Kamis, 17 Juni 2010

Vuvuzela, Jabulani, dan Putaran yang Belum Selesai


Putaran pertama Piala Dunia 2010 telah selesai. Artinya, ke-32 tim kontestan dari delapan grup telah berlaga, kecuali grup A yang sudah memulai putaran kedua karena satu pertandingan, Afrika Selatan versus Uruguay, telah dimainkan. Ada kejutan dan ada juga pertandingan yang sesuai dengan prediksi.

Kejutan terbesar terjadi di pertandingan terakhir putaran ini, yaitu kekalahan 0-1 Spanyol dari Swiss. Spanyol yang dianggap oleh pengamat sebagai salah satu kandidat juara berdasarkan permainan dan hasil kualifikasi sebelumnya, bersama Brasil dan Belanda, ternyata tidak dapat berbuat banyak menghadapi kedisiplinan bertahan Swiss. Kekalahan Spanyol juga karena dewi fortuna yang tidak berpihak pada mereka.

Kejutan lain yang tidak kalah heboh adalah kemenangan Korea Selatan atas Yunani. Permainan spartan alias tidak kenal lelah dan dinamis membuat Korea Selatan menang 2-0 atas juara Piala Eropa 2004 ini. Melihat Korea Selatan bertanding, juga Jepang, semakin terlihat bahwa Asia tidak lagi menjadi benua terbelakang dalam kekuatan sepakbola.

Hasil ketiga yang masih terhitung kejutan adalah pertandingan Selandia Baru versus Slovakia. Selandia Baru adalah negara dengan peringkat FIFA terendah dan baru saja “terlihat” di level dunia setelah Australia memilih bergabung dengan zona Asia dan meninggalkan zona Oceania. Gol penyama pada injury time adalah faktor yang juga memperkuat kejutan ini.

Hasil-hasil lain relatif tidak mengejutkan walau sedikit mengagetkan atau agak diluar prediksi. Tidak impresifnya Argentina, Perancis, Belanda, Italia dan Brasil, bukan karena mereka tidak hebat tetapi kemungkinan karena belum panasnya mereka di putaran awal. Italia misalnya, memang adalah “slow starter” dan bisa sangat berbahaya bagi tim sekuat Brasil sekalipun bila mereka lolos babak grup.

Belanda yang belum bermain cantik dan hebat seperti babak kualifikasi kemungkinan disebabkan oleh bunyi yang kelewat bising di stadion. Bunyi yang dihasilkan oleh vuvuzela memang dinilai oleh banyak manajer pelatih dan pemain menyulitkan mereka untuk saling berkoordinasi. Seharusnya memang bila melewati ambang kebisingan yang dibolehkan, vuvuzela semestinya dilarang, karena tidak hanya mengganggu pertandingan di lapangan tetapi juga penonton televisi yang tidak mendapatkan komentator berbahasa Inggris dengan baik, begitu juga dengan sorak-sorai penonton sebagai atmosfer pertandingan. Saya juga beranggapan kemungkinan besar penonton di stadion yang tidak membawa vuvuzela juga terganggu karena bisingnya suara.

Jerman telah mendapatkan hasil yang bagus, kemenangan 4-0 atas Australia, kemungkinan karena bola Jabulani, seperti yang “dituduhkan” oleh pemain Inggris, Jammie Carragher. Inggris sendiri merasa dirugikan karena bola tersebut yang lepas dari tangkapan Robert Green. Juga Aljazair, yang mendapatkan akibat jelek dari bola. Jerman dikabarkan telah lama menggunakan bola Jabulani sehingga mereka relatif terlatih dibandingkan dengan negara-negara lain. Bukankah mengenali “medan pertempuran”, termasuk alatnya, selengkap mungkin merupakan penentu dari kualitas persiapan?

Jabulani memang dikeluhkan oleh banyak pemain yang merasa tidak bisa mengontrol bola dengan baik. Dua harian terkemuka di Indonesia beropini berbeda dengan Jabulani. Satu suratkabar memberitakan duo pembuat bola dan mengetengahkan data teknis yang tidak menyalahi ketentuan FIFA, sementara satu harian lainnya cenderung memberitakan keluhan-keluhan pemain atas bola tersebut. Keduanya juga berbeda dalam memberitakan gol Meksiko yang dianulir wasit pada pertandingan pertama Piala Dunia. Inilah indahnya informasi dan opini di media, asalkan tidak menyalahi prinsip-prinsip jurnalistik atas faktualitas.

Pemberitaan di seputar pertandingan sepakbola memang selalu menarik tetapi yang lebih menarik adalah siaran pertandingannya. Pemberitaan yang paling dekat dengan pertandingan sebagai realitas adalah pemberitaan langsung (hard news). Sayangnya, kita tidak mendapatkan pemberitaan langsung yang benar-benar lengkap, terutama proses terjadinya gol yang tidak benar-benar dideskripsikan oleh media cetak. Belum banyak laporan yang bercerita detail tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam pertandingan. Pemberitaan mengenai pertandingan basket di Amerika Serikat bisa menjadi contoh untuk sepakbola walau kini pemberitaan yang mendetail deskripsi detail, lewat statistik dan gambar, juga telah mulai muncul. Pemberitaan selain hard news dan pemaknaan atas pertandingan adalah “bunga” dari realitas dan berita langsung, tetapi jenis inilah yang utama di media kita. Tetapi pertanyaannya sama dengan pertanyaan klasik untuk pesan media, apa sebenarnya “realitas” media itu?

Masih banyak yang bisa kita diskusikan berkaitan dengan media dan Piala Dunia 2010, serta penontonnya, tetapi sama seperti putaran grup yang masih dua lagi, hal-hal itu masih bisa menunggu untuk didiskusikan. Masih ada dua putaran lagi, putaran pertandingan grup baru saja dimulai. Kita masih akan disuguhi kejutan dan bukan kejutan untuk dua putaran lain. Sementara ini nikmati saja dulu pertandingan putaran kedua yang sudah dimulai dengan kekalahan 0-3 Afrika Selatan dari Uruguay.

Selamat menonton sisa pertandingan yang masih banyak...

(gambar: salah satu majalah sepakbola Indonesia, Inggris ternyata belum bertaji :))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...