Hari ini adalah hari pertama berpuasa. Tentu saja sebagai seorang muslim, sama seperti pemeluk agama Islam yang lain, saya antusias menjalankannya. Banyak hal yang bisa kita dapatkan selama puasa. Minimal mendapatkan cara berdiet yang mudah dilaksanakan...hehe...Lebih luas dari itu. Katanya berpuasa akan membuat perubahan sosial secara kolektif. Pernyataan yang sebaiknya tidak kita percayai buru-buru. Logikanya begini, jika memang berpuasa bisa jadi alat perubahan sosial, berarti Indonesia sudah berubah menjadi sangat lebih baik dari dulu-dulu dong...kan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah muslim. Kenyataannya, puasa jalan terus...korupsi juga jalan terus...kekerasan pada kelompok lain juga ada terus, tambah tinggi frekuensinya malah.
Masalahnya, bukan pada puasanya. Puasa bila dijalankan dengan benar dan "mendalam" akan berpengaruh besar secara personal dan kolektif. Sayangnya, puasa masih dianggap sebagai peristiwa selebrasi belaka. Menjelang dan selama puasa, kita heboh untuk merayakannya tanpa berusaha menggali artinya yang hakiki.
Fenomena tersebut mudah kita lihat di dalam kehidupan sehari-hari menjelang dan selama puasa, terutama di siaran televisi kita. Bila kita ke supermarket, tengoklah, timbunan bahan makanan yang menggunung. Itu pun akan habis sebelum bulan Ramadan. Saya juga melihat antrian yang sangat panjang di kasir di sebuah supermarket di Yogyakarta.
Belum lagi persediaan pakaian. Puasa belum berjalan kemarin, tetapi bazar potongan harga untuk pakaian di mana-mana bermunculan. Dengan mudah hasrat untuk mengkonsumsi secara besar-besar mudah kita lihat di sini. Sekarang kita kembali pada esensi berpuasa...bukankah berpuasa mengajarkan "pengendalian diri"? terutama dari hasrat mengkonsumsi yang tidak perlu dan berlebihan.
Fenomena lain adalah komodifikasi program acara agama dan bulan Ramadan di televisi. Acara infotainment dan sinetron tiba-tiba dipenuhi orang-orang yang "bertaqwa". Ada yang sedikit sedikit mengutip ayat Al-Quran. Ada yang memakai jilbab padahal sebelum puasa ini "mengobral onderdil" dirinya. Semua pengisi acara tv, terutama yang disebut sebagai spesies selebriti, berlomba untuk tampil "islami".
Ada juga acara terawih atau sahur bersama selebriti. Juga acara khotbah yang pasti menghadirkan selebriti, yang kabarnya dibayar lebih mahal daripada penceramahnya sendiri. Kalau dipikir-pikir, enak sekali jadi selebriti di negeri ini. Mereka "mengalahkan" orang-orang yang kompeten di bidang politik (lihat fenomena Pemilu 2009), bidang budaya (meninggalnya Rendra yang liputannya kurang mendalam bila dibandingkan dengan meninggalnya Mbah Surip), dan kini selama bulan puasa, bidang agama, selebriti dinilai lebih kompeten daripada ulama atawa penceramah (atau selebriti yang menyamar jadi penceramah?).
Juga para penyanyi/band yang berlomba membikin lagu atau album religi (bukan lagu rohani lho...karena religi dan rohani diartikan sebagai penanda agama padahal artinya sama...hehe). Seolah dengan memproduksi album religi mereka bisa menghapus dosa sebelum Ramadan. Bertobat sekaligus cari uang, kenapa tidak? hehe...Kabarnya ada dua puluh band yang merilis album religi selama Ramadan kali ini. Mungkin memang tidak semua untuk mencari untung besar. Hal tersebut bisa digambarkan dalam kalimat berikut ini: album religi, antara syiar, untuk besar, RBT, pertobatan, dan miskinnya kreativitas...hehe...
Komodifikasi memang bisa diartikan secara luas sebagai berubahnya nilai fungsi menjadi nilai tukar. Komersialisasi menjadi bagian dari komodifikasi karena menjadikan sesuatu lebih bernilai tukar secara ekonomi. Dalam komodifikasi ini siapa yang diuntungkan? Jawabannya jelas...bukan kita, bukan masyarakat.
Wah...saya jadi melantur terlalu jauh...
Makanya, saya akan berusaha menjauhi tv dari bulan puasa kali ini kecuali untuk acara adzan Maghrib di stasiun tv Yogya tentunya, hehe...
Strategi paling mudah dan cespleng bagi saya sendiri adalah mengulik lagi koleksi buku, film dan cd audio saya. Mana tahu malah saya dapat pencerahan dari situ. Dan tentu saja mencoba mendalami Al Quran (yang terjemahan HB Jassin indah sekali).
Mendedah koleksi buku, terutama buku teks kuliah, sangatlah penting mengingat senin besok perkuliahan sudah dimulai. Berpuasa, membaca, dan mempersiapkan proses pembelajaran untuk semester baru adalah sebentuk ibadah bagi saya.
Bagaimana pun juga ini bulan Ramadan...
Jadi, selamat berpuasa dan dapatkan pencerahan untuk diri masing-masing...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar