Sabtu, 28 Januari 2012

Mengejamu (Strukturasi)

Berjalan beriringan atau mengeja dirimu hampir seperti membaca karya-karya Murakami. Bukan hanya karena novelis itu kau sukai, tetapi mengejamu itu terasa relatif pelan, mendalam, dan sekaligus mengejutkan. Bila bersamamu aku ingin perlahan saja dan tidak ingin cepat-cepat berpisah. Novel Murakami seperti itu, tujuan akhir dari membaca karya-karya Murakami adalah bukan tuntasnya pembacaan melainkan menikmati tiap kata yang diuntai dan merayakan efeknya yang mendalam setelah membaca.

Sangat sering kita berbincang lama, bukan pada hal-hal yang penting semisal konflik sosial yang meruak belakangan ini di Indonesia atau ekonomi zona Euro yang semakin memburuk, kita hanya berbincang tentang buku-buku yang baru terbit, tentang perhatian yang tak berbalas, tentang kemarahan yang salah dimaknai, dan tentang-tentang yang lain yang sungguh merupakan mikro-narasi. Sama seringnya kita bersama tetapi tak berbicara, kita masing-masing membaca atau menulis. Keheningan dalam kebersamaan itu tidak membuatku terganggu, dalam kasus tertentu malah membuatku lebih nyaman. Kau menulis aku membaca, kau membaca aku menulis. Kebersamaan yang hening ini bisa berlangsung dua jam dan bisa jadi hanya satu kali sepatah pertanyaan terlontar. Aku juga merasakan kau pun menikmati kebersamaan yang hening ini.


Bagaimana kita memutuskan cara semacam ini adalah relasi? kita adalah orang yang berusaha berelasi dengan baik dalam konteks cinta. Mengapa kita percaya dan meyakini yang kita jalani ini baik dan membahagiakan? Bagaimana kita menjalaninya? Menurutku, dalam memulai relasi banyak hal yang tak logis, cinta akan datang dengan cepat dan kita tak bisa menghindar dan berpikir mendalam atasnya, love comes quickly...kata Pet Shop Boys. Tindakan dan jawaban yang lebih logis dan rumit muncul dalam menjaga relasi.


Kita menyintai dengan cara yang kita percaya. Relasi adalah apa yang lakukan atasnya....


Bagaimana aku tahu dan percaya caraku mengejamu membahagiakan adanya....





 

Jumat, 27 Januari 2012

Apa Itu Media Baru? (3)

Media dalam semua jenisnya, media sosial, media massa, dan media interaktif, bagaimanapun adalah "penengah" dari para pengaksesnya dengan realitas. Media adalah perantara bagi suatu pihak berelasi dengan pihak lain, juga mengubungkan suatu pihak dengan realitas. Peran semacam ini dinamakan mediasi. Denis McQuail menyampaikan  setidaknya terdapat delapan metafor mediasi yang menjadi perumpamaan untuk menggambarkan relasi antara produsen, pemakna pesan atau teks, dan realitas. Kedelapan metafor mediasi tersebut adalah jendela, cermin, gatekeeper, penanda, pembimbing, penerjemah, forum, diseminator, dan interlukator. 

Metafor jendela mengandaikan media berfungsi sebagai sarana untuk "melihat" dunia. Media menjadi sarana untuk membuka realitas seluas-luasnya. Cermin mengumpamakan media sebagai sarana untuk melihat realitas dengan merefleksikannya. Refleksi tersebut tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Metafor gatekeeper menunjukkan bahwa media menyeleksi realitas yang mereka terima. Seleksi ini bisa bersifat teknis maupun ideologis. Penanda mengindikasikan media menunjukkan kepingan-kepingan realitas yang penting menurut mereka. Metafor pembimbing menjelaskan media dapat berperan sebagai penunjuk arah agar berbagai pihak yang menggunakan media tidak bingung dengan realitas yang dihadapi. Media sebagai penerjemah menunjukkan media berusaha menjelaskan realitas menurut versi mereka sendiri. Metafor forum menunjukkan bahwa media bisa menjadi wahana pertemuan dari banyak pihak yang berbeda sudut pandang. Diharapkan media dapat menghasilkan semacam platform yang membimbing pengakses media "menaklukkan" realitas. Diseminator menunjukkan bahwa media dapat menyebarkan ide-ide baru dalam membaca realitas. Media mengenalkan nilai-nilai baru kepada masyarakat secara luas. Terakhir, interlukator, adalah metafor mediasi yang menggambarkan media sebagai mitra pengakses untuk mengetahui berbagai hal.


Metafor mediasi sangatlah tepat untuk media massa, sementara media sosial tidak mengenal mediasi secara mendetail. Di dalam media sosial dikenal immediasi (tanpa mediasi). Pada media baru dikenal konsep remediasi. Bolter dan Grusin menyebutkan ada dua jenis remediasi, yaitu immediasi dan hipermediasi. Media baru dalam bentuk immediasi relatif mirip dengan media sosial, di mana media tidak melakukan mediasi dalam merekonstruksi realitas menjadi pesan. Dua pihak atau lebih langsung direlasikan oleh media baru, seperti halnya dalam media sosial. Inilah sebabnya media baru dalam salah satu bentuknya disebut juga media (jejaring) sosial.


Bentuk remediasi yang kedua, yang hanya dipunyai oleh media baru, adalah hipermediasi atau mediasi berlebih-lebihan. Hal ini sangat mudah diamati pada dua bentuk media bagu, internet dan game. Pada game misalnya, seorang pengakses teks game bisa mendapatkan informasi seluas-luasnya, apalagi dalam media online. Hipermediasi juga sangat mudah dilihat pada situs yang lengkap yang bisa memudahkan pengakses mendapatkan informasi seluas mungkin dan bentuk pesan yang sangat beragam. Hipermediasi bisa dimaknai secara positif maupun negatif, secara positif hipermediasi berpotensi memberikan informasi yang secara kuantitas tinggi. Negatifnya, hipermediasi mengakibatkan banyak informasi "sampah" yang diakses namun tidak dibutuhkan.



Kamis, 26 Januari 2012

Mengejamu (Dualitas)

Dirimu dan semua tindakanmu adalah teks, sementara kehidupan di mana kau hadir ialah konteks. Keduanya membuatku bahagia. Keduanya menjadikanku sangat ingin mengejanya utuh penuh. Stipe, vokalis REM, pernah bilang begini your action makes you beautiful....Benar sekali, kau jadi semakin cantik dengan tindakan-tindakanmu yang terkesan selalu diperhitungkan, mulai dari membuka buku sampai mengatur jadwal dalam satu hari. Aku tak bisa seperti itu. Lebih banyak mimpinya daripada yang riil, begitu katamu bila aku menulis, puisi ataupun tulisan yang kupikir bakal mendedah pemikiran filosofis kesukaanku.

Dirimu dan diriku adalah dua teks yang berbeda. Aku hanya ingin kita saling mengeja tanpa berusaha menjadikan kita satu entitas. Nempel kayak perangko...begitu kata banyak orang membicarakan dua orang pecinta yang kelewat dekat. Kemana-mana berdua, kesukaan jadi sama; bacaan, film, apa pun. Aku tak ingin itu, dan kau juga demikian. Kita tidak berpretensi menjadikan diri kita sama, aku bukan amplop, kau bukan perangko...Mungkin lain bila amplop yang berisi uang. Semua membutuhkan uang tetapi tidak semua ingin menjalin relasi yang setara dan mencerahkan.

Atau itu bayanganku saja? bahwa relasi yang kubangun dengan dia mencerahkan? jangan-jangan tanpa kusadari aku mengubahnya, dia mengubahku. Ada rasa getir di tenggorokanku bila benar itu terjadi. Hal yang paling kubenci adalah seseorang yang berusaha mengubah orang lain, apalagi orang yang berusaha mengubah itu ternyata kerdil jiwa dan pemikirannya. Entahlah, aku dan dia hanya berusaha saling mengeja tanpa ingin mengubah orang lain.

Aku dan dia berelasi atas nama cinta, apalagi yang lebih penting dari itu? aku dan dia tetap dua entitas yang berbeda dan saling melengkapi. Tetapi saling menghargai dan mengapresiasi tindakan masing-masing bukanlah soal yang gampang. Dalam realitas kita masih merasa kurang diperhatikan dan dimaknai dengan baik. Aku dan dia berusaha saling melengkapi, tetapi lengkap seperti apa? pernahkah dalam hidup yang sementara ini kita merasa benar-benar lengkap?

Segera kuenyahkan kekhawatiran itu. Mungkin ini rasa gugup yang muncul karena rencana pernikahan aku dan dia tahun depan. 12 Desember 2012 adalah tanggal yang bagus. Itu juga kalo kiamat gak jadi tahun depan sayang. Mungkin neraka mesti diperluas agar daya tampungnya cukup...begitu katanya dengan wajah seserius biasanya. Wajah serius orang-orang yang belajar menjadi dokter. Seingatku jarang wajah dokter yang tidak serius di negeri ini. Tetapi aku tetap tersenyum. Dia memang garing bila bercanda.

Kusiapkan kunci motor dan tas ranselku. Sore nanti, sekitar tiga jam lagi, aku akan ke Yogya. Membayangkan dia akan menyambutku dengan ceria walau setelahnya pasti dia mulai tenggelam dalam buku-bukunya yang tak menarik itu. Dia melarangku mati-matian mengendarai motor Bandung - Jakarta. Dia bersikeras agar naik kereta api atau travel, atau kendaraan apapun asalkan bukan motor. Aku menolak karena malas termangu di kereta atau mobil dalam jangka waktu yang lama. Rasakan unsur petualangannya, sayang....kemudian dia berhenti melarang. Mungkin telah lelah berargumen. Sebagai jurnalis aku mesti berani mengambil resiko. Jurnalis dan dokter, hmmm...bayangan yang indah setelah tahun depan sesaat menyergapku. Manusia hidup dan berbahagia karena bayangan-bayangan indah yang dibuatnya sendiri.

Aku segera menulis lagi. Tugas menulis laporan investigasi harus kuselesaikan hari ini. Selain membayangkan dirinya, aku juga mesti punya "ruang" bagi diriku sendiri. Entah ruang itu digunakan untuk keperluan personal atau profesi. Ruang tetap penting dalam relasi. Untuk berjalan bersama seseorang mesti punya ruang untuk memulai langkah. Untuk berdualitas seseorang mesti berjanji tak mengambil semua ruang milik orang lain. Bahkan dalam mengeja pun, entah dengan lembut atau terburu-buru, kita perlu menarik napas....

Sore menjelang....Sesaat lagi aku akan menuju kota indah di mana wanita, tempatku berdualitas, tinggal. Berdualitas, bukan oposisi biner. Semoga besok pagi kami berada dalam ruang yang sama tanpa jeda, tanpa upaya untuk menaklukkannya....

Mengejamu (Spasialisasi)

Kau tahu, menurutku bukan hanya teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menaklukkan ruang dan waktu. Dalam konteks relasi kita, rindu adalah "piranti" yang dapat menundukkan ruang-waktu yang seolah beku itu. Rindu pada dirimu tak bisa diantisipasi walau aku berusaha sangat keras: aku berusaha melupakanmu. Justru yang terjadi adalah sebaliknya, aku semakin jua mengingatmu dan menginginkanmu. Tanpa pertahanan, tiada perlawanan, dirimu selaku lekat dalam benak dan hatiku.


Rindu ini membuatmu hadir terus 60 detik dalam semenit, 60 menit dalam sejam, 24 jam dalam sehari. Tidur pun aku bermimpi tentangmu dan tentang kehidupanmu yang indah itu. Tak ada jeda dalam mengingatmu. Aku tak berani bertanya apakah di sana kau merasakan hal yang sama.


Rindu ini menjadikan gambaran dirimu selalu utuh walau jarak sangat jauh memisahkan. Senyummu, caramu membicarakan hal-hal yang kau sukai; filsafat, sepakola, dan film, bahkan cara matamu mendelik bila kau merasa kuganggu bila sedang membaca atau menonton. Seolah-olah kau memang hadir di hadapanku. Seringkali bahkan kupikir aku bisa mencium wangi tubuhmu walau itu jelas manipulasi indera karena sangat merindukanmu.


Rindu itu adalah sebuah permainan di mana aku selalu kalah. Berulang-kali aku merasa bisa melewati hari tanpa memikirkanmu dengan bekerja sekeras mungkin. Nyatanya, baru semenit dua menit, aku sudah kembali mengingatmu. Semua tentangmu, banyak hal tentang yang kau sukai dan tak sukai. Lihat, bahkan aku selalu kalah telak dalam permainan "rindu".


