Rabu, 31 Maret 2010
Sistem Media
Apa itu sistem media? Sistem media adalah cara memandang media melampaui institusinya, dari kejauhan, dan meliputi keseluruhannya (holistik). Cara pandang ini adalah cara pandang yang umum sejak kelahiran studi media sampai dengan dekade 1980-an, walau di Indonesia masih marak sampai dengan 1990-an. Cara pandang ini dianggap sudah ketinggalan jaman walaupun sampai sekarang masih tetap digunakan, terutama untuk membandingkan fenomena media di berbagai negara.
Cara pandang seperti ini disebut dengan cara pandang sistemik atau makro. Sistem dilihat sebagai interaksi berbagai elemen yang berfungsi secara spesifik tetapi ketika berinteraksi, kemudian muncul fungsi-fungsi baru. Sistem sosial, termasuk sistem media, adalah sistem yang terbuka. Terbuka terhadap perubahan yang terjadi di luar sistem, yang dikenal sebagai lingkungan eksternal.
Sistem media biasanya digunakan untuk mengkomparasikan. Dengan demikian kita tidak bisa menjelaskan suatu sistem media tanpa membandingkannya dengan sistem yang lain. Komparasi sistem media pun bisa melalui dua cara. Pertama, membandingkan dua atau beberapa sistem media dalam konteks waktu yang sama, misalnya membandingkan sistem media di Indonesia dengan sistem media Malaysia masa sekarang. Kedua, membandingkan satu sistem media dalam konteks waktu yang berbeda. Misalnya membandingkan sistem media Indonesia masa sekarang dengan sistem media Indonesia pada masa Orde Baru.
Berbicara tentang sistem media, tentu saja kita tidak bisa melepaskan diri dari tipologi sistem media pertama yang dirilis oleh Fred S. Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm (1956). Mereka bertiga menulis buku yang mengharu-biru dunia akademis ilmu komunikasi. Buku mereka adalah “Four Theories of the Press”. Selanjutnya, kita juga mengenal beberapa tipologi sistem media yang dikenalkan oleh Robert G. Picard (1985), Whitney R. Mundt (1991), J. Herbert Altschull (1995), dan William A. Hachten (1996).
Sistem media, atau dahulu lebih dikenal sebagai sistem pers, adalah cara menganalisis dengan melihat relasi media dengan tiga institusi yang lain, negara, masyarakat dan pasar. Sistem pers kemudian digantikan dengan istilah sistem media karena dua alasan. Pertama, pers dianggap hanya mengakomodir telaah untuk pesan faktual. Sementara pesan fiksional pun sebenarnya penting bagi sebuah “sistem”. Kita tahu bagaimana di sistem politik yang otoriter, ketika warga masyarakat sulit mendapatkan informasi, mereka lebih mengandalkan pesan fiksional yang relatif masih bisa diakses.
Selain itu, sistem media lebih dapat mengakomodir perkembangan media lebih jauh. Sebagaimana kita ketahui, pers diartikan secara sempit hanya pada media cetak, sementara perkembangan media sekarang ini sudah sedemikian maju. Kini kita mengenal ragam media baru yang lahir dan intens digunakan masyarakat pada tahun 1990-an sampai dengan sekarang.
Setelah Siebert, Petterson, dan Scramm, banyak ahli yang berusaha menyusun dan menunjukkan model lain dari sistem media. Salah satunya adalah Daniel C. Hallin dan Paolo Mancini. Sistem media yang mereka lansir terdapat dalam buku Comparing Media Systems: Three Models of Media and Politics. Cambridge: Cambridge University Press, yang diterbitkan tahun 2004.
Mereka membuat tiga model sistem media, yaitu (hal.67):
• Mediterranean or polarized pluralist model (Perancis, Yunani, Italia, Portugal, Spanyol)
• Northen European or Democratic Corporatist Model (Austria, Belgium, Denmark, Finlandia, Jerman, Belanda, Norwegia, Swedia, Swiss)
• North Atlantic or Liberal Model (Inggris, AS, Kanada, Irlandia)
Ketiga sistem tersebut disusun setelah mereka menelusuri data “empiris” dari negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara. Tujuan keduanya antara lain adalah untuk memberikan alternatif telaah sistem yang lebih empiris bila dibandingkan dengan sistem media terdahulu.
Dasar argumen bagi komparasi sistem media menurut Hallin dan Mancini dibagi berdasarkan aspek berikut ini (hal. 21):
• The development of media markets, with particular emphasis on the strong or weak development of a mass circulation press
• Political parallelism; the degree and nature off the links between the media and political parties or, more broadly, the extent to which the media system reflects the major political divisions in society
• The development of journalistic profesionalism
• The degree and nature of state intervention in the media system
Upaya yang dilakukan oleh Hallin dan Mancini sudah cukup bagus karena mereka memberikan alternatif dari tipologi sistem media yang meraja selama beberapa dekade. Walau begitu, ada beberapa catatan ataupun kritik atas tipologi yang dijelaskan oleh Hallin dan Mancini.
Pertama, mereka menyarankan untuk “melepaskan diri” dalam menganalisis sistem media. Mereka beranggapan bahwa tipologi Siebert, Petterson, dan Schramm, cenderung menempatkan media sebagai pihak yang selalu sangat terintervensi oleh pihak lain, katakanlah negara. Justru telaah mereka menunjukkan hal yang sama, intervensi oleh kekuatan politik, padahal pada awalnya mereka ingin memberikan pemahaman sistem media yang berbeda dari para pendahulunya.
Kedua, argumen Hallin dan Mancini atas pembagian atau dasar mengkomparasi sistem, hampir tidak memasukkan konten media fiksional dan media baru. Padahal seperti kita ketahui bersama, fenomena bermedia sejak dekade, katakanlah, 2000-an awal, adalah dekade yang marak dengan kedua fenomena tersebut.
Ketiga, tipologi sistem media yang dianggap salah satu yang paling baru ini juga tidak memasukkan perkembangan media baru. Seperti kita pahami bersama, perkembangan media baru berpotensi besar mengubah cara kita mengkomparasikan sistem. Media baru memiliki karakter berbeda dengan media konvensional dalam hal produksi, penyimpanan, tampilan, dan distribusi pesan.
Di atas semua itu, upaya untuk memberikan “jalan keluar” dari konsepsi yang mengurat mengakar tetap patut diapresiasi. Paling tidak, perbandingan sistem media versi Hallin dan Mancini menunjukkan pada kita semua bahwa telaah makro masih cukup penting dan berguna untuk melihat fenomena yang semakin dinamis seperti sekarang. Sumbangan lain yang juga penting adalah memberikan input bahwa mengolah berbagai informasi yang empiris penting bagi telaah yang makro. Konsepsi mengenai sistem media adalah gambar besar di pikiran kita. Hal terpenting adalah cara gambaran tersebut membantu kita memahami berbagai fenomena.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar