Senin, 20 Juni 2011

BBB (Belajar Bermedia Bersama) 20-21

Dalam waktu dua minggu ini paling tidak ada tiga kejadian yang cukup layak dikomentari. Tiga kejadian itu adalah kasus promosi peti mati oleh seorang penulis buku, sebuah stasiun radio yang tidak mau memutar lagu “Indonesia Raya”, dan tertangkapnya ratusan warga asing, Taiwan dan Cina, yang melakukan kejahatan dunia maya di Indonesia. Pertama, kasus promosi sebuah buku melalui pengiriman peti mati ke beberapa pihak, antara lain perusahaan media terkemuka, oleh salah seorang penulis buku yang juga berprofesi sebagai konsultan pemasaran, segera menimbulkan polemik: apakah promosi melalui peti mati itu bentuk kreativitas atau pelanggaran etika, bahkan pelanggaran hukum? Menurut saya promosi itu adalah pelanggaran etika karena bagaimana pun juga yang namanya kreativitas tetaplah berada dalam bingkai etika. Etika yang dilanggar yang utama adalah “etika” sosial, di mana peti mati masih dianggap sebagai barang yang sakral dan menimbulkan efek menakutkan karena merupakan simbol kematian. Perusahaan media yang dikirim peti mati tersebut wajar langsung melaporkannya ke polisi. Mereka pasti kaget, apalagi baru-baru saja terjadi tindakan pengiriman bom buku yang telah dibongkar oleh polisi tersebut. Perusahaan media juga pantas “sedih” karena menganggap peti mati tersebut adalah simbol “kematian” media dalam menjalankan fungsinya sebagai “anjing penjaga” demokrasi.

Kedua, ketidaktegasan KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sebagai regulator media. Sudah jelas ditentukan bahwa setiap institusi media penyiaran mesti mesti membuka dan menutup siarannya dengan lagu “Indonesia Raya” sebagai wujud pengakuan bahwa media penyiaran merupakan bagian dari negara kesatuan Indonesia. Salah satu stasiun radio ternyata tidak mau memutar lagu “Indonesia Raya” karena format stasiun mereka memang tidak memutar lagu. Anehnya, salah seorang komisioner KPI dengan entengnya memaklumi hal tersebut dan menjadi “juru bicara” stasiun radio tadi tanpa memberikan argumentasi yang kuat padahal untuk pelanggaran di bidang yang lain, KPI bisa sangat “galak”. Bagaimana mungkin KPI bisa menjalankan tugas dengan baik dan dihargai oleh pihak lain bila melakukan standar ganda seperti itu?

Terakhir, adalah penangkapan sekitar 300 orang warga negara RRC dan Taiwan di Indonesia karena melakukan kejahatan di dunia maya. Kemungkinan besar mereka yang mengirim sms dan email penipuan yang sangat marak belakangan ini. Penangkapan ini bersamaan dengan beberapa penangkapan lain di negara-negara ASEAN. Pemerintah Cina berkoordinasi dengan negara-negara Asia Tenggara untuk melakukan penangkapan yang serentak agar kejahatan dunia maya tersebut benar-benar terbongkar. Sayangnya, kita sebagai khalayak media tidak mendapatkan informasi berapa kerugian yang diderita warga negara kita dan cara sindikat kejahatan itu bekerja. Hal lain yang juga penting adalah bagaimana cara pihak berwenang meningkatkan pemahaman literasi media baru di masyarakat. Bila masyarakat paham dengan baik, kerugian bisa diminimalisir.

Hal lain yang tidak muncul di media belakangan ini namun sangat penting untuk didiskusikan adalah rencana penyiaran digital yang dilakukan oleh pemerintah. Saya jadi agak tahu urusan ini karena saya membantu rekan-rekan dari pemerintah (Kominfo) mencoba memahami kesiapan stasiun-stasiun televisi lokal dalam digitalisasi penyiaran televisi. Ada dua hal sementara ini yang dapat saya pahami. Pertama, sosialisasi penyiaran digital belum cukup bagus dan implementatif di lapangan sehingga masih ada ketidaksamaan pemahaman atas kebijakan tersebut. Kedua, informasi tentang penyiaran digital tidak menyentuh salah satu hak warga yang paling dasar, hak atas informasi dan berkomunikasi, sesuai amanat konstitusi. Warga yang menjadi “sasaran” dari kebijakan tersebut nyaris tidak mendapatkan informasi yang mudah didapat dan dicerna berkaitan dengan digitalisasi penyiaran, bahkan dengan sistem penyiaran yang sekarang pun tidak semua warga terfasilitasi untuk mendapatkan informasi melalui media penyiaran dengan memadai.
Negara ini memang mesti banyak berbenah. Kita semua mesti berusaha menegakkan hak warga untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...