Senin, 26 Juli 2010

Senja di Balik Pelangi (Bagian 2) - Album "Langkah Baruku" oleh Lala Suwages


Seperti yang hampir setiap kali aku lakukan, hari ini pun aku "berkunjung" ke kafe favoritku. Entahlah, rasanya aneh bila langsung ke rumah setelah kuliah. Dengan mampi terlebih dahulu ke kafe sebelum pulang ke rumah, aku menempatkan diriku sendiri ke dalam transisi. Kuliah yang "berat" dan rumah yang santai, perlu ada tempat transisi sebelum sampai pada keadaan yang santai. Siapa bilang kuliah itu tidak berat? mahasiswa ilmu-ilmu sosial cenderung menilai kuliah itu tidak berat dan tidak penting. Hal yang lebih penting adalah "perjuangan" di luar kampus. Sementara bagiku, kuliah itu benar-benar berat, mulai dari banyak hal yang mesti dihapalkan, seri praktikum yang panjang, sampai dengan menghadapi ego dosen dan mahasiswa senior. Biasanya beberapa dosen di tempatku kuliah lebih senang menunjukkan bahwa mereka pintar daripada "mendidik" kami menjadi pintar. Tentu tidaks semuanya. Karena itulah aku anggap kuliah itu berat.

Kafe ini mulai ramai menjelang sore hari. Orang-orang datang dan pergi dengan cepat. Kafe yang maksud awalnya untuk bersantai berubah menjadi restoran cepat saji. Sayang sofa yang empuk ini bila kutinggalkan cepat-cepat. Sambil membuka laptop untuk surfing, aku juga menyiapkan earphone untuk mendengar album terbaru milik Lala Suwages yang berjudul "Langkah Baruku". Penyanyi ini adalah penyanyi baru. Nama yang entah dari mana. Sebelumnya aku tidak pernah mendengar namanya. Walau begitu, nama yang baru ini ternyata menghasilkan album yang matang secara konsep dan musiknya.

Sambil mendengarkan lagu-lagu di album Lala dan surfing situs-situs tak penting, aku membayangkan perasaanku sekitar sebulan lalu. Waktu itu hati terasa teriris karena mesti menjauh dari seseorang. Kini semua itu sudah berlalu walau sesekali aku ingin juga mengetahui kabarnya juga. Aku semakin menyadari betapa ajaibnya hati dan pikiran mengobati lukanya sendiri. Rasanya hampir tak percaya sebulan lalu perasaannya sesakit itu.

"Hey...apa kabarmu/telah lama kita tak bertemu/hey...kumasih di sini/masih sama seperti yang dahulu"....suara Lala yang renyah mengalun dari lagu "Hey". Membuat aku benar-benar bertemu si abang, atau minimal mengetahui kabarnya sedikit saja. Sudah lama aku tidak ke rumah Lani karena kesibukan kami berbeda. Aku ingin bertanya duluan melalui SMS atau email atau pesan di akun FB-nya, tetapi rasanya rikuh bertanya tentang kabar seseorang yang dahulunya sengaja aku "tinggal".

Terus terang kini aku merindukannya. Rindu pada berbagai obrolan dan diskusinya. Dia enak diajak mengobrol untuk banyak hal. Dengannya aku bisa membicarakan tentang perkembangan teknologi terbaru sampai dengan berita artis, juga terkadang hal-hal politik di negeri ini, topik yang kemudian membuatku sedikit pusing. Menurutku, aku lebih senang membicarakan yang "pasti-pasti" saja. Hal-hal yang terlihat. Hal-hal tanpa beragam makna. Berbeda dengannya, keutamaan mengobrol dengannya bukan kejelasan topik melainkan keberagaman sudut pandang yang ada. Membicarakan album ini pun, mungkin dia tak begitu tertarik. Dia lebih senang membicarakan musik indie, yang menurutnya lebih beragam. Bagiku tidak, musik indie seringkali membuatku bingung dengan musik dan liriknya. Siapa yang ingin membicarakan efek rumah kaca atau pengalaman subtil tentang aktivis? bila aku bisa mendengar lagu-lagu yang enak didengar dan digunakan untuk bergoyang seperti ini?

Walau kami berbeda, rasanya dahulu itu kami bisa demikian dekat. Tidak seperti orang-orang lain yang melihat perbedaan itu bukan sebagai rahmat. Aku rasa lagu "Mereka Tak Mengerti" bisa diambil inspirasinya. Biarlah banyak orang yang tidak mengerti dengan diri kita. Asalkan ada satu orang saja yang mengerti. Itu sudah cukup. Kuseruput kopi hangat dengan pelan sekadar ingin merasakan sesuatu yang sudah lama tak kurasakan.

Seakan dia ada semeja denganku seperti beberapa bulan yang lalu sampai sebulan kemarin. Seringkali kami tidak berbicara banyak. Masing-masing hanya menjelajah dunia maya atau membaca. Tetapi itu sudah cukup. Eksistensi fisik seseorang seringkali lebih penting walau dia tidak melakukan apa-apa. "Saat ini kududuk sendiri/coba untuk renungkan rasa ini/kaulah satu sahabat setiaku/yang selalu menemaniku"...lagu "Maafkanku" mengalun dengan indah. Waktu terus beranjak dengan pelan.

Album debut ini bagus juga. Benar-benar mengajakku menggoyangkan kaki. Lagu-lagunya bagus, bukan hanya dua lagu lama yang dia nyanyikan yang bagus, "Semua Jadi Satu" yang dahulu pernah dipopulerkan oleh Dian PP, dan "Nada Kasih" yang pernah sangat terkenal ketika dinyanyikan oleh Fariz RM dan Neno Warisman. Kedua lagu bagus tersebut tetap menjadi bagus dengan ditambahi versi personal Lala, apalagi lagu kedua ditemani penyanyi Joeniar Arief.

Lagu-lagu yang lain juga menyenangkan untuk didengar berulang-ulang. Lagu "Tanpamu", "Langkah Baruku" yang menjadi "manifesto" menyanyi Lala, dan "Maafkanku", adalah lagu-lagu yang indah dan patut diperhatikan oleh penyuka musik Indonesia. Ada kesegaran dari sisi musik yang ditawarkan oleh album ini. Lagu "Terima Kasih" adalah lagu yang paling sesuai dengan kondisi diriku saat ini. Hidup ini indah bagaimana pun juga. Pernah merasa sakit dan disakiti itu biasa asalkan kita bisa melewatinya. Toh, bila mungkin setelahnya kita bisa membalas dendam...hehe, tidaklah, tidak begitu. Sebagai manusia, kita mesti berwelas asih pada sesama. Biarlah yang membalas ketidakbaikan pihak lain itu Sang Pencipta saja. "Terima kasih aku ucapkan atas semua yang telah kau berikan/terima kasih aku ucapkan persembahan dari hati kecilku....

Sore terus merambat. Kali ini tidak lagi dengan lambat tetapi lebih cepat. Mentari meredup dan bayang-bayang malam telah terlihat di luar sana. Mengingat sebulan yang lalu, rasanya seperti keajaiban sekarang. Perasaan nelangsa itu sudah tak ada. Hanya rasa rindu. Rindu yang positif yang pasti bisa mengembalikan semua rasa perih pada kondisi awal. Mungkin pesan itulah yang bisa diambil dari album ini, bagaimana memulai lagi langkah baru. Aku mengambil handphone-ku mencoba berbincang dengan Lani. Menanyakan kabar dirinya, dan tentu saja, kabar abangnya.

"Maafkanku...rindukanmu/Tak dapat kutolak pesona dirimu/...tak kuasa hindari bayang wajahmu...Suara Lani terus menyatu dengan senja yang indah. Bukankah melampaui sedih dan bahagia, kehidupan ini teruse berjalan...aku hanya perlu mencoba membuatnya indah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...