Sabtu, 10 Juli 2010

Mesin Penenun Hujan: Absurd, Indah, dan Cerdas


Kemarin adalah hari yang menjemukan. Bukan apa-apa, bagi saya secara personal, kemarin itu saya menemukan banyak paradoks dalam pesan media yang saya akses. Pesan faktual atau berita yang semestinya menyampaikan fakta-fakta, justru menyampaikan hal-hal tidak rasional, yang menjauhkan dari kesadaran, juga lebih banyak pada tafsir orang-orang. Kami butuh yang riil, kami butuh yang menyampaikan realitas sedekat mungkin. Juga sebuah tulisan yang semestinya ditujukan untuk orang tertentu, ternyata setelah dibaca lebih tulisan itu adalah sarana narsisme dari penulisnya. Mungkin saya saja yang bodoh karena tetap membaca tulisan itu walau diri telah mengingatkan. Atau memang dunia akhir-akhir ini adalah tempat paradoks dan absurditas meraja.

Daripada memikirkan rangkaian paradoks itu ada baiknya kita membicarakan hal yang absurd sekalian: mesin penenun hujan! Mesin ini adalah metafor yang dinyanyikan oleh Frau di mini-albumnya: Starlit Carousel. Siapa Frau? saya tidak akan membahasnya. Hal yang jelas adalah penyanyi ini sudah dibicarakan berbulan-bulan di Yogyakarta. Banyak rekan saya membicarakannya, memujinya, dan membagi lagu-lagu Frau sebelum dia merilis mini album ini. Sayangnya, lagu-lagu berformat mp3 itu saya biarkan cukup lama di komputer personal saya dan saya hanya mendengar apreasiasi yang bagus dari berbagai pihak. Ari Lasso dan Piyu adalah dua penyanyi yang mengidolakan penyanyi muda ini. Siapa yang tidak mengidolai penyanyi muda ini? Penyanyi yang cara bernyanyinya mirip dengan Tori Amos, orang cerdas yang mungkin akan seperti Bjork, dan penulis lirik dengan sense keperempuanan seperti Suzanne Vega.

Akhirnya, saya mendapatkan kesempatan mengaksesnya secara langsung. Saya dengarkan berkali-kali tetapi tetap sulit menuliskan "takaran" dari kumpulan lagu ini. Baru kemarinlah hasrat itu muncul karena kekecewaan melihat realitas pesan media di depan mata. "Mesin Penenun Hujan" adalah metafor yang bagus untuk mempertanyakan bagaimana bila hidup kita berkebalikan dengan realitas sekarang? sesuatu yang tak mungkin, absurd, tetapi cukup layak ditanyakan sesekali. Walau sejatinya lagu ini bicara kisah cinta, sebenarnya bisa dikaitkan dengan wilayah kehidupan yang lain,...merakit mesin penenun hujan/ketika engkau telah tunjukkan/ semua tentang kebalikan/kebalikan di antara kita.

Kelima lagu lain juga sangat bagus dari sisi musik dan lirik. Lirik di kelima lagu itu juga berbicara hal "luar biasa" dengan cara tak biasa. Di dalam "Glow" misalnya, dibicarakan paradoks kata-kata cinta untuk pasangan yang diakhiri selamat tinggal. Topik ini mirip dengan "I'm A Sir" yang bicara paradoks identitas: kepuasan sekaligus kekecewaan sebagai perempuan muncul secara tersirat di lagu ini. Membicarakan hal sehari-hari dengan santai sekaligus tetap kontemplatif muncul pada lagu "Rat and Cat".

Lagu "Salahku Sahabatku" berbicara tentang paradoks pertemanan. Bagaimana kita sibuk menjaga hati sang sahabat tetapi kita juga rentan dengan rasa perih yang diakibatkan oleh tindakan dan wicara sahabat kita. Begitu pun sebaliknya, kita juga bisa "berbahaya" bagi sahabat kita. Saya mengalaminya tiga tahun yang lalu dan problem jaga hati-perih itu masih saja menghunjam sampai sekarang.

Kemudian salah satu lagu cinta berbahasa Indonesia favorit saya, "Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa, muncul pada akhir album. Lagu ini adalah lagu milik Melancholic Bitch, Frau sekaligus "meminjam" vokalisnya, Ugoran Prasad, untuk berduet di lagu ini. "Kau membias di udara dan terhempaskan cahaya" adalah kalimat romantis puitis non-narsis yang selalu saya ingat belakangan ini.

Saya mesti mengakhiri tulisan ini sebelum kenikmatan mendengarkan album ini lamat-lamat menghilang. Dari semua sisi, mini-album ini sangat bagus. Salah satu album terbaik penyanyi Indonesia tahun ini. Semoga karya bagus terus lahir dari penyanyi ini. Kombinasi suara indah, musik bagus, dan lirik cerdas, adalah pengobat bagi saya pribadi untuk akhir minggu yang sendu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...