Selasa, 29 Mei 2012

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa  pembangunan  nasional  adalah  suatu  proses  yang  berkelanjutan  yang  harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa   globalisasi   informasi   telah   menempatkan   Indonesia   sebagai   bagian   dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya  pengaturan mengenai pengelolaan   Informasi   dan   Transaksi   Elektronik    di   tingkat   nasional   sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa  perkembangan  dan  kemajuan  Teknologi  Informasi  yang  demikian  pesat  telah menyebabkan  perubahan  kegiatan  kehidupan  manusia  dalam  berbagai  bidang  yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d. bahwa  penggunaan  dan  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  harus  terus  dikembangkan untuk  menjaga,  memelihara,  dan  memperkukuh  persatuan   dan  kesatuan  nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e. bahwa  pemanfaatan  Teknologi  Informasi  berperan  penting  dalam  perdagangan  dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa   pemerintah   perlu   mendukung   pengembangan   Teknologi   Informasi   melalui infrastruktur  hukum  dan  pengaturannya  sehingga  pemanfaatan   Teknologi  Informasi dilakukan  secara  aman  untuk  mencegah  penyalahgunaannya  dengan  memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang  tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk  tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2. Transaksi  Elektronik  adalah  perbuatan  hukum  yang  dilakukan
dengan  menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima,  atau  disimpan  dalam  bentuk  analog,  digital,  elektromagnetik,  optikal,  atau sejenisnya,  yang  dapat  dilihat,  ditampilkan,  dan/atau  didengar  melalui  Komputer  atau Sistem  Elektronik,  termasuk  tetapi  tidak  terbatas  pada  tulisan,  suara,  gambar,  peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang   memiliki   makna   atau   arti   atau   dapat   dipahami   oleh   orang   yang   mampu memahaminya.
5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,  mengumpulkan,  mengolah,  menganalisis,  menyimpan,  menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan   Sistem   Elektronik   adalah   pemanfaatan Sistem   Elektronik   oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau  lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8. Agen  Elektronik  adalah  perangkat  dari  suatu  Sistem  Elektronik  yang   dibuat  untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik  tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik  dan  identitas  yang  menunjukkan  status  subjek  hukum  para  pihak  dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi  sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11. Lembaga   Sertifikasi   Keandalan   adalah   lembaga   independen   yang   dibentuk   oleh profesional yang  diakui,  disahkan,  dan  diawasi oleh  Pemerintah  dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik  yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi  Elektronik  lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait  dengan Tanda Tangan Elektronik.
14.  Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di  antaranya, yang merupakan  kunci  untuk  dapat  mengakses Komputer  dan/atau  Sistem Elektronik lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau  Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20. Nama  Domain  adalah  alamat  internet  penyelenggara  negara,  Orang,  Badan  Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga  negara asing, maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2
Undang-Undang   ini   berlaku   untuk   setiap   Orang   yang   melakukan   perbuatan   hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di  luar wilayah hukum  Indonesia, yang memiliki akibat  hukum  di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan  berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan   rasa   aman,   keadilan,   dan   kepastian   hukum   bagi    pengguna   dan penyelenggara Teknologi Informasi.


BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari  alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan
b. surat  beserta  dokumennya  yang  menurut  Undang-Undang  harus  dibuat  dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6
Dalam   hal  terdapat  ketentuan  lain  selain  yang  diatur  dalam  Pasal  5  ayat   (4)  yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,  Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7
Setiap  Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau  menolak hak Orang  lain  berdasarkan  adanya  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  harus memastikan  bahwa  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  ada  padanya berasal  dari  Sistem  Elektronik  yang  memenuhi  syarat  berdasarkan  Peraturan  Perundang- undangan.

Pasal 8
(1) Kecuali  diperjanjikan  lain,  waktu  pengiriman  suatu  Informasi  Elektronik   dan/atau Dokumen  Elektronik  ditentukan  pada  saat  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen Elektronik  telah  dikirim  dengan  alamat  yang  benar  oleh  Pengirim  ke  suatu  Sistem Elektronik  yang  ditunjuk  atau  dipergunakan  Penerima  dan  telah  memasuki  Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali  diperjanjikan  lain,  waktu  penerimaan  suatu  Informasi  Elektronik   dan/atau Dokumen  Elektronik  ditentukan  pada  saat  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi  Elektronik,  penerimaan  terjadi  pada  saat  Informasi   Elektronik  dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.


Pasal 9
Pelaku  usaha  yang  menawarkan  produk  melalui  Sistem  Elektronik  harus   menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,  produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat  disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan  mengenai  pembentukan  Lembaga  Sertifikasi  Keandalan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data  pembuatan  Tanda  Tangan  Elektronik  terkait  hanya  kepada   Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala  perubahan  terhadap  Informasi  Elektronik  yang  terkait dengan  Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat  cara  tertentu  untuk  menunjukkan  bahwa  Penanda   Tangan   telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda  Tangan  harus  menerapkan  prinsip  kehati-hatian  untuk  menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait  pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda  Tangan  harus  tanpa   menunda-nunda,  menggunakan   cara  yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera  memberitahukan kepada seseorang yang oleh  Penanda  Tangan  dianggap  memercayai  Tanda  Tangan  Elektronik  atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda  Tangan  mengetahui  bahwa  data  pembuatan 
Tanda  Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang  berarti,  kemungkinan  akibat  bobolnya   data  pembuatan  Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam  hal  Sertifikat  Elektronik  digunakan  untuk  mendukung  Tanda  Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.


BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13
(1) Setiap  Orang  berhak  menggunakan  jasa  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan
suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara   Sertifikasi   Elektronik   Indonesia   berbadan   hukum   Indonesia   dan berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik  sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan  pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan untuk Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat
Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal  yang  dapat  digunakan  untuk  menunjukkan  keberlakuan  dan 
keamanan  Tanda Tangan Elektronik.


Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal 15
(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus   menyelenggarakan Sistem  Elektronik secara  andal  dan  aman  serta  bertanggung  jawab  terhadap  beroperasinya  Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3) Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  tidak  berlaku  dalam   hal  dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap  Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen  Elektronik secara  utuh  sesuai  dengan  masa  retensi  yang  ditetapkan  dengan  Peraturan Perundang-undangan;
b. dapat   melindungi   ketersediaan,   keutuhan,   keotentikan,   kerahasiaan,   dan keteraksesan  Informasi  Elektronik  dalam  Penyelenggaraan  Sistem  Elektronik tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi  dengan prosedur  atau  petunjuk  yang  diumumkan  dengan  bahasa, informasi,  atau  simbol  yang  dapat  dipahami  oleh  pihak  yang  bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan  lebih  lanjut  tentang  Penyelenggaraan  Sistem  Elektronik   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik  ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib   beriktikad   baik   dalam   melakukan   interaksi   dan/atau   pertukaran   Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik
mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang  berlaku 
bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
 (5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada  ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga  penyelesaian sengketa alternatif  lainnya  yang  berwenang  menangani  sengketa  yang  mungkin  timbul  dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

Pasal 20
(1) Kecuali  ditentukan  lain  oleh  para  pihak,  Transaksi  Elektronik  terjadi   pada  saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri,  melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika  dilakukan  sendiri,  segala  akibat  hukum  dalam 
pelaksanaan   Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen  Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen  Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  tidak  berlaku  dalam   hal  dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang   dioperasikannya   yang   memungkinkan   penggunanya   melakukan   perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23
(1) Setiap  penyelenggara  negara,  Orang,  Badan  Usaha,  dan/atau  masyarakat  berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang  dirugikan karena  penggunaan  Nama  Domain  secara  tanpa  hak  oleh   Orang  lain,  berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama  Domain yang  diregistrasinya  diakui  keberadaannya  sepanjang  tidak   bertentangan  dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya  intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
(1) Kecuali  ditentukan  lain  oleh  Peraturan  Perundang-undangan,   penggunaan   setiap informasi  melalui  media  elektronik  yang  menyangkut  data  pribadi  seseorang  harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap  Orang  yang  dilanggar  haknya  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan  dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28
(1) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  menyebarkan  berita   bohong  dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang  ditujukan untuk  menimbulkan  rasa  kebencian  atau  permusuhan  individu  dan/atau  kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik  dan/atau Dokumen  Elektronik  yang  berisi  ancaman  kekerasan  atau  menakut-nakuti  yang  ditujukan secara pribadi.

Pasal 30
(1) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan
hukum  mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  mengakses Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik  dengan  cara  apa  pun  dengan  tujuan  untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  mengakses Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik  dengan  cara  apa  pun   dengan  melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31
(1) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum   melakukan intersepsi  atau  penyadapan  atas  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum   melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik  Orang  lain,  baik  yang  tidak  menyebabkan  perubahan  apa  pun  maupun  yang menyebabkan  adanya   perubahan,  penghilangan,  dan/atau  penghentian  Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali  intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan  dalam  rangka  penegakan  hukum  atas  permintaan  kepolisian,  kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan  cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan  suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan  cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap  perbuatan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  yang   mengakibatkan terbukanya  suatu  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  yang  bersifat rahasia   menjadi   dapat   diakses  oleh  publik   dengan   keutuhan  data  yang   tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34
(1) Setiap  Orang  dengan  sengaja  dan  tanpa  hak  atau  melawan  hukum  memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,  mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a. perangkat  keras  atau  perangkat  lunak  Komputer  yang  dirancang  atau  secara khusus  dikembangkan  untuk  memfasilitasi  perbuatan   sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar  Sistem  Elektronik  menjadi  dapat  diakses  dengan   tujuan  memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan  manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  dengan  tujuan  agar  Informasi  Elektronik  dan/atau  Dokumen  Elektronik  tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36
Setiap  Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan  perbuatan sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  27  sampai  dengan  Pasal  34  yang  mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37
Setiap  Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana  dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.


BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38
(1) Setiap  Orang  dapat  mengajukan  gugatan  terhadap  pihak  yang  menyelenggarakan Sistem  Elektronik  dan/atau  menggunakan  Teknologi   Informasi  yang  menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat  dapat  mengajukan  gugatan  secara  perwakilan  terhadap   pihak  yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat  merugikan  masyarakat,  sesuai  dengan  ketentuan  Peraturan  Perundang- undangan.

Pasal 39
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.



BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi  Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan  Informasi  Elektronik  dan  Transaksi   Elektronik  yang  mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik  strategis yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta  menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam   cadang   elektroniknya   sesuai   dengan   keperluan   perlindungan   data   yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41
(1) Masyarakat dapat berperan  meningkatkan  pemanfaatan Teknologi  Informasi  melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan  Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi  konsultasi dan mediasi.


BAB X PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan  terhadap  tindak  pidana  sebagaimana  dimaksud  dalam   Undang-Undang  ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang- Undang ini.

Pasal 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam  Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan  penyidikan  tindak  pidana  di  bidang  Teknologi  Informasi  dan  Transaksi Elektronik.
(2) Penyidikan  di  bidang  Teknologi  Informasi  dan  Transaksi  Elektronik   sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  dilakukan  dengan  memperhatikan  perlindungan  terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik,  integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan  dan/atau  penyitaan  terhadap  sistem  elektronik  yang  terkait  dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana  dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya  tindak  pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil  setiap  Orang  atau  pihak  lainnya  untuk  didengar  dan/atau  diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan  pemeriksaan  atas  kebenaran  laporan  atau  keterangan   berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan  pemeriksaan  terhadap  alat  dan/atau  sarana  yang  berkaitan  dengan kegiatan  Teknologi  Informasi  yang  diduga  digunakan  untuk  melakukan  tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
f. melakukan  penggeledahan  terhadap  tempat  tertentu  yang  diduga   digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan  ketentuan Undang- Undang ini;
g. melakukan  penyegelan  dan  penyitaan  terhadap  alat  dan  atau  sarana  kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara  menyimpang  dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap  tindak  pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan  Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7) Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut  ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-
undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).


BAB XI KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6  (enam)  tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun  dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun  dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana   penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun  dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana   penjara   paling   lama   10   (sepuluh)   tahun   dan/atau    denda   paling   banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan  pidana  penjara  paling  lama  10  (sepuluh)  tahun  dan/atau  denda  paling  banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan  terhadap  Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik  serta  Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan  terhadap  Komputer  dan/atau  Sistem  Elektronik  serta  Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53
Pada  saat  berlakunya  Undang-Undang  ini,  semua  Peraturan   Perundang-undangan  dan kelembagaan  yang  berhubungan  dengan   pemanfaatan   Teknologi  Informasi  yang  tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan  Pemerintah  harus  sudah  ditetapkan  paling  lama  2  (dua)  tahun  setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO



Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58

Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,


MUHAMMAD SAPTA MURTI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...