Lalu, pada malam ketika tiada teman yang bisa diajak berbagi hari, berbincang, dan tertawa, saat aku bisa lagi memakai "topeng" tegar, aku kembali merindukanmu. Tangis yang terkadang hadir dengan diam-diam. Sampai warna hari menjadi jingga karena mentari terbit baru sungai kecil di lanskap wajahku mengering dan kemudian aku kenakan topeng yang sama lagi. Begitu terus sampai enam bulan ini. Teman-temanku, juga keluargaku menyangka aku orang yang kuat menerima kepergianmu. Kepergianmu untuk selamanya. Aku tak setegar yang mereka kira.


Lalu, aku meralat bahwa waktu bisa dikalahkan. Ruang atau jarak dalam relasi mungkin bisa ditaklukkan. Kita sudah menjalaninya sekitar tiga tahun. Aku di Yogya dan kau di Jakarta. Dan aku masih ingat berusaha keras melarangmu ke Yogya dengan sepeda motor waktu itu. Rasakan unsur petualangannya, sayang....begitu katamu. Itu kalimat yang terakhir kuingat darimu. Kalimat yang kemudian memisahkan ruang kita: ruang dunia dan ruang yang melampaui hidup.


Waktu, waktu tak bisa dikalahkan. Aku tak bisa memaksakan diri untuk hidup di waktu tiga setengah tahun dikurangi enam bulan dari sekarang. Bila mungkin aku hanya ingin hidup antara 12 Juni 2009 sampai 29 Juni 2011, dan mengulangnya kembali ketika sudah tanggal 29 Juni pukul 24.00, asalkan itu bersamamu. Aku ingin memelukku erat, berdiskusi tentang filsafat apa pun yang kau suka tanpa menunjukkan kebingunganku, kali ini aku tak akan marah bila tak mengerti, tidak memarahimu ketika begadang semalaman karena olahraga konyol di mana satu bola dikejar 24 orang itu, ah...bahkan jumlah pemainnya pun aku tak tahu pasti, aku...hanya ingin bermutasi menjadi ribuan partikel dan memasuki lini waktu lalu. Sayangnya, aku pasti tak bisa.


Rindu, tak pernah menaklukkan waktu. Serindu apa pun waktu bersama itu tak akan kembali. Sekeras apapun kita memeluk kenangan dengan rasa sayang, masa lalu tak akan hadir lagi kecuali dalam kemasannya yang lain. Bila kau itu teks, aku hanya bisa mengeja dirimu melalui tulisan-tulisan yang kau buat; puisi-puisimu di blog (kau baru menuliskan 147 puisi selama tiga tahun dari 1000 yang kau janjikan), tulisan-tulisan absurdmu di Facebook, dan beberapa cerpen yang pernah kau berikan.


Di sini, aku masih mengejamu. Meski kadang terpatah, aku ingin mengejamu dengan lembut. Mesti kadang dadaku sampai sesak karena ingin kehadiranmu, aku bahagia kau pernah hadir dalam hidupku. Aku merindukanmu, maka aku ada...di sini hidup bahagia apa adanya meski ruang dan waktu dalam relasi kita tidak sepenuhnya dapat kutaklukkan.


-- untuk seseorang yang dirinya ingin dieja dengan lembut dan disketsa dengan santun --

Rabu, 25 Januari 2012

15 Album Indonesia Terbaik 2011

Sudah hampir sebulan kita meninggalkan tahun 2011. Tahun 2011 kemarin itu tahun yang cukup menggembirakan bagi penggemar musik Indonesia seperti saya. Walau tidak ada banyak album yang luar biasa, album-album yang hadir dari para musisi dan penyanyi Indonesia tetaplah bagus terutama menginjak akhir tahun. Keberagaman musik dan juga topik lagu dalam album tetap beragam. Kita juga menyaksikan semakin kuatnya distribusi melalui jaringan retail tertentu, antara lain melalui jaringan rumah makan cepat saji dan minimarket, bahkan pom bensin juga dimanfaatkan sebagai jejaring distribusi.

Hal lain yang menarik adalah dengan semakin terkaitnya teks (media) musik rekaman dengan teks lain, semisal karya sastra. Album musik juga semakin dirayakan dalam konteks komunitas. Dengan demikian, musik semakin melampaui batas-batas konvensionalnya. Cara bertutur album juga semakin bercerita dengan utuh, tidak lagi parsial pada tiap lagu, melainkan menjadi satu kesatuan topik. Pada titik ini album bisa dianggap sebagai sebuah novel, bukan lagi kumpulan cerita pendek. Walau begitu, kecenderungan ini bisa saja tak bagus bagi sebagian penyuka musik karena memupus fantasi satu lagi yang mudah dicerna dan diresapi.

Hal lain yang juga perlu disampaikan adalah tidak adanya pretensi dari penulis untuk kelihatan pintar dan menguasai pengetahuan mengenai musik Indonesia. Saya hanyalah satu dari jutaan penggemar musik Indonesia yang berharap musik Indonesia lebih baik lagi; karya-karya yang muncul akan semakin bagus nantinya, tidak memplagiat musik luar negeri atau musik dari mana pun, dan masyarakat semakin menghargainya.

Berikut ini 15 album Indonesia terbaik 2011 menurut saya:



Pertama, album "Komposisi Delapan Cinta" oleh Ubiet & Dian HP. Album ini merupakan kolaborasi penyanyi dan penata musik yang ciamik. Lagu juga dikaitkan dengan teks puisi yang sungguh indah. Maklum saja, lirik delapan lagu pada album ini berasal dari puisi-puisi Nirwan Dewanto dan Sitok Srengenge.



Kedua, album kolaboratif berjudul "Ngayogjazz - Mangan Ora Mangan Ngejazz". Album ini berasal dari komunitas pecinta jazz di kota sejuta kreativitas bernama Yogyakarta. Enam lagu pada album ini merupakan cerminan dari lokalitas Yogya dengan jazz yang global. Album yang ditunda rilisnya karena erupsi Merapi ini merupakan perayaan berkomunitas dan bermusik. Saya ingat indah dan meriahnya suasana Ngayogjazz di padepokan Djoko Pekik pada awal tahun kemarin yang menunjukkan keistimewaan Yogya terletak pada orang-orangnya.





Album Tohpati Bertiga yang berjudul "Riot" ada di urutan ketiga. Rangkaian lagu yang agak menghentak dan direkam secara langsung ini justru menguatkan substansi album. Sesuai dengan judul albumnya, musik yang hadir sepintas tidak ditata dengan baik namun tetap enak didengar. Urutan berikutnya adalah album "Satu untuk Berbagi" dari band yang begitu produktif di tahun 2011, Gugun Blues Shelter. Album yang menunjukkan bahwa aliran blues juga bisa mudah didengar dan merepresentasikan sekelompok musisi Indonesia dengan talenta luar biasa.





Kelima, album yang sama dengan nama penyanyinya, "Jemima". Debut yang bagus dari penyanyi yang menyanyi dari "hati". Penyanyi yang diharapkan berkarir panjang dan terus merilis album cemerlang. Berikutnya adalah album "Indonesia" dari Morfem. Album yang berkisah tentang ke-Indonesia-an kita sehari-hari. Musik yang bagus dan lirik "nyleneh" ala vokalis the Upstairs membuat kita tak henti mendengarkan (mini) album ini.





Ketujuh adalah album Trisum yang berjudul "Five i One". Satu lagi band dan album dari para musisi kugiran Indonesia. Musik yang dimainkan di sini membuat kita melupakan sejenak bahwa negeri ini penuh dengan album "menye-menye". Urutan berikutnya adalah album "Cinta dan Nafsu" dari Superglad. Sebenarnya cinta kalah oleh nafsu di album ini karena lirik-lirik lagunya begitu "nakal". Lelaki Indonesia yang besar di tahun 1980-an dan menjadikan stensilan "Enny Arrow" sebagai bacaan wajib pasti tertawa, atau minimal tersenyum, mendengarkan album ini.





Urutan kesembilan adalah album "Generasi Synergy" oleh Barry Likuwahuwa Project. Album berisi musik jazz "modern" dan diiringi lirik yang mudah dicerna anak muda menjadikan album ini memiliki dua misi: mengapresiasi jazz dan ke-Indonesia-an versi anak muda. Berikutnya adalah album Polyester Embassy yang bertajuk Fake/Faker. Musik yang ditampilkan di album ini begitu membius dan menunjukkan tidak ada musik yang benar-benar "asli".





Kesebelas, adalah album "DGNR8" dari BRNDLS (Brandals). Band ini mengubah aliran musiknya di album ini. Walau begitu, album ini tetap enak didengarkan dan menarik dicermati liriknya, terutama lagu "Awas Polizei!". Perasaan yang sama dimiliki oleh banyak orang Indonesia. Berikutnya adalah album "Find the Way" oleh Sandhy Sondoro. Menurut saya, album ini lebih bagus dari album pertamanya yang rilis di Indonesia, terutama tafsir ulang lagu "Anak Jalanan" dan "Tak Pernah Padam".





Ketigabelas, album karya Sheila on 7 yang berjudul "Berlayar". Musik yang kembali ke akar mereka dulu, juga liriknya yang mudah dicerna dan berakar dari kehidupan anak muda, menjadikan album ini salah satu dari tiga album terbaik Sheila on 7. Urutan berikutnya adalah album "Photograph" dari The Milo. Album yang "ambisius" karena berupaya untuk mendapatkan dimensi ruang dari musiknya. Dan kita yang mendengarkan album ini dengan intens bisa merasakan efek "meruang" dan "meraung".



Terakhir, adalah album dari Naif, "Planet Cinta". Album yang seluruh lagunya enak didengar dan tetap dengan lirik yang khas Naif. Tema cinta dibabat habis dari banyak sisi, terutama cinta yang dibanyolkan. Album yang bisa membuat tersenyum ketika didengarkan.

Semoga tahun ini musik Indonesia menghasilkan banyak album bagus. Selamat mendengarkan dan mengamati musik kita yang beragam dan semoga semakin bagus. Sebagai penutup, bagaimana dengan daftar album terbaik versi teman-teman pendengar musik Indonesia?

Sabtu, 21 Januari 2012

Apa Itu Media Baru? (2)

Banyak ahli telah menjelaskan definisi media baru, salah satu ahli yang menjelaskan media baru dengan lumayan sederhana dan baik adalah Terry Flew. Flew menjelaskan bahwa hal baru yang dibawa oleh media baru adalah computing and information technology, communication networks, digitalised media and information content, convergent atau disingkat dengan 4C (Computing, Communication, Content, Convergent). Dengan demikian, media baru akan selalu melibatkan empat karakter, yaitu: pertama, teknologi informasi yang terkomputasi. Walau hanya diolah oleh "alat" yang ukurannya kecil namun bila sudah melibatkan komputer, informasi akan lebih mudah untuk diolah. Kedua, media baru akan selalu berkaitan dengan jaringan komunikasi. Banyak orang terangkai dengan media baru. Bila dalam konsep awal jaringan komunikasi, orang terangkai dalam garis imajiner dengan melibatkan pemuka pendapat dan pemuka informasi, di dalam penggunaan media baru, jaringan tersebut sudah merangkaikan antar inidivu secara langsung.

Ketiga, media baru selalu memiliki konten yang berupa informasi atau pesan yang bersifat digital. Digital artinya  satu pesan bisa muncul dan diakses dalam beragam media. Digital selalu dioposisibinerkan dengan analog yang berarti satu pesan hanya bisa diakses dalam satu media. Dengan sifatnya yang digital ini dengan sendirinya pesan akan bersifat konvergen, sebagai karakter yang keempat, di mana satu jenis konten bisa berasal dari banyak jenis pesan atau bila prosesnya dibalik, banyak konten yang berasal dari satu pesan, bisa disebut dengan divergen.

Apa Itu Media Baru? (1)

Mencoba menjawab pertanyaan atau menjabarkan apa itu media baru sepintas seperti sebuah pekerjaan yang gampang karena hampir semua orang berusaha menjelaskannya, mulai dari penjelasan yang populer sampai yang mendalam di forum akademis. Namun sebelum masuk lebih dalam pada definisi media baru, kita bisa terlebih dahulu menjelaskan pengertian proses komunikasi, media, dan teknologi informasi dan komunikasi. Proses komunikasi adalah "transaksi" timbal-balik informasi dari suatu pihak kepada pihak lain, yang biasanya kita kenal sebagai komunikator dan komunikan. Informasi yang diberi konteks pengalaman dan pengetahuan disebut pesan komunikasi. Pesan inilah yang bisa dikatakan juga sebagai substansi dalam proses komunikasi. Kita juga pasti ingat bahwa selain komunikator, pesan, dan komunikan, di dalam proses komunikasi masih terdapat beberapa elemen yang lain, yaitu media, efek, feedback, dan noise. Penjabaran ini adalah cara pandang fungsional dalam melihat proses komunikasi. Walau sepintas sederhana, cara pandang ini sangat mudah diterapkan dan berguna sekali untuk mejelaskan banyak karakter dalam proses komunikasi. Selain substansi, di dalam proses komunikasi terdapat "alat" yang kita gunakan agar proses tersebut berjalan. Pada level individual "alat" ini disebut juga dengan teknologi. Teknologi di dalam proses komunikasi adalah buku, majalah, dan suratkabar (media cetak), radio dan televisi (media penyiaran), film, dan internet, handphone, dan game (media interaktif).

Walau begitu, "alat" bukanlah sekadar yang teknologi yang kita gunakan dalam level personal. Alat juga melingkupi prosedur dan format pesan, katakanlah mekanisme dalam produksi film dan format berita bisa dimasukkan dalam kategori "alat" dalam proses komunikasi yang karakternya tidak berwujud "hardware". Di dalam perkembangannya "alat" di dalam proses komunikasi dinamakan teknologi informasi dan komunikasi.
Teknologi informasi dan komunikasi adalah alat yang digunakan untuk mengolah informasi dan kemudian informasi tersebut didistribusikan serta dimaknai dalam sebuah proses linear maupun sirkular. Dengan demikian, teknologi informasi dan komunikasi tidak bisa disinonimkan secara langsung sebagai media baru. Teknologi informasi dan komunikasi adalah semua alat dan prosedur yang digunakan di dalam proses komunikasi, terutama alat yang berwujud riil. Teknologi informasi dan komunikasi pada satu sisi memperkuat kapasitas media konvensional yang telah ada sebelumnya, dalam  hal produksi, penyimpanan, distribusi, dan tampilan pesan. Pada sisi yang lain, teknologi informasi dan komunikasi melahirkan apa yang kita kenal sebagai media baru yang kita kenal sekarang ini, internet, game, dan handphone. Media baru seringkali juga disebut sebagai media interaktif atau media digital merujuk pada karakter-karakternya yang spesifik, yang berbeda dengan media lama atau seringkali dikenal dengan nama media massa dan media konvensional.

Kamis, 19 Januari 2012

Suara Emas Sang Juara


Album musik untuk anak-anak memang barang langka di negeri ini. Sedih juga sebenarnya melihat anak-anak sekarang masih mendengarkan lagu-lagu dari penyanyi lama semisal Tri Kwek Kwek, Sherina, dan Tasya. Sedih karena penyanyinya saja sudah pada beranjak dewasa. Kondisi langkanya album musik untuk anak-anak juga semakin menyedihkan mengingat industri musik populer di tanah air belakangan ini menggeliat pesat karena hausnya masyarakat kita dengan musik. Walau begitu, ada juga hal yang menggembirakan, album musik untuk anak-anak seringkali berkualitas bagus walaupun sangat jarang diproduksi.


Contohnya adalah album "Suara Emas Sang Juara" ini. Terus terang, saya mendapatkan album ini agak terlambat karena album ini dirilis tahun 2010 dan menjadi album anak terbaik pada tahun tersebut versi Akademi Musik Indonesia (AMI). Lagu-lagu yang muncul di album ini sebenarnya sebagian besar adalah lagu-lagu lama yang sudah sering dinyanyikan. Kenyataan ini memunculkan fakta lain bahwa selain jarang diproduksi menjadi album, lagu-lagu anak memang jarang diciptakan sehingga lagu-lagu itu seringkali dinyanyikan kembali. Walau kebanyakan lagu lama, album ini tetaplah album yang sangat menarik karena lagu-lagu tersebut diaransemen oleh Elfa Secioria yang merupakan salah satu empu musik Indonesia. Kemungkinan besar album ini adalah salah satu karya terakhir Elfa karena beliau meninggal pada awal tahun 2011. Tiga lagu baru yang khusus diciptakan untuk album ini pun merupakan lagu yang  bagus, yaitu "Mengantar Rambutan", "Kembali ke Sekolah II", dan "Mama, Aku Ingin Pulang". Lagu "Mengantar Rambutan" misalnya, berkisah tentang pengalaman biasa dua orang anak yang khas dunia anak-anak. "Kembali ke Sekolah II" juga demikian maknanya namun tampil lebih megah dan berbicara hal yang sangat ideal. Lagu "Mama, Aku Ingin Pulang" adalah lagu sedih namun tetap sebuah lagu yang sangat bagus.

Selain itu, para penyanyi di album ini benar-benar bersuara emas. Mungkin karena para penyanyi dihasilkan dari kontes menyanyi bernama festival vocal group Indomaret. Jaringan minimarket ini pula yang menjadi jaringan distributor dari album bagus ini. Pada titik distribusi inilah album ini mendapatkan kelemahannya, kemungkinan banyak pendengar potensial tidak terjangkau karena Indomaret tidak ada di banyak wilayah Indonesia. Cara lebih baik agar album ini bisa lebih banyak didengar oleh anak Indonesia adalah pemerintah membantu biaya produksi ulang dan mendistribusikannya ke kampung-kampung dan sekolah-sekolah dengan gratis. Menurut saya, album ini juga layak masuk ke sekolah, tidak hanya format pesan berbentuk buku, apalagi buku-buku pengayaan pelajaran yang tidak jelas.

Daftar lagu:
1. Joyful Kids - Mengantar Rambutan
2. Joyful Kids - Makan Jangan Bersuara
3. Fortunate Kids - Menanam Jagung
4. Joyful Kids - Burung Hantu
5. Fortunate Kids - Kembali ke Sekolah II
6. Ashira Brothers - Burung Berkicau
7. Fortunate Kids & Joyful Kids - Kapal Api
8. Fortunate Kids & Joyful Kids - Naik Delman
9. Fortunate Kids & Joyful Kids - Hai Beca
10. Fortunate Kids - Aku Anak Gembala
11. Fortunate Kids - Lagu Gembira
12. Fortunate Kids - Ibu Guru Kami
13. The Ladies - Mama, Aku Ingin Pulang
14. Desi Tahmila Elfa - Mama, Aku Ingin Pulang

Tulus - Tulus (2011)

Merdu dan Tulus Bernyanyi



Sudah lama saya antuasias mendengar album Indonesia. Entahlah, rasanya belum ada sesuatu yang baru menggugah saya untuk mendengarkan sebuah album secara mendalam. Tetapi tiga hari yang lalu saya mendapatkan album ini secara tak sengaja. Maklumlah, toko CD tidak bisa kita andalkan untuk mendapatkan album Indonesia secara cepat mengingat toko CD juga berhitung sekali menjual CD yang tidak jelas laku atau tidak. Sore itu dalam kunjungan rutin yang tidak dipenuhi harapan saya mendapatkan album Tulus ini. Sebelumnya saya mendapatkan informasi dari majalah Rollingstone tentang album perdana penyanyi bernama Muhammad Tulus ini. RSI meresensi dan menyimpulkan album ini bagus. Saya juga berkesimpulan sama. Album yang lebih dari bagus.

Tulus bernyanyi dengan tulus. Dikombinasi dengan suaranya yang memang enak didengar kita akan mudah menyukai album ini. Lirik lagu di album ini cukup bagus, berbicara tentang hal-hal umum dalam relasi cinta tetapi tidak terdengar klise apalagi banal. Lagu yang paling menarik untuk disimak menurut saya adalah "Sewindu" dalam dua versinya. Dua lagu yang sama namun liriknya sedikit berbeda. Lirik kedua lagu seperti bernarasi tentang perjalanan kisah cinta dua orang yang pupus pada akhirnya. Mungkin kisah cinta bertepuk sebelah tangan, mungkin juga hidup pada akhirnya mengikis rasa yang mereka miliki.

Lagu-lagu di album ini tidak melulu bicara tentang cinta dalam formatnya yang paling biasa. Ada juga lagu yang bicara relasi sosial yang umum seperti tergambar dalam lagu "Diorama". Hal yang mirip dengan lagu "Tuan Nona Kesepian" yang bicara tentang manusia kota lelaki dan perempuan yang bingung untuk berelasi secara biasa karena kehidupan urban yang penuh dengan pencitraan personal. Lagu-lagu lain enak pula untuk didengar walau liriknya tidak memberikan pencerahan terutama karena suara Tulus memang merdu dan Tulus bernyanyi dengan tulus, tanpa beban, berusaha merdu untuk semua pendengarnya.

Daftar lagu:
1. Merdu Untukmu (Intro)
2. Teman Pesta
3. Kisah Sebentar
4. Sewindu
5. Diorama (Studio Live)
6. Tuan Nona Kesepian
7. Jatuh Cinta
8. Teman Hidup
9. Sewindu (Rhodes Version)
10. Merdu Untukmu (Outro)

Senin, 16 Januari 2012

Menulis Itu Mudah (Sekaligus Sulit)



Sebenarnya saya agak tidak menduga bisa lama tidak bisa menulis apa-apa. Saya lupa kapan terakhir menulis dengan intens dan menghasilkan tulisan yang memuaskan diri saya sendiri. Banyak ide berseliweran di kepala (pikiran) dan hati (perasaan). Sepertinya banyak untaian kata bisa ditulis. Namun tidak ada apa-apa yang muncul dengan utuh. Saya juga berjanji dalam hati untuk lebih produktif dan kreatif dalam menulis pada awal tahun kemarin. Kenyataannya, sampai saat ini rencana tinggal rencana, sangat sulit merealisasikan rencana untuk menulis minimal sekian jam per hari dan sekian tulisan per bulan.



Saya agak tidak menduga kini mengalami kesulitan dalam menulis, bahkan untuk menghasilkan tulisan pendek. Kondisi ini sebenarnya tidak terbayangkan sebelumnya tahun kemarin di mana saya merasa cukup produktif dalam menulis, dan cukup kreatif menghasilkan ragam jenis tulisan. Harapan personal untuk memiliki kecakapan literasi yang komplet sepertinya bakal terwujud. Namun, Dia akan selalu mengingatkan, bila kita merasa sudah baik atau sudah cukup memadai dalam hal apa pun, tidak hanya menulis, kita ternyata belumlah apa-apa. Ini adalah kondisi eksistensial di mana kita mesti merasakan kemandekan beberapa kali dalam hidup.



Dia juga "mengirimkan" orang-orang yang ada di sekitar saya untuk selalu mengingatkan. Pertama, orang yang paling saya cintai, istri saya mengingatkan situs personal saya ini yang belum juga terisi tulisan. "Masak sudah punya situs tapi belum ada tulisannya. Katanya pengamat media baru, kok situsnya belum ada isinya". Begitu kata ibu malaikat kecil saya. Saya hanya tersenyum kecut. Di dalam hati saya hanya bisa membenarkan pendapatnya.


Kedua, seorang rekan yang lebih muda yang pemikiran dan tulisannya saya kagumi, mengatakan saya secara tak langsung sewaktu kami mengobrol bebas tentang tulis-menulis. "Menurut saya mas, kita mesti menyelesaikan satu tulisan sebelum mengerjakan tulisan yang lain. Kalau tidak, tidak akan ada tulisan yang hadir". Mungkin dia tidak sengaja menyampaikan perkataan itu namun betul-betul "menusuk" hati saya karena saya selalu menunda satu tulisan dan merasa bisa mengerjakan beberapa tulisan dalam satu waktu.


Orang terakhir yang dikirimkan Dia untuk mengingatkan tentang tulis-menulis adalah seorang rekan di Facebook. Rekan ini tidak saya kenal secara personal namun dia adalah kakak kelas saya sewaktu kuliah. Dia saya kenal dari dua rekan di kantor yang sangat dekat dengannya. Saya lebih mengenalnya melalui status dan komentarnya di FB yang positif tentang menulis. Dia ini adalah seorang penulis yang sangat produktif dan bagus jua tulisan-tulisannya, terutama untuk cerpen-cerpen yang dia hasilkan. Lewat wall FB-nya dia mengatakan bila kita menyediakan waktu lima menit saja per hari pasti dalam waktu setahun kita bisa menyelesaikan sebuah buku. Nasihat yang bagus dan mengena dari pakarnya saya kira dan benar-benar menggugah saya untuk berusaha dengan antusias menulis lagi.

Yup, inilah pembaruan janji saya. Berjanji kembali pada diri untuk menulis antara lain di situs personal saya ini. Blog lama saya ini akan saya tinggalkan. Selanjutnya saya juga akan menulis di blog atau situs personal saya di alamat http://www.wisnumartha.com/ selain di sini. Setelah ini saya akan berusaha menulis lebih baik lagi. Mudah dan sulit itu dualitas dan bersifat eksistensial, hal yang paling penting adalah MENULISLAH! selagi kita dikaruniai waktu, perasaan, dan pikiran.


(gambar dipinjam dari theportableblender.info)

Rabu, 04 Januari 2012

Kenangan Dua Sisi

Berperspektif berapa sebuah memori?
Ada benci dilingkupi sayang,
Seperti halnya kesadaran dilapisi posisi


Berlevel berapa sebuah realitas?
di benak dan hatiku
Kemasan kecil-kecil lumayan memaksa ego


Berlapis berapa frame-nya?
Perangkat rasionalitas dan emosionalisme
Moralitas sebuah pilihan....

Pergi

Aku memandangi tas perjalanan yang ada di sampingku. Di bandara yang sibuk dan riuh bernama Cengkareng. Rasanya belum terlalu lama tas ini kubawa ke Nganjuk untuk menengok pakdhe yang waktu itu sakit. Tas ini pada akhirnya ikut "melayat" pakdhe karena sehari setelah aku datang menengok pakdhe pergi untuk selamanya. Duka di dalam hati belum selesai. Kini tas yang kubeli di Chennai, India, ini kubawa untuk perjalanan duka lagi. Kali ini ia kubawa ke Bandar Lampung lagi untuk melayat nyai yang tadi pagi pukul 09.00 tanggal 3 Januari 2012 pergi meninggalkan dunia ini selamanya. Nyai adalah nama lain untuk nenek, ibunya ayah. Aku tak tahu pasti seperti apa menuliskannya. Aku tidak begitu paham bahasa Lampung, terutama sub etnis Lampung keluargaku.

Benar, kedukaan membuat aku tak kritis. Biasanya aku mudah menemukan "ketidaksesuaian" di sekitarku dengan hanya melihat keadaan. Bila ada yang tak pas, hatiku akan gundah dan mencoba mencari penyebab ketidaksesuaian itu. Misalnya, maskapai penerbangan yang pesawatnya membawaku ke bandara Raden Intan masih menyebut Tanjung Karang dengan Bandar Lampung atau sebaliknya Tanjung Karang atau Bandar Lampung. Mungkin mereka yang tidak berasal dari Bandar Lampung tak tahu bahwa Bandar Lampung itu terdiri dari dua kota di masa lalu: Tanjung Karang dan Teluk Betung. Rasa gundah bisa kulewatkan juga ketika masih banyak penumpang yang mengaktifkan handphone bahkan beberapa menit sebelum pesawat lepas landas. Biasanya aku akan marah walau hanya di dalam hati.

Ini perjalanan pulang tersedih kedua setelah pulang tahun 2003 di mana ayah pada tahun itu ayahku meninggal. Ayah meninggal kurang dari dua bulan sebelum aku menikah. Rasanya, waktu itu bumi berhenti berputar. Sedih karena aku belum banyak membahagiakan ayah setelah bertahun-tahun berjuang keras menyekolahkan kami, aku dan ketiga adikku. Waktu itu perjalanan serasa begitu panjang dari Yogya ke Bandar Lampung. Hal yang sama terjadi pada perjalanan kali ini. Masih teringat sebuah kenangan delapan tahun itu wajah nyai yang sedih karena anak lelaki pertamanya meninggal. Waktu itu nyai masih segar bugar untuk seusianya.

Perjalanan dari bandara yang berasal dari nama pahlawan nasional ini juga terasa lama sekali menuju rumah duka. Aku tak tahu pasti yang kurasakan. Bukan rasa sedih yang mendalam karena mungkin ini jalan-Nya yang terbaik mengingat usia nyai yang 87 tahun. Mungkin rasa kehilangan, mungkin penyesalan karena pada pertemuan terakhir tak bisa bercakap-cakap dengan nyai karena waktu itu beliau sedang tidur. Rasa kehilangan dalam hati yang lumayan dalam karena pada usia 5 - 14 tahun nyai ikut membesarkanku selain kedua orang tuaku tentunya. Aku dan adik perempuanku tinggal di rumah nyai sampai menjelang kepindahan kami ke Yogyakarta. Aku dengar dari adik-adikku kedatanganku ditunggu sebelum nyai dimakamkan padahal waktu sudah menunjukkan pukul 21.20. Waktu yang larut untuk memakamkan.

Di rumah duka banyak keluarga yang memelukku. Kesedihan merebak. Dalam kesedihan dan kehilangan manusia memiliki mekanisme untuk menguranginya bersama-sama, begitu juga untuk memperkuatnya. Suasana begitu  mengharukan apalagi banyak anggota keluarga yang kemudian menangis lebih keras karena kata mereka aku begitu mirip ayah. Mungkin kepergian ayah yang mendadak delapan tahun itu belum mereka terima sepenuhnya. Mungkin juga semua orang yang kucintai ini memang merindukan ayah. Ayah tak pernah pergi dari hati dan pikiran mereka. Konsep "pergi" kemudian melayang-layang di benakku. Siapa yang pergi? kita memang bisa pergi kemana selain hidup dan meninggal? tidak ada individu yang benar-benar pergi bila bekasnya sudah ada di hati dan sosoknya tercetak dalam perjalanan hidup kita.

Selamat jalan nyai....nyai tak pernah pergi sepenuhnya dariku....

Senin, 02 Januari 2012

Perasaan dan Pengetahuan yang Dikemas “Kecil-Kecil”

Ada untungnya juga keadaan di mana program acara di televisi yang cukup bagus dan layak tonton jarang ada. Ketika suatu malam di akhir tahun kemarin tak ada acara televisi yang lumayan, saya bisa menonton film-film dalam format VCD dan DVD yang sebenarnya sudah cukup lama ada di koleksi saya. Koleksi film yang belum saya tonton lumayan banyak dan akhirnya pilihan jatuh pada film Paris, je t'aime (2006). Sungguh pilihan yang tepat karena film ini  bagus sekali. Seorang rekan saya yang memang merupakan penggila film sepintas pernah menyebut-nyebut film ini bagus sekali bertahun-tahun yang lalu sebelum dia menempuh pendidikan doktoral di Australia sana. Namun karena saya pada dasarnya lebih memilih musik rekaman sebagai teks media utama yang saya akses, saran sepintas rekan saya itu menghilang begitu saja.

Tentu saja review atas film ini sudah banyak sekali dan saya tidak ingin menambahkan review lagi. Saya hanya ingin mengomentari bagaimana kisah-kisah menarik bisa dikemas dalam pesan media yang sangat pendek, dalam film ini, film-film pendek tersebut berdurasi sekitar lima menit. Ada dua puluh fragmen 5 menitan yang hadir di film ini. Semua film sangat pendek tersebut rata-rata menarik dan “berbicara” secara spesifik. Fragmen karya Coen bersaudara merupakan salah satu bagian favorit saya, juga karya Gus van Sant. Intinya, semua sutradara mampu menyampaikan sisi romantis dari kota Paris dengan baik, terbagi dalam dua puluh “wilayah” kota (mungkin kecamatan dalam kota-kota di Indonesia).

Sebagai akibat dari menonton film ini saya jadi tertarik (kembali) dengan pesan-pesan yang dikemas singat dan pendek. Entah itu, cerita pendek untuk fiksi, puisi yang padat, film-film pendek, fiksi maupun dokumenter, juga tulisan pendedahan ide yang pendek sekitar 500 – 700 kata. Mengapa pesan yang dikemas “kecil-kecil” itu menarik? Saya sendiri tidak punya jawaban pasti, tetapi bagi saya pesan yang dikemas pendek tersebut lebih “menantang” pengaksesnya untuk lebih berusaha serius pada teks. Selain itu, teks yang dikemas “kecil-kecil” tadi mampu memicu pemaknaan intens untuk mendorong kita menghasilkan teks baru.
     
Mungkin itulah sebabnya saya lebih menyukai pesan media musik populer karena bila kita mengakses album misalnya, kita bisa memaknainya dari dua sisi, teks keseluruhan dalam satu kesatuan album, atau pada pesan yang dikemas “kecil-kecil” dalam bentuk lagu, yang rata-rata berjumlah dua belas lagu untuk satu album. Pesan yang dikemas “kecil-kecil” tersebut mampu menjadi pintu masuk untuk membahas teks yang lebih besar, luas, dan mendalam.

Semua contoh yang coba saya tampilkan di atas lebih merupakan perasaan yang dikemas “kecil-kecil” dalam bentuk pesan media, yang kemudian dimaknai oleh audiens atau pengakses menjadi teks, namun bukan berarti pengetahuan tidak bisa dikemas “kecil-kecil” di dalam pesan media. Opini di suratkabar adalah contoh yang bagus untuk menunjukkan pesan media yang dikemas “kecil-kecil”. Saya sungguh kagum dengan beberapa rekan yang mampu menulis pemikiran dan pengetahuan dalam format yang ringkas namun mengena. Dibutuhkan upaya lebih untuk memformulasi pemikiran dalam maksimal 700 kata tanpa kehilangan fokus dan tekanan. Diam-diam saya telaah tulisan rekan-rekan saya itu, terutama yang muncul di media massa, dan coba saya resapi benar karena kecakapan mereka memang layak dipelajari, apalagi mereka selalu berpendapat bahwa kami belajar bersama dalam menulis singkat dan padat.

Belajar Bermedia Bersama: Catatan untuk Awal yang Baru

Sedianya saya menulis sesuatu kemarin. Harapannya tulisan tersebut menjadi pembuka untuk awal yang baru di tahun 2012 ini, sekaligus untuk pertama-kali mempublikasi tulisan perdana di alamat blog saya yang baru. Namun apa daya, di hari pertama tahun ini kemarin, saya harus bekerja bersama teman-teman seperjuangan untuk membantu mewujudkan dunia penyiaran Indonesia yang lebih baik. Setidaknya kami ingin berkontribusi pada sistem dan pada sesama walau mungkin setitik :D

Saya tidak ingin menyebut apa pun yang ditulis di dalam tulisan ini sebagai resolusi apalagi klaim. Saya hanya ingin memperbarui janji setahun ke depan. Sebuah janji yang tentu saja personal. Tidak ada maksud untuk menyombongkan diri sedikit pun karena saya belumlah apa-apa, terutama dalam dunia tulis menulis. Saya hanya ingin di tahun ini bersikap dan berposisi lebih serius pada teks. Teks di sini ada dalam dua aspek, yaitu aspek produksi atau kreasi teks dan aspek memaknai teks yang ada. Keduanya sirkular dan saling melengkapi satu sama lain. Di tahun ini saya mesti menghasilkan 50 tulisan yang selesai dalam waktu sebulan. Walau tiga tahun ini saya berjanji mem-posting satu tulisan setiap hari saja tidak terpenuhi, saya tetap optimis rencana itu akan terwujud. Kini saya mesti menaikkan output agar kecakapan saya pada literasi semakin meningkat. 50 tulisan per bulan itu berarti hampir dua kali lebih banyak dari janji sebelumnya, namun kali ini saya hampir yakin saya akan memenuhi janji tersebut. Kita akan lihat sebulan pertama ini.

Semoga berhasil...

Saya sendiri merasa di tahun 2011 yang baru saja berlalu, saya justru mengalami penurunan dalam mengkreasi teks. Saya mencoba melihat semua tulisan saya di tahun 2011 yang muncul di blog ini. Ternyata lebih banyak lirik lagu yang saya publikasi kembali dari laman situs lain daripada pemaknaan saya sendiri pada lirik lagu tersebut. Juga takaran atau review saya atas album musik. Di tahun ini tidak sampai sepuluh album Indonesia yang saya takar. Akibatnya, di awal tahun ini saya tidak bisa membuat daftar album terbaik, bahkan untuk daftar 5 album terbaik sekalipun. Satu topik tulisan lain yang tidak saya selesaikan adalah "Belajar Bermedia Bersama", tagline yang saya ambil dari newsletter saya dan teman-teman, "Polysemia", yang rencananya berusaha menelaah ragam fenomena kemediaan dan komunikasi dalam kurun waktu seminggu. Nyatanya, tulisan tersebut tidak lengkap mengisi tiap minggu dalam setahun. Namun adakalanya sedikit kegagalan semacam ini mestinya jadi penyemangat untuk menulis kembali dengan sebaik-baiknya. Sederhana saja: saya mesti bersikap dan berposisi lebih serius dan sungguh-sungguh pada teks! tak ada cara lain untuk rajin menulis selain rajin pula membaca, mengkreasi teks dengan rutin mesti memaknai teks dengan rutin pula. Menulis dengan rutin dan baik artinya kita mencerna dan memaknai teks dengan baik pula. Sirkularisme ini berjalan terus-menerus.

Kebetulan pula, fenomena media dan komunikasi sungguh banyak terjadi tiap hari. Sungguh banyak yang bisa dikomentari, ditelaah, dan dihadirkan teks atas fenomena tersebut. Kebetulan lagi, di sekitar saya banyak teman-teman yang jago menulis dan menelaah realitas (kemediaan). Ada yang lebih senior dari saya, ada pula yang lebih muda. Mereka semua menghasilkan tulisan-tulisan yang sungguh-sungguh bagus. Kebetulan yang terakhir, atau bukan kebetulan melainkan keadaan yang riil, adalah saya memang bereksistensi di dunia profesi yang menuntut kemampuan menulis dan membaca, serta meneliti, dengan baik. Dengan demikian, kebetulan-kebetulan tersebut semestinya menjadikan saya lebih antusias dan optimis memasuki tahun 2012 ini.

Semoga berhasil, lima puluh tulisan bermakna setiap bulan :)

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...