Pengantar
Apa yang kita pikirkan bila membaca kalimat dari sebuah film: you don’t get to 500 million friends without making a few enemies? Kalimat ini berasal dari sebuah film yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini, the Social Network. Film yang berkisah tentang pendiri Facebook, Mac Zakerberg, dari sisi yang lain. Teman dan musuh yang tercipta karena berinteraksi melalui media jejaring komunikasi, itulah salah satu makna yang bisa kita dapatkan dari kalimat di atas. Media baru menciptakan (banyak) teman dan (sedikit) musuh, atau sebaliknya, tergantung dari kita yang menggunakan.
Membuat banyak “teman” juga dapat digunakan untuk jenis penggunaan media internet yang lain. Kita bisa menilai isi media situs dari penciptaan relasi dengan pihak lain. Isi media yang kita bicarakan di sini adalah isi media sebagai pesan atau kesatuan rangkaian informasi, ataupun isi media sebagai teks, yang berarti bisa dimaknai dengan bebas oleh pengakses sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki.
Tidak seperti halnya media massa yang cenderung lebih banyak berfungsi menyampaikan informasi dan pengetahuan, isi media internet lebih cenderung menciptakan relasi antara penyedia dan pengakses informasi. Secara natural, teknologi yang ada di dalam internet membuat relasi tersebut sangat mungkin terjadi dan dimanfaatkan. Sayangnya, isi media internet seringkali masih dianggap sama persis dengan isi media massa yang tidak interaktif dan lebih mementingkan penyampaian informasi. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya situs yang belum memberikan fungsi memberi komentar atau pun berinteraksi atas isi medianya.
Tulisan ini mencoba mendiskusikan salah satu cara dalam memahami dan menakar kualitas isi media. Terdapat tiga terma yang difungsikan untuk itu, yaitu memahami definisi dari media baru, kemudian akan coba diuraikan jaringan komunikasi sosial sebagai varian utama dari media baru, proses komunikasi publik yang sebaiknya menjadi karakter yang diutamakan, dan tulisan akan ditutup dengan saran untuk menilai isi media internet dengan lebih memadai.
Apa Itu Media Baru?
Banyak cara untuk mendefisikan media baru. Cara tersebut dimulai dengan memberikan nama yang beragam, selain media baru, nama yang diberikan oleh para ahli misalnya media interaktif, media digital, dan media konvergen. Terry Flew, salah seorang penulis media baru yang menyebutnya sebagai media konvergen, menjelaskan bahwa terdapat tiga karakter dari media konvergen. Ketiga karakter itu disebut tiga C, yaitu: Communications networks, Computing/information technology, Content (media) (Flew, 2005: 3). Ide utama untuk menghasilkan isi media internet yang baik adalah dengan memperkuat 3C di dalamnya. Bagaimana menciptakan jaringan komunikasi yang dinamis, bagaimana mengelola teknologi dengan efisien, yang berkonsekuensi langsung agar isi media efektif, dan bagaimana menghasilkan isi media yang baik sekaligus kontinyu, adalah tiga pertanyaan yang menjadi “pintu masuk” untuk menilai sebuah isi media.
Salah satu karakter dari isi media baru adalah jaringan komunikasi sosial yang sebaiknya terbentuk ketika kita mengelola isi media baru, sebuah situs misalnya. Media jejaring sosial atau teknologi jaringan sosial adalah hal yang banyak dibicarakan belakangan ini, namun sebenarnya ilmu komunikasi telah lama membahasnya. Diskusi mengenai jaringan (komunikasi) sosial akan dibicarakan pada bagian berikutnya.
Jaringan Komunikasi Sosial
Proses komunikasi dapat diamati dari berbagai sisi. Dari sisi dinamika prosesnya, komunikasi dapat diklasifikasikan dalam tiga model, yaitu proses komunikasi: satu arah atau linear, dua arah atau timbal-balik, dan banyak arah atau seringkali disebut sebagai proses komunikasi yang dinamis. Proses komunikasi banyak arah inilah yang menjadi pondasi bagi terwujudnya jaringan komunikasi sosial yang kita kenal sekarang.
