Kamis, 25 Februari 2010

Ragam Jenis Jurnalisme Musik




Bulan Februari ini adalah masa yang menggairahkan bagi penggemar musik seperti saya. Kami mendapatkan beberapa kreasi media yang bagus mengenai musik. Dunia musik yang dilaporkan tersebut terakses di tiga majalah yang hadir bulan ini. Ketiga majalah tersebut adalah majalah Rolling Stone Indonesia edisi Februari 2010 dengan topik utama “the Decade’s Best Songs and Best Albums”, DAB edisi awal 2010 yang bertopik “Decade of Escapade 2000 – 2009: Yogyakarta Retrospektrum”, serta majalah Trax edisi Februari 2010.

Ketiga majalah itu menunjukkan bahwa jurnalisme musik itu beragam dan berpotensi besar untuk jadi mengasyikkan. Ketiganya menganggat musik sebagai suatu yang dilaporkan secara faktual walau ketiganya memiliki ciri masing-masing. Inilah yang disebut jurnalisme musik. Jurnalisme musik melaporkan peristiwa, tokoh, dan juga “wilayah spasial” yang berkaitan dengan musik.

Rolling Stone Indonesia misalnya menempatkan lagu-lagu dan album-album terbaik dekade ini. Album dan lagu itu adalah yang berasal dari musisi barat. Seperti biasanya, ini adalah “kekuatan” Rolling Stone. Sebagai korporasi yang cukup besar, Rolling Stone tentu saja memiliki sumber daya informasi dan pekerja media yang sangat memadai untuk mengklasifikasikan dan memeringkat kreasi di bidang musik.
Sangat bahagia mengakses Rolling Stone edisi bulan ini dan akan lebih bahagia lagi bila ada topik serupa untuk edisi-edisi mendatang bagi musisi Indonesia. Hal yang telah dilakukan oleh Rolling Stone Indonesia pada edisi-edisi yang lalu. Bagi saya, edisi 500 album musik terbaik sepanjang masa musisi barat dan 150 album terbaik musisi Indonesia, adalah topik terbaik dan menjadi masterpiece bagi pelaporan musik.

Kelebihan yang lain adalah di dalam majalah musik seperti Rolling Stone, terdapat tulisan mengenai politik yang bagus pula. Rata-rata lebih bagus dibandingkan dengan media umum yang speasilisasinya justru politik karena bersifat lebih naratif dan mengenai kesadaran kita secara “halus”. Alasan yang lain adalah informasi faktual topik-topik “keras” seperti politik dapat menjadi lembut bila dicampur dengan topik “populer” seperti musik.

Walau demikian, ada pula yang perlu diperjelas di dalam Rolling Stone Indonesia edisi ini. Beberapa teman memberikan link untuk versi online ketika RSI Februari belum terbit. Mereka me-link artikel “soundwaves” yang ditulis oleh Kartika Jahja aka Tika, judulnya “Jurnalisme Musik Indonesia Butuh Tamparan”. Teman-teman itu dan juga saya berpendapat opini Tika itu bagus. Hanya saja, Tika menyampaikan sisi “lanjut” dari jurnalisme musik, yaitu dedahan fakta, analisis, dan opini tentang fenomena musik.

Jurnalisme musik memang tidaklah berpondasi pada hard news tetapi lebih jauh dari itu. Walau demikian, seperti halnya jurnalistik untuk bidang yang lain, hal terpenting dan utama dari jurnalisme itu sendiri adalah fakta. Bukan analisis atau opini. Dua yang terakhir ini baru bisa terurai dengan baik bila kepingan-kepingan fakta sudah terdedah dengan memadai.

DAB edisi khusus yang dirilis pada bulan Februari ini juga memberikan hal yang menarik bagi penggemar musik, khususnya bagi yang tinggal di Yogyakarta. Kekuatan utama dari majalah free ini adalah hasrat dan motivasi yang kuat mengangkat scene musik indi di Yogyakarta. Topik yang memberikan apresiasi untuk musik Yogya ini terlihat dari tulisan mengenai musisi/band berpengaruh untuk satu dekade ini, juga infrastruktur yang mendukungnya, antara lain medianya, label, dan event yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir.

Bagi saya yang cukup telat memperhatikan musik indi dan musik lokal, zine ini adalah dokumentasi yang sangat bagus. Saya jadi memahami siapa saja pihak yang berpengaruh dan berkontribusi bagi musik Yogyakarta. Walau demikian, tulisan mengenai band yang paling berpengaruh pada dekade ini di Yogyakarta bisa lebih bagus bila ada pula tulisan yang benar-benar berasal dari informasi faktual, bukan hanya tulisan “pengakuan” atau opini dari individu. Kemungkinan penyebabnya adalah waktu dan ruang yang terbatas dari format majalah. Di atas semua itu, edisi DAB ini adalah pencapaian luar biasa bagi jurnalisme musik alternatif. Edisi ini layak menjadi salah satu pesan atau output media alternatif legendaris.

Majalah yang mengangkat musik dan dengan itu berkemungkinan besar untuk menjalankan fungsi produksi pesan faktual, adalah majalah Trax. Majalah ini saya bahas karena mengangkat topik “75 Lagu Rock Tanah Air Paling Gombal”. Pada dasarnya, media juga adalah museum. Media mengangkat informasi yang ada pada masa lalu. Pada titik ini upaya yang dilakukan oleh Trax adalah upaya yang keren. Saya pribadi jadi bisa mengingat lagu-lagu rock jaman dulu.

Kekuatan majalah ini, pada edisi ini, adalah liputan “lapangan” mengenai pentas-pentas band di seluruh dunia. Salah satu kekuatan jurnalisme musik adalah reportase yang mengalir dan bercerita seperti ini. Pemahaman akan tulisan dalam laporan etnografi dan jurnalisme sasrawi akan lebih berpengaruh pada laporan musik seperti yang dilakukan oleh Trax.

Walau begitu, sedikit kekurangan menurut saya, adalah informasi faktual dan juga logika dalam penentuan pemilihan lagu. Selain itu, wawancara dengan Ahmad Dhani perlu disandingkan dengan informasi lain, semisal diskografi untuk semua lagu yang diciptakan dan atau dinyanyikan olehnya, juga kaitan kronologis band dan penyanyi yang dia orbitkan. Dari sisi manajemen media, kekuatan sumber daya, Trax mungkin tidak sekuat Rolling Stone, tetapi output jurnalistik musik bisa diangkat lebih bagus lagi.

Singkatnya sebagai penutup, bulan Februari 2010 ini adalah bulan yang menyenangkan bagi saya sebagai penikmat musik. Bukan karena ini bulan “cinta” versi industri pemburu dan perayu uang, tetapi karena bulan ini terbit beberapa output jurnalisme musik yang membuat saya belajar lebih intens dan mendalam mengenai jurnalisme musik dan ragamnya di media kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...