Senin, 22 November 2010
Luka
Tahukah kau rasanya mengalami kekerasan fisik, dipukuli? semoga tidak pernah terjadi pada dirimu, seperti yang pernah kualami dahulu sewaktu masih anak-anak. Tidak peduli siapa pun yang melakukan, kekerasan fisik antara lain dipukuli, akan menimbulkan luka di hati yang tak akan bisa hilang. Mungkin luka yang tertera di tubuh bisa sembuh, namun Luka lain akan tetap ada, terekam dalam ingatan, walau mungkin kau telah memaafkannya. Luka itu akan bertahan lebih lama bila pelaku kekerasan pada kita adalah orang-orang yang semestinya melindungi kita. Orang-orang yang kita cintai, yaitu rang-orang yang merupakan bagian dari keluarga kita. Entah apa pun alasannya kekerasan fisik tidak boleh dilakukan sekali pun katanya motifnya adalah cinta dan kasih sayang. Ingatlah teman, pukulan dan tendangan bukanlah sebentuk kasih sayang apa pun pemaknaannya. Pun dengan caci-maki dan cercaan, ini adalah bentuk kekerasan verbal yang tetap tidak dibolehkan dilakukan, apalagi pada anak-anak. Anak-anak akan merekam itu dan di masa dewasa mereka cenderung akan mengulanginya, terutama pada ucapan lisan yang tidak pantas disampaikan pada orang lain.
Tahukah kau rasanya mengalami kekerasan fisik, dipukuli, dan kekerasan verbal, dicaci-maki, dan kau tidak dilindungi oleh orang-orang yang semestinya melindungi? Itulah yang dirasakan para pahlawan devisa kita. Mereka diberi gelar pahlawan namun tidak dilindungi oleh negara. Mirip dengan gelar-gelar pahlawan yang diberikan negara pada profesi lain. Ingatkah kau gelar "pahlawan tanpa tanda jasa"? di dalam kehidupan nyata para pendidik kita itu, terutama yang berada di daerah terpencil, kurang mendapatkan apresiasi dari negara. Mereka, yang katanya wakil rakyat itu, malah ingin memberikan gelar pahlawan pada orang yang telah menghancurkan negeri ini selama tiga dekade.
Pemerintah, yang diwakili presiden "si Raja Menye" memberikan alternatif solusi yang absurd. Berikan mereka handphone, katanya. Dan akhirnya saya tahu, sang doktor tidaklah menyerap ilmu pengetahuan dengan baik karena melupakan yang holistik dan yang spesifik. Seorang yang katanya wakil dari rakyat juga memberikan komentar yang lebih aneh. Katanya para TKW Indonesia, para pahlawan devisa itu, mendapatkan siksaan karena tidak memiliki keterampilan yang memadai. Logika yang ngawur seperti itu kembali menyalahkan korban kekerasan yang semestinya mendapatkan perlindungan. Kita yang menyaksikan tingkah-polah mereka semestinya tahu bahwa yang tidak memiliki kecakapan adalah mereka yang tidak memberikan pelatihan dengan baik, tidak bisa berdiplomasi dengan negara lain dengan bagus, dan abai dalam memberikan rasa dan kondisi aman bagi semua warga negara.
Kemana perginya media yang bertugas mendesakkan pada pejabat publik untuk menjalankan tugasnya: melindungi dan memfasilitasi warga negara? sebagian media memang telah memberitakan berbagai kasus kekerasan yang dialami oleh TKI dengan baik, namun kurang kritis dan belum mendesakkan penanganan yang holistik. Media juga mesti menyampaikan mengapa "tuan-tuan" yang melakukan tindakan kekerasan, bahkan sampai membunuh itu, berasal dari dua negara yang katanya sesama negara mayoritas muslim, Arab Saudi dan Malaysia? untuk Malaysia malah mesti ditambah lagi labelnya, negara yang katanya serumpun namun rajin menyiksa "anggota keluarga"-nya sendiri. Tetapi kemudian aku tersadar, media di Indonesia bukanlah pembuka informasi yang baik, dalam beberapa hal malah menghalangi kita mengetahui beragam kejadian dengan mendalam.
Tahukah kau teman, ada lagu yang mampu menggambarkan terjadinya kekerasan fisik dengan baik? Di lagu ini dideskripsikan tindakan kekerasan domestik yang dialami oleh seorang perempuan. Rasa cinta pada pasangan dan rasa sakit akibat kekerasan fisik membuatnya ambigu bersikap. Si korban kemudian menyalahkan dirinya sendiri yang tidak kompeten, tidak membuat bangga, dan mulai menerima perlakuan si "pemukul". Perasaan bersalah itu kemudian membuatnya tidak menceritakan pada siapa pun karena itu adalah aib bagi dirinya sendiri. Hal ini justru membuat tindakan kekerasan itu berulang dan berulang...tanpa diketahui orang lain, tanpa dipahami oleh orang-orang lain yang semestinya melindungi.
"Luka"
oleh Suzanne Vega
My name is Luka
I live on the second floor
I live upstairs from you
Yes I think you've seen me before
If you hear something late at night
Some kind of trouble. some kind of fight
Just don't ask me what it was
Just don't ask me what it was
Just don't ask me what it was
I think it's because I'm clumsy
I try not to talk too loud
Maybe it's because I'm crazy
I try not to act too proud
They only hit until you cry
After that you don't ask why
You just don't argue anymore
You just don't argue anymore
You just don't argue anymore
Yes I think I'm okay
I walked into the door again
Well, if you ask that's what I'll say
And it's not your business anyway
I guess I'd like to be alone
With nothing broken, nothing thrown
Just don't ask me how I am [X3]
My name is LukaI live on the second floor
I live upstairs from you
Yes I think you've seen me before
If you hear something late at night
Some kind of trouble, some kind of fight
Just don't ask me what it was
Just don't ask me what it was
Just don't ask me what it was
And they only hit until you cry
After that, you don't ask why
You just don't argue anymore
You just don't argue anymore
You just don't argue anymore
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar