Sabtu, 20 November 2010

All Along The Watchtower


Teks, atau bisa didefinisikan apa pun yang kita maknai, selalu berelasi dengan teks yang lain. Kita bersengaja atau pun tidak merelasikannya, kita sukai atau pun tidak, ketika kita memaknai sesuatu relasi atau kesalingterkaitan itu muncul. Keterkaitan ini bisa berasal dari teks itu sendiri atau hanya ada di pikiran kita. Keterkaitan teks bisa logis, bisa pula tidak. Namun yang terpenting keterkaitan itu bisa diterima oleh minimal diri kita sendiri.



Teks yang mudah kita temui adalah isi media. Kita bisa melihatnya semata-mata teks yang bebas dimaknai sesuka kita. Bisa juga kita lihat sebagai satuan informasi yang jumlahnya tertentu dan karakter yang kita lihat dan nilai sama sebagai para pengakses. Sebagai sebuah teks, sebuah isi media bisa mengantarkan kita kemana pun. Tak terbatas. Tak berhingga. Sebagai sebuah satuan informasi, isi media adalah tertentu. Terbatas. Tertakar sama. Kita hanya perlu meyakinkan pihak lain atas karakter dan “jumlah” yang tertentu itu.



Saya kira saya sudah melantur terlalu jauh karena beberapa isi media yang saya maknai. Saya sedikit kagum dengan para kreator isi media film. Mereka bisa dan potensial menghadirkan makna baru pada sesuatu, dan makna baru itu selalu berelasi dengan teks yang lain. Ada teks awal yang direlasikan atau dimaknai ulang menjadi teks lain yang sedikit berbeda, atau bahkan berbeda sama sekali dengan teks awalnya. Format teks bisa jadi berbeda. Teks awal bisa muncul pertama-kali di isi media cetak misalnya, lalu lahir kembali di isi media film.



Film “Daybreakers” (2009) misalnya. Sebagai sebuah teks “baru” yang menafsir vampir, film ini bagus. Ketika beberapa film “merayakan” karakter vampir yang menunjukkan vampir hebat, bisa menikah dengan manusia, perempuan yang cantik, vampir itu jahat dan tak terkalahkan, hidup abadi pula. Film itu bergerak sedikit jauh dengan berkisah tentang kehidupan bila vampir telah menang dari manusia. Ternyata setelah kemenangan itu, vampir mendapatkan kesulitan hidup. Darah sebagai sumber energi utama semakin langka dan akan habis dalam waktu sangat dekat.



Sayangnya, film ini gagal pada akhir teksnya. Penjelasan akan problem hidup eksistensial vampir tidak dijelaskan tuntas. Film “Watchmen” (2008) menurut saya lebih berhasil karena kehidupan eksistensial para superhero ternyata bisa terlihat bermasalah betul. Berbeda dengan teks tentang superhero yang kita pahami dari teks-teks serupa sebelumnya.

Film lain yang teks awalnya juga bagus namun gagal ketika dimaknai dalam teks lain adalah film “the Road” (2009). Film yang merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Cormac McCarthy ini gagal mendapatkan “jiwa” dari novelnya.



Awalnya film ini bagus menangkap keputusasaan manusia pasca bencana besar atau semacam kiamat, namun pada akhirnya dalam pendedahan alur teks, tidak terasa lagi problem kemanusiaan yang “menyayat” yang bisa kita dapat dari novelnya. Membaca novelnya, saya merinding beberapa hari. Menonton filmnya, bahkan saya hanya bisa menangkap kesedihan sesaat selama beberapa menit dari sedikit adegannya. Film lain, yang juga menggunakan novel Cormac McCarthy sebagai teks awalnya, lebih bagus, yaitu “No Country for Old Men” (2007). Saya memang belum membaca novelnya, namun menonton filmnya, saya merasakan absurditas dalam pengertian yang positif selama berhari-hari. Anjis nih film...begitu kata hati saya sehabis menonton film tersebut untuk menunjukkan kekaguman atas briliannya sebuah teks.



Film lain yang bagus dalam memberikan makna baru pada teks sekaligus merelasikannya adalah film “I'm Not There” (2007). Film ini uniknya menggunakan teks lain yang sangat spesifik, bukan teks “besar” dan lengkap seperti isi media yang lain. Film ini memaknai seorang penyanyi sekaligus penyair besar, Bob Dylan. Dylan dimaknai dalam enam karakter yang berbeda, namun semua tetap merujuk pada rangkaian karakter “asli” Dylan. Bila karakter tersebut muncul sebagai anak berkulit hitam pada abad ke-19, Billy the Kid, penyanyi Inggris, dan seorang pendeta, atau siapa pun, tidak ada masalah. Teks tetap bagus, menggemaskan, sekaligus mencerdaskan. Tidak hanya itu, film ini menggelontorkan puisi-puisi yang bernas dan lagu-lagu yang bagus. Gaya yang khas milik Dylan.



Walau lagu-lagu Dylan berlirik bagus, saya tak pernah bertahan lama mendengarkannya menyanyi. Menurut saya suaranya mengganggu dan tidak enak didengarkan lebih dari setengah lagu. Saya mendengarkan Dylan dari penyanyi lain, atau saya tidak mendengarkan lagu-lagunya, hanya membaca dan menyerap puisi-puisinya yang menghablur dalam lirik semua lagu yang ia tulis.



Selain senang mendengarkan lagu “Knockin' On Heaven's Door” yang dibawakan oleh Gun N Roses, saya juga senang mendengarkan lagu “All Along The Watchtower” yang dinyanyikan oleh U2. Kedua lagu Dylan tersebut adalah contoh bagaimana puisi bisa menjadi lagu yang bagus. Lagu “All Along The Watchtower” adalah metafor yang bagus bagi seorang penyaksi. Penyaksi atas hidup yang ambigu. Mengapa ambiguitas itu lahir? Tak lain dan tak bukan karena kita selalu terjebak dalam adegan demi adegan. Tafsiran ini saya kutip secara bebas dari narasi “Im Not There”.



Selamat menafsir dan salam hangat untuk kita si penyaksi hidup yang menyemburat dalam ketakberhinggaan makna!



All Along The Watchtower

Ditulis dan dinyanyikan oleh Bob Dylan



"There must be some way out of here," said the joker to the thief,

"There's too much confusion, I can't get no relief.

Businessmen, they drink my wine, plowmen dig my earth,

None of them along the line know what any of it is worth."



"No reason to get excited," the thief, he kindly spoke,

"There are many here among us who feel that life is but a joke.

But you and I, we've been through that, and this is not our fate,

So let us not talk falsely now, the hour is getting late."



All along the watchtower, princes kept the view

While all the women came and went, barefoot servants, too.



Outside in the distance a wildcat did growl,

Two riders were approaching, the wind began to howl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...