Sabtu, 24 Juli 2010
Senja di Balik Pelangi (Bagian 1) - Album "Dream, Hope & Faith" oleh Monita Tahalea
Aku memandang keluar jendela di sore hari pertama tanpanya. Ah, mengapa mentari masih bersinar dan meredup dengan indahnya. Mengapa orang-orang masih tersenyum ceria pulang dari tempat kerja dan tempat belajar mereka. Kuhidupkan salah satu album yang baru saja aku beli.Album berjudul "Dream, Hope & Faith" yang dinyanyikan oleh Monita Tahalea. Mantan peserta kontes menyanyi "Indonesian Idol" pada salah satu musim terketatnya. Aku mencoba mencernanya dalam hati dan pikiran. Lagu pertama dari album ini seperti ironi bagi keadaanku sekarang ini. Seperti matahari semasa menyinari/kelam berlalu/terangi bahagia yang kutunggu... Ingin tersenyum sekaligus masih terasa pedih di hati mendengarkan suara Monita di lagi "Kisah yang Indah" itu. Entahlah, ada rasa sesal sekaligus kesadaran bahwa yang telah terjadi biarlah terjadi.
Mengingat kembali hari-hari kemarin ketika dia masih mencoba meyakinkan bawa dirinya untukku. Padahal menurutku, tidak ada manusia untuk manusia lain. Kehidupan manusia itu hanya untuk Sang Pencipta. Tetapi okelah, sebagai manusia dia boleh berusaha romantis. Berbulan-bulan dia terus saja berusaha ada di sampingku. Apalagi hal itu cukup mudah karena dia adalah kakak lelaki teman baikku. Dia selalu berusaha menemani kami. Awalnya katanya untuk menemani Lani, adik kesayangannya. Lama-kelamaan di menjadi semakin sering hadir menemani kami. Menjemput kami bila ada kegiatan di kampus sampai malam hari. Meminjamkan buku-bukunya yang bagus dan seringkali tidak terjangkau oleh pikiranku. Dia mengenalkan hal-hal yang bagiku asing: sosialisme, efek diskursif, eksistensialisme, juga hal-hal aneh lain yang tidak bisa kuingat dengan jelas.
Tiga bulan pertama tidak ada perasaan apa pun aku padanya. Sama seperti Lani, dia kuanggap kakak sendiri. Tidak lebih dan tak kurang. Walau begitu, karena kegigihannya dan sedikit "kegilaannya", lama-kelamaan perhatian berlebihnya terasa juga. Seringkali dia mengajak berbincang sambil menunggu Lani bila aku menghampiri Lani untuk ke kampus bersama. Seringkali dia mengirim SMS menanyakan keadaanku. Sebagai anak bungsu yang kurang "diperhatikan" oleh kakak-kakak perempuanku, pertanyaan berwujud perhatian walaupun kecil sungguh oase yang menyejukkan. Ah, suara Monita yang mendendangkan lagu "I Love You" membuat benih awal cinta yang tumbuh di hati terasa kembali. Hangat dan menyejukkan. Knowing that you are near/it makes my life feels complete/love will stay and find a way/love will guide you through your day....
Perasaan yang dia curahkan itu benar-benar membahagiakan. Namun tidak bagiku dan Lani. Lani tahu bahwa kakaknya "mendekati" aku. Hubungan kami menjadi agak aneh. Seiring berjalannya waktu rasa rikuh tersebut semakin terasa. Si abang, kami menyebutnya begitu, benar-benar menjadi "milik bersama" tetapi ini adalah awal kesulitan hubunganku dengan Lani. Pilihannya jelas, sahabat dekat atau kemungkinan besar kekasihku. Mengapa kehidupan ini tidak memberikan keduanya?
Lagipula, aku dan si abang jauh berbeda. Bagiku, dia "makhluk dari planet lain". Aku merasa di mirip Rangga, tokoh film "Ada Apa dengan Cinta". Film yang disukai oleh kakak-kakak perempuanku dulu. Lelaki imajiner yang ada di dalam impian dan tidak dalam kehidupan nyata. Dan dia nyata. Bagiku, lelaki itu ya seperti teman-teman di kampusku, mahasiswa kedokteran yang jelas, terarah, dan cerdas. Dia terlalu tak terduga, terlalu tidak jelas, dan kecerdasannya berbeda. Kecerdasannya bermain dalam kata-kata bukan angka-angka dan prosedur penyembuhan. Aku ingin membuat puisi yang "menggedor" sukma, begitu katanya suatu kali. Dia benar-benar menuliskan puisi yang indah dan itu benar-benar mempesonaku sebab namaku Sukma Amoria.
Dia terus mendekatiku. Menyampaikan rasa cintanya. Aku yang tidak ingin kehilangan persahabatanku, aku yang tidak ingin memberinya harapan pasti, dan aku yang merasa dia begitu berbeda, tidak pernah menjawab eksplisit sekadar memberikan jawaban "aku juga". Lelaki di dunia ini menurutku mirip seromantis apa pun mereka. Mereka selalu memerlukan konfirmasi. Mengapa semuanya harus terlihat dan terkatakan jelas bila sebenarnya semuanya bisa dijalani dan dihayati?
Namun, dia tak kenal lelah. Seringkali dia bertanya tentang keadaanku, menulis puisi untukku. Katanya, ada 1000 puisi untukku nanti. Menulis hal-hal yang "menggedor" sukma di blognya. Dan aku, aku terlalu bingung untuk merespon banyak hal itu. Dia buku kumpulan puisi, sementara aku diktat praktikum. Aku seputih jas dokter, sementara dia terlalu berwarna-warni seperti t-shirt yang dia desain sendiri. Dia terlalu abstrak dengan mimpi-mimpinya, sementara aku terlalu jelas seperti prosedur pertolongan pertama pada kecelakaan.
Mungkin dia lelah. Mungkin dia ingin mengejar pelangi yang lebih beragam. Tidak sewarna seperti diriku. Seperti datangnya, tiba-tiba saja dia tak ada lagi. Dia tak berusaha hadir di sekitarku, juga di sekitar kami. Dia tidak lagi mengirimi aku SMS. Tidak lagi menuliskan puisi dan ucapan-ucapan "gombal" lainnya. Dia berubah kembali menjadi hanya abang temanku. Seiring dengan itu, hubunganku dengan Lani membaik kembali. Pelan-pelan kami seakrab dulu lagi.
Sedihnya, setelah dia tak ada lagi. Ada semacam kehilangan di hati. Seperti diduga sebelumnya, dunia tanpanya terasa hambar. Semuanya terlalu jelas, gamblang, dan terprediksi. Tidak ada lagi "kejutan-kejutan" yang memusingkan seperti konsep-konsep tak jelas yang dia diskusikan. Tidak ada lagi "kujutan-kejutan" yang mempesona dan "menggedor" sukma. Tidak seperti namaku yang berarti cinta, aku gagal total dengan cinta kali ini.
Tetapi hidup personal ini masih berjalan bukan? dengan segala pencapaian dan kegagalannya. Lagu "Over the Rainbow" terdengar menyejukkan: sendu sekaligus optimis. Masih ada hal-hal seindah pelangi nun jauh di sana. Jauh itu bisa seminggu ke depan atau entah kapan, tetapi pasti ada menanti di sana. Ah, pagi yang indah. Hatiku tidak lagi terlalu sedih. Kesedihan itu mengalir pelan-pelan seperti udara yang kukeluarkan lewat napasku.
Kulihat daftar lagu di album bagus ini; Kisah yang Indah, Ingatlah, Over the Rainbow, Senja, I Love You, God Bless the Child, Hope, dan Di Batas Mimpi. Album ini adalah mini album dan semua lagunya bagus. Lagu-lagu yang memiliki jiwa sendiri sekaligus menghadirkan keindahan akumulatif dalam keutuhan album. Aku suka dengan semua lagunya. Terasa sendu, pelan, namun ada optimisme di situ. Album ini wajar bila bagus dan indah karena musiknya diarsiteki oleh Indra Lesmana. Aku juga telah melihat blog Monita. Blog sederhana namun liris. Sepertinya dia pandai merangkai kata. Mengingatkanku kembali pada seseorang. Namun kali ini ingatan dengan sedikit pedih dan banyak kenangan bahagia.
Aku memutar kembali lagu "Senja" di album ini. Awan jingga/gelap kurasa di dada/langitku meresah sendu...bayang dirimu menjauh...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar