peristiwa yang lain adalah berbagai peristiwa yang terjadi pada minggu kesebelas, tidak berasal dari minggu sebelumnya. Peristiwa pertama adalah pelarangan game Mortal Combat terbaru di Australia karena dianggap fitur yang dimunculkan di dalam game tersebut terlalu sadis, terutama pada bagian brutality ketika mengalahkan lawan dalam permainan. Walau terjadi di negara lain, semestinya hal ini jadi pelajaran bagi kita bahwa game juga jenis pesan media yang mesti diamati dan diawasi demi melindungi kepentingan publik. Seperti kita ketahui, game di negeri ini dianggap tidak berbahaya karena hanya merupakan “permainan” dan tidak berbahaya. Selain itu, game lebih dianggap sebagai pesan media untuk anak-anak, padahal banyak game yang sebenarnya ditujukan untuk orang dewasa, baik game tersebut hadir di konsol, komputer, maupun handphone. Baik game tersebut dimainkan offline atau pun online. Beragam jenis game online yang sekarang ini marak dan menumbuhkan banyak game centre relatif berkembang tanpa pengawasan oleh siapa pun.



Berdasarkan urutan waktu, kasus yang kedua adalah peristiwa yang menunjukkan visi kepublikan yang kuat dari media. Sebuah suratkabar terkemuka di tengah minggu kemarin memberitakan tentang dua orang pasien yang berasal dari masyarakat miskin yang mesti menginap dan dirawat di lorong RSCM. Hal tersebut terjadi karena rumah sakit tersebut tidak memiliki kamar lagi sehingga pasien pemegang Jamkesmas tersebut tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dengan layak. Akibat pemberitaan tersebut keesokan harinya kedua pasien tadi sudah dipindahkan ke bangsal. Pihak rumah sakit menjelaskan bahwa fasilitas yang tidak memadai adalah penyebab pasien miskin tidak segera dirawat. Peristiwa ini menunjukkan bahwa media masih memiliki peran penting untuk mengawasi pemerintah. Pemerintah mesti diingatkan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sebagai kewajiban mereka. Media komersial sangat mungkin mewujudkan visi kepublikan tidak hanya pada media publik atau media komunitas. Pada dasarnya semua jenis media beroperasi untuk memenuhi kepentingan publik.



Kasus terakhir peristiwa kemediaan yang terjadi adalah kasus, lagi-lagi, pemecatan siswa gara-gara berkomentar tidak pantas tentang sekolahnya di situs jejaring sosial. Tiga orang siswa sebuah SMK di Bogor sempat dikeluarkan oleh pihak sekolahnya “hanya” karena berkomentar di status Facebook. Salah satu berkomentar “sekolah gue korupsi lho….”. Dua yang lain juga ikut dikeluarkan karena me-like status tersebut. Kejadian ini menunjukkan literasi media baru yang tidak dipahami dengan memadai pada siswa. Mereka tidak sadar bahwa apa pun pernyataan lewat status FB berpotensi dibaca oleh berbagai pihak, termasuk sekolah mereka, bukan hanya rekan-rekan mereka saja. Respon pihak sekolah tersebut juga berlebihan. Bila memang tidak ada korupsi mengapa mesti mengeluarkan siswa? Pihak sekolah memang berhak memberikan hukuman karena kejadian tersebut namun berlebihan bila langsung mengeluarkan siswa karena siswa juga memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas pendidikan. Pada akhirnya memang ketiga siswa tersebut memang diterima kembali di sekolahnya. Walau kasus ini jelas merupakan pekerjaan rumah kita bersama untuk terus menumbuhkan literasi media baru di masyarakat dan mengingatkan terus pemerintah untuk menyusun regulasi yang benar-benar berpihak pada kepentingan publik.



Menjadi pembelajar ilmu tentang media memang mengasyikkan dan mencerahkan. Secara personal, menjadi pembelajar ilmu komunikasi menjadikan saya terus kasmaran pada hidup yang fana, dan pada keadaan melampaui hidup yang tak fana (semoga paragraf terakhir ini tak dianggap berlebihan :D )



#####

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...