Kamis, 25 November 2010

Jogja Istimewa, Jogja Selalu Ada di Hati


Apa yang membuat Jogja istimewa? Itulah pertanyaan yang bisa kita ajukan sebagai awalan untuk memaknai album kompilasi yang baru saja dirilis ini. Jogja bagi banyak orang tetap istimewa walau di bidang politik formal keistimewaan itu masih ditarik dan diulur. Tetapi di wilayah yang lain, politik secara luas, serta sosiokultural, Jogja akan selalu istimewa. Jogja selalu akan ada di hati banyak orang.

Jogja, dan juga berbagai tempat yang lain, selalu bisa dilihat dari dua elemen, yaitu relasi orang-orangnya dan wilayah fisik. Orang-orang dan relasinya inilah yang membuat Jogja istimewa. Ujaran ini telah diungkapkan oleh lagu pembuka yang bagus, “Jogja Istimewa” oleh Ki Jarot (Jogja Hip Hop Foundation). Lagu pembuka yang menjadi manifesto album kompilasi ini, terutama kalimat... Jogya istimewa, istimewa orangnya...Jogja istimewa untuk Indonesia.

Istimewa untuk Indonesia adalah pernyataan paling penting yang bisa mengantar kita pada eksplanasi lebih jauh. Pertama, Jogja istimewa karena kota ini penting bagi Indonesia secara politis. Bila kita amati media, terutama suratkabar, berita tentang Jogja dan orang-orangnya tidak pernah tak hadir. Malah ada harian terkemuka yang selalu memperbincangkan Jogja. Orang-orang yang berasal dari Jogja pun banyak yang berpengaruh secara nasional, atau paling tidak ucapannya didengar oleh para petinggi negeri indah ini.

Secara kultural pun demikian adanya. Jogja menjadi inspirasi banyak tempat lain, bahkan di level global, dalam hal penghargaan keberagaman budaya. Karena itu kita sempat dikagetkan ketika ada usulan untuk melabeli Jogja dengan serambi dari kota di negara lain. Negara nun jauh di sana di mana beberapa warganya menyiksa tenaga kerja Indonesia. Maaf, Jogja sudah punya nama besar dengan namanya sendiri dan budayanya tanpa harus terlekat dengan kota lain. Untung saja itu hanya usulan dari orang yang tak paham betapa istimewanya Jogja.

Jogja juga dikenal sebagai tempat belajar yang ciamik walau kemungkinan predikat itu menurun beberapa tahun belakangan ini. Nama Jogja tetap harum sebagai “kawah Candradimuka” bagi orang-orang yang ingin berhasil atau “menjadi orang” nantinya. Bukan hanya tempat-tempat pendidikan formal yang membuat Jogja terasa sangat “terdidik”, tetapi juga forum-forum diskusi di banyak sekali lembaga riset dan juga kafe, bahkan angkringan, adalah situs-situs asyik dan mencerahkan untuk mendapatkan pengetahuan.

Karena itulah, upaya untuk menumbuhkan kembali keisrimewaan Jogja perlu diapresiasi. Salah satunya adalah melalui album ini. Album ini terlebih dahulu menjadi pengingat bagi warganya sendiri bahwa kota hebat ini tetap istimewa apa pun kata orang. Keistimewaan itu bahkan lebih terlihat lagi dalam dua “cobaan” yang pernah melanda Jogja, gempa tahun 2006 dan erupsi Merapi tahun 2010 ini, warga Yogya terlihat begitu kompak dan setia kawan dengan saling membantu tanpa pamrih.

Sekarang kita beralih pada teks setelah kita membicarakan konteks medianya. Album kompilasi ini adalah kompilasi ketiga, yang saya tahu, yang mengakumulasi band-band dari sebuah kota. Dua yang pertama adalah “Masaindahbangetsekalipisan” (1996) untuk Bandung, dan “Jkt: Skrg” (2004) untuk kota Jakarta. Ketiganya sangat bagus dan menjadi dokumen karya yang bagus berdasarkan domisili penyanyi. Kompilasi semacam ini menunjukkan kreativitas kolaboratif satu kota dan berimplikasi pada kompetisi yang positif di level yang lebih tinggi.

Pengemasan album ini juga menarik. Nuansa Jogja terlihat di dalam albumnya. Pun dengan visi kesederhanaan telah tercapai di sampul albumnya walau dari sisi informasi yang diberikan untuk para musisi tidak ada yang baru. Hal lain yang menarik adalah apresiasi untuk para sponsor yang diberikan melalui peta. Unik dan tidak mengganggu teks album secara keseluruhan. Upaya yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan iklan RBT album-album musisi aras utama yang sangat menganggu keutuhan visual sampul album.

Dari sisi para pelantun lagu, tidak diragukan lagi, kesepuluh nama band pendukung kompilasi ini mempunyai nama besar dengan caranya masing-masing. Selain karena karya-karya mereka yang bagus, ada yang terkenal di manca negara karena merilis album di sana, ada yang suaranya bak dewi turun dari khayangan, ada yang musiknya diapresiasi oleh beragam pihak, dan ada yang baru saja mengeluarkan album yang sangat bagus. Namun entah mengapa, dalam “kesatuan” kerja kolektif menurut saya masih ada sedikit yang kurang. Misalnya saja, masih ada beberapa pemilik nama besar dan dikagumi banyak orang, yang tidak hadir di album ini. Walau sudah diinformasikan dalam pengantar album ini, seperti alasan itu tak begitu pas. Ruang di album kompilasi ini sekiranya masih cukup untuk beberapa penyanyi lain.

Kedua, tidak adanya tulisan oke yang “menemani” teks utama, bahasa kerennya “liner notes”. Kita pasti paham banyak penulis Jogja yang bagus yang bisa membingkai album ini secara berkelas dengan tafsir dan analisis yang menarik. Teks semacam biografi para pendukung album belum cukup bagi album ini. Semestinya ada juga catatan di dalam album yang “setara“ dengan teks utamanya, lagu.

Namun, di atas semua itu, album ini adalah upaya yang luar biasa apalagi album ini sempat tertunda dari jadwal semula ketika kota Jogja berulang-tahun, 27 Oktober 2010, karena erupsi Merapi. Album ini pun juga didedikasikan untuk mbah Maridjan, juru kunci Merapi. Kemudian, kesederhanaan dan didekasi beliau dimanifestasikan dalam sampul album kompilasi ini. Dari sisi hasil kreasi, album ini juga sangat bagus. Sangat terasa bila kita mendengar kesepuluh lagunya. Tak jenuh saya mendengarnya berulang-kali, terutama lagu pertama, ketiga, keenam, dan kedelapan. Lagu pertama, "Jogja Istimewa" oleh Ki Jarot (Jogja Hip Hop Foundation,adalah manifesto album ini plus dengan musiknya yang segar dan sangat terdengar bernuansa Jogya, tepat membuatnya jadi lagu andalan.

Lagu ketiga, "The Song Finished" oleh Armada Racun, malah membuat saya ingin terus mendengarkan tiap lagu di kompilasi ini. lagu keenam adalah lagu milik Risky Summerbee & The Honeythief, judulnya "Mind Game". Seperti biasa mereka bagus sekali, beberapa teman malah memilih lagu ini sebagai lagu terbaik di sini. Lagu kedelapan, "The Joker" oleh Cranial Incisored, semakin menunjukkan gaya "bebas" dalam berekspresi itu adalah keutamaan. Selain itu, keenam lagu yang lain juga bagus dan mengajak kita memikirkan kembali Jogja sebagai spasial dan kumpulan relasi yang keren. Album kompilasi ini semakin menunjukkan bahwa Jogja memang istimewa, terutama akan selalu istimewa di hati kita masing-masing, warga atau bukan warga Jogja.

Judul album : Jogja Istimewa 2010
Penyanyi : Various Artist
Tahun : 2010
Produksi : Kongsi Jahat Syndicate, Anarkisari Rekord, Yes No Wave
Distribusi : Demajors
Harga : Rp. 35.000,-

Daftar lagu:
1. Ki Jarot (Jogja Hip Hop Foundation) - Jogja Istimewa
2. Serigala Malam - For the Unbroken (friend stand alliance edition)
3. Armada Racun - The Song Finished
4. Individual Live - Semoga Engkau Berkenan Mendengarnya Perlahan Hingga Usai
5. Frau – Confidential
6. Risky Summerbee & The Honeythief - Mind Game
7. ZOO feat Wukir - Bambu Runcing
8. Cranial Incisored - The Joker
9. DOM 65 - Klub S.A.
10. Dubyouth - Endless Night

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...