Jaringan komunikasi sosial yang kita kenal lebih rumit dari terma pendahulunya. Intinya, jaringan komunikasi sosial tercipta karena media. Media menjadikan tiap individu berelasi secara tak langsung melalui media massa, ataupun secara “langsung”, melalui media baru. Jaringan komunikasi sosial dalam kemasannya yang lama didedah pertama kali dalam konsep lain, yaitu difusi inovasi (Everett M. Rogers & D. Lawrence Kincaid, 1980). Jaringan komunikasi sosial terbentuk dari banyak individu yang memerlukan informasi untuk menghasilkan pengetahuan, pemahaman, dan sikap yang “baru”. Awalnya, difusi inovasi dipergunakan untuk memahami lebih jauh sebuah program komunikasi pembangunan di suatu lokasi di mana masyarakatnya dianggap belum maju. Namun pada akhirnya, konsep difusi inovasi digunakan lebih luas dalam bidang komunikasi yang lain, misalnya komunikasi politik dan komunikasi pemasaran.
Jaringan komunikasi sosial fase awal terbentuk karena penggunaan media massa yang menghasilkan relasi tak langsung antar individu. Relasi tersebut menciptakan jenis individu yang berbeda, mulai dari pemuka pendapat (opinion leader), individu yang menjadi rujukan bagi individu lain yang termasuk dalam jaringan, sampai dengan pemencil, individu yang relatif terasing atau mengasingkan diri walau individu juga merupakan bagian dari jaringan komunikasi yang terbentuk.
Ciri relasi pada jaringan komunikasi fase awal ini terbentuk karena individu direlasikan oleh media. Relasi yang juga membuat individu “berjarak” dengan individu yang lain. Media melakukan fungsi mediasi bagi kita. Fungsi mediasi tersebut juga beragam, yang kita kenal sebagai metafor mediasi. Metafor mediasi secara lengkap adalah sebagai berikut: window; mirror; filter or gatekeeper; signpost, guide, interpreter; forum or platform; disseminator; interlucator (McQuail, 2005: 83). Media berperan berbeda bagi individu dalam berelasi dengan individu lain dan juga terhadap realitas yang coba disampaikannya.
Metafor mediasi hanya berlaku bagi media massa. Hal yang berbeda muncul dalam media baru. Media baru memperluas mediasi, bahkan juga mengubahnya secara radikal. Mediasi karena perkembangan media baru diperluas menjadi konsep (re)mediasi. Bila pada media lama, individu menjadi pihak yang berbeda atau berjarak, pada media baru, individu “melebur” menyatu dengan media. Individu ketika mengakses media massa menjadi orang kedua dan ketiga, sementara ketika mengakses media baru menjadi orang pertama.
Remediasi (remediation) sendiri tidaklah monolit pemaknaannya. Remediasi terdiri dari dua jenis, yaitu imediasi (immediacy) dan hyper-mediasi (hypermediacy) (Bolter & Grusin, 1999: 21 – 44). Imediasi secara harafiah bisa diartikan sebagai “tanpa mediasi” walau sebenarnya mediasi tetap terjadi. Imediasi meleburkan diri individu di mana interaksi bisa lebih bebas dilakukan. Sementara hypermediasi memiliki pengertian mediasi yang berlebih. Melalui media baru kita bisa mengakses pesan dengan beragam cara, dan dalam beberapa hal, kita bahkan bisa memilih tipe interaksi yang akan kita lakukan melalui media baru.
Remediasi inilah yang kemudian ikut membentuk jaringan komunikasi sosial seperti yang kita kenal sekarang. Jejaring komunikasi sosial tersebut kemudian berkaitan erat dengan tipe media baru yang kini kita kenal walau kemudian kita lebih terfokus pada tipe yang keempat. Empat tipe dari media baru adalah sebagai berikut: interpersonal communication media, interactive play media, information search media, dan collective participatory media (McQuail, 2005: 142 - 143).
Dengan demikian, ketika kita berusaha menghasilkan isi media internet, jenis remediasi berkaitan dengan tipe media baru tersebut harus kita perhatikan dengan detail. Kita bisa mengklasifikasikan terlebih dahulu tipe informasi seperti apa yang ditawarkan, juga tipe individu yang mungkin mengakses isi media kita. Walau begitu, secara alamiah sebenarnya distribusi informasi di dalam internet sangat mungkin bersifat kepublikan. Artinya, proses komunikasi yang terjadi berpotensi besar untuk mewujudkan komunikasi publik.
Komunikasi Publik
Komunikasi publik memiliki dua definisi. Pertama, komunikasi dalam publik, yaitu proses komunikasi yang berlangsung di dalam institusi masyarakat sipil. Berkomunikasi dalam wilayah masyarakat sipil menjadikan relasi antar individu lebih dekat dalam fungsi relasi untuk integrasi dan saling memahami, bukan untuk mencari profit atau “menguasai” individu lain. Kedua, komunikasi publik dapat bermakna proses komunikasi untuk publik atau bervisi kepublikan, untuk institusi masyarakat sipil. Publik adalah bagian dari masyarakat yang rasional, terbuka, dan bergerak untuk banyak orang, pelibatan dan berguna (lihat Grossberg, Wartella, Whitney & Wise, 2006: 378).
Sebagai penutup, untuk meningkatkan kualitas yang baik pada isi media baru, paling tidak ada dua hal yang mesti diperhatikan. Pertama, produser atau kreator menyadari sepenuhnya makna remediasi yang menjamin dua esensi komunikasi tercapat, keterbukaan dan otonomi individu, sekaligus relasi yang memadai dengan individu lain. Isi media internet jangan sampai hanya “membicarakan” diri sendiri atau lebur dalam kepentingan pihak lain. Relasi yang memberdayakanlah yang berusaha diwujudkan melalui isi media internet.
Kedua, semua jenis media baru, terutama internet, berpotensi untuk memperkuat publik asalkan kita mengetahuinya. Dengan demikian, isi media baru diarahkan pada pelibatan individu untuk saling berkolaborasi satu sama lain sesuai dengan premis awal bahwa internet adalah media terbuka. Bila isi media internet ternyata bermotif politis atau pun ekonomi, fungsi sosiokulturalnya tetaplah dimasukkan. Bila sudah lebih mengutamakan komunikasi publik, maka “teman” yang tercipta akan lebih banyak. Kembali pada kutipan dari film the social network di awal tulisan, apalah artinya mempunyai sedikit musuh bila kita punya begitu banyak teman?
********
# Tulisan ini merupakan pokok-pokok pemikiran yang disampaikan dalam diskusi “Pengembangan Model Community Access Point pada Masyarakat Pengrajin di desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Bantul, D.I. Yogyakarta”.
##Diskusi diselenggarakan oleh Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) pada tanggal 21 November 2010.
Referensi
Bolter, Jay David & Richard Grusin (1999). Remediation: Understanding New Media. Cambridge: the MIT Press.
Flew, Terry (2005). New Media: An Introduction. Second Edition. Oxford: Oxford University Press.
Grossberg, Lawrence, Ellan Wartella, D. Charles Whitney & J. Macgregor Wise (2006). Media Making: Mass Media in A Popular Culture. Second Edition. London: Sage Publications.
McQuail, Denis (2005). McQuail’s Mass Communication Theory. Fifth Edition. London: Sage Publications.
Rogers, Everett M. Rogers & D. Lawrence Kincaid (1980). Communication Networks: Toward A New Paradigm for Research. New York: the Free Press.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar