Jumat, 09 Juli 2010
Kehidupan Berjalan, Kehidupan Berhenti Suatu Saat
Seperti biasa, bila berada di Jakarta dia akan menyempatkan diri mencari CD album audio kesukaannya. Sepertinya hampir mustahil tidak membeli album baru bila berada di Jakarta. Tiga tempat yang biasanya dia kunjungi untuk melengkapi koleksi albumnya adalah Sarinah, jalan Sabang, dan Blok M. Dahulu kunjungan tersebut pasti dilengkapi dengan kunjungan ke toko buku QB yang dekat dengan Sarinah.
Kini kunjungan ke toko buku diambil alih oleh Kinokuniya. Sudah dua kali ke Jakarta dia ke toko buku tersebut, terutama untuk melengkapi koleksi novel Haruki Murakami. Koleksi Murakami sudah lengkap kini. Jadi dia hampir tidak punya alasan ke toko buku itu, kecuali bila masih ada novel yang ingin dicari. Kini dia berpikir untuk mulai mengoleksi novel-novel Umberto Eco. Dia menyadari bahwa keinginan untuk mengakses pesan media bisa sangat besar dan harus dihentikan. Ada baiknya menyadari bahwa kinilah saatnya untuk duduk dan berdiam diri menikmati semua koleksi pesan media yang dia punya, album musik, film, dan buku. Sayang bila semua pesan media tersebut tidak terakses.
Bagian dari koleksi pesan media miliknya masih banyak yang belum diakses, dipahami, dan ditafsir kembali. Dia merasa belum punya waktu yang cukup saja walau sangat mungkin secara empiris waktu cerna itu ada. Entahlah, dia malah mengakses kembali pesan media, terutama album musik yang dia suka. Banyak album musik yang dia miliki walau hanya sebagian kecil yang membuatnya terkesan dan teringat masa lalu.
Salah satu album tersebut adalah Live, yang berjudul “Throwing Copper”. Album ini dirilis pada tahun 1994. Walau dirilis tahun 1994, album ini memiliki masa edar di benak dan hati sangat lama, sekitar tiga tahun. Dahulu memang begitu, format digital belum terlalu dikenal dan akses juga belum secepat. Sebuah album bisa diputar berminggu-minggu. Tidak seperti sekarang yang masa putarnya hanya dalam hitungan hari, kecuali album yang sangat bagus. Selain itu, dahulu mengakses dan mencerna album musik dilakukan bersama-sama dengan teman-temannya sehingga masa menikmatinya bisa lebih lama. Pada masa sekarang ini, menikmati musik lebih pada aktivitas personal. Sendirian. Masih tetap mengasyikkan walau tidak seasyik mengakses bersama-sama. Itulah sebabnya mengapa para penggemar sepakbola lebih memilih menonton bersama daripada sendirian.
Album ini adalah album yang paling sering dia beli. Dia membeli album ini empat kali, tiga dalam format kaset dan satu dalam format CD. Dua kali kasetnya hilang. Satu dicuri dan satu hilang entah kemana. Satu kaset sampai sekarang masih ada. Dia kemudian membeli album yang berformat CD setelah mampu membelinya. Album ini masih relatif sering bersama seluruh album U2, Manic Street Preachers, dan REM, karena memang album ini mengingatkan pada banyak hal.
Pertama, teman-teman di masa lalu dan di masa sekarang. Ada teman masa lalu yang tidak bertahan pada masa kini. Ada yang bertahan dan masih berteman dekat sampai sekarang. Inilah cara kehidupan berjalan. Album ini benar-benar mengingatkan dirinya pada teman-teman yang dulu sangat dekat dan kini telah dia “matikan”. Artinya, mereka bukan teman lagi, orang-orang tempat berbagi informasi dan emosi personal. Dulu mereka memang ada di hati dan kini, bila bisa, dia ingin tidak berkaitan lagi, walau hal itu sangatlah sulit. Bila pun berinterkasi, itu hanya untuk formalitas atau kesopanan saja.
Kehidupan dengan caranya sendiri bisa mengakhiri dirinya, seperti juga Dia bisa memulainya. Topik yang sama muncul di lagu “Lightning Crashes” di album ini. Seperti juga pertemanan, dia bisa dimulai, berhenti, berhenti untuk selamanya, atau dimulai kembali. Kehidupan memang seperti ini adanya.
Hal kedua yang dia maknai dari album ini adalah kebangkitan dan “kematian”. Itulah yang terjadi pada Live, band produsen pesan di album ini. Mereka muncul begitu saja dan kemudian “hilang” sampai sekarang. Waktu itu di awal 1990-an Live begitu populer, terutama karena album ini. Lagu-lagu di album ini, “Selling the Drama”, “Lightning Crashes”, “Iris”, “All Over You”, dan “I Alone”, bergiliran masuk di chart dan videoklip-nya sangat populer di MTV, juga sangat sering dinyanyikan di pentas-pentas musik kampus.
Setelah album ketiga, “Secret Samadhi”, Live tidak pernah lagi mencapai popularitas yang sama seperti sebelumnya. Mereka masih memproduksi album tetapi memang tidak ada album yang membuat terkesan seperti album “Throwing Copper” ini, album pertama “Mental Jewelry”, dan album ketiga “Secret Samadhi”. Menyaksikan videoklip mereka, terlihat sekali bahwa mereka mencapai puncaknya justru pada masa awal karir mereka. Mungkin mereka tidak bisa mempertahankan performa yang sama, mungkin mereka tidak lagi mengeksplorasi dengan cukup mendalam, mungkin mereka tidak utuh lagi sebagai tim. Entahlah, yang jelas mereka tidak sehebat dulu.
Pelajaran ini penting, bagaimana menjaga performa agar tidak “menghilang” begitu saja. Grup-grup 1980-an banyak yang bertahan sampai sekarang, antara lain A-Ha, Duran Duran, Depeche Mode, Pet Shop Boys, U2. Sebagian tetap mengeksplorasi hal yang menjadi esensi musik mereka sejak awal. Sebagian lagi mengeksplorasi hal-hal baru. Pilihan itu ada untuk membuat “kehidupan” yang baik itu terus berjalan.
Tafsir ketiga atau terakhir yang dia ingat adalah album ini yang kembali membawanya “pulang”. Album ini adalah album yang menemaninya pulang ke tanah kelahirannya pada tahun 1994. Dia belum pernah pulang sejak ikut orang-tuanya pindah ke Yogya pada tahun 1990. Album inilah sejak lagu pertama sampai hidden track-nya membahana di telinga atas penemuan kembali hidupnya dengan pulang. Pulang memang selalu menjadi sarana terbaik untuk menemukan diri kembali. Mengisi kembali diri dengan semangat baru di tempat asali diri berada.
Bila dia bertanya pada diri sendiri, apakah album dari masa lalu seperti ini akan membuatnya “memaafkan” masa lalu, atau membantu dirinya menemukan kembali hubungan-hubungan yang telah rusak. Dia hanya menjawab: dia tak tahu, dia sungguh tak tahu”...biarkan saja kehidupan dan semua isinya hadir, berjalan dan hilang, kemudian hadir lagi, seperti lagu “Lightning Crashes” berikut ini:
"Lightning Crashes"
lightning crashes, a new mother cries
her placenta falls to the floor
the angel opens her eyes
the confusion sets in
before the doctor can even close the door
lightning crashes, an old mother dies
her intentions fall to the floor
the angel closes her eyes
the confusion that was hers
belongs now, to the baby down the hall
oh now feel it comin' back again
like a rollin' thunder chasing the wind
forces pullin' from the center of the earth again
I can feel it.
lightning crashes, a new mother cries
this moment she's been waiting for
the angel opens her eyes
pale blue colored iris,
presents the circle
and puts the glory out to hide, hide
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar