Minggu, 29 Agustus 2010

Efek Negatif Ketidakpahaman atas Media Baru

Tiga hari terakhir ini kita dikejutkan dengan pemberitaan yang sungguh menyedihkan, lima orang mati sia-sia karena informasi yang disebarkan melalui handphone. Walau kejadian ini mungkin redup karena hiruk-pikuk pemberitaan tentang perampokan, pemberian grasi, tindakan Malaysia atas petugas negara Indonesia, dan maraknya ledakan gas, kejadian ini tetaplah penting untuk diperhatikan oleh kita semua. Kejadiannya terjadi di wilayah Tangerang yang dilanda isu tentang maraknya penculikan anak untuk diambil organ dalam tubuhnya. Isu yang tidak benar tersebut disebarkan melalui pesan singkat (SMS) oleh orang yang tidak bertanggung-jawab. Efeknya sungguh keji, lima orang mesti meninggal karena amuk massa, dua orang malah mengalami kematian yang sangat keji: dibakar hidup-hidup. Walaupun orang-orang tersebut terlihat mencurigakan, mereka tidak boleh sampai dilukai apalagi dibunuh dengan kejam seperti itu.



Hikmah apa yang bisa kita ambil dari kasus ini? ada beberapa pelajaran yang bisa kita dapatkan. Pertama, betapa masyarakat kita mudah percaya dengan atas sebuah isu. Pesan singkat yang bertujuan jahat tersebut dengan mudah dipercaya karena menyangkut keamanan hidup personal. Biasanya memang bila sudah berkaitan dengan kehidupan personal, kita cenderung untuk bersikap reaktiif tanpa mengecek dulu kebenaran sebuah informasi. Masyarakat yang "mudah percaya" seperti masyarakat kita ini semestinya dimanfaatkan untuk tujuan positif bukannya dipanas-panasi, diadu domba, dan dimanfaatkan untuk berbuat destruktif. Kenyataannnya, pemanfaatan negatif inilah yang terjadi.



Dengan demikian, pemerintah mesti memperhatikan literasi media baru di masyarakat. Media baru ini sedikit berbeda dengan media "lama" dalam hal kecepatan informasi yang disampaikannya. Informasi yang diberikannnya sangat cepat walau ada kemungkinan informasi tersebut tidak tepat bahkan salah. Pemerintah seharusnya memikirkan kecapakan bermedia tersebut, juga ketersediaan kanal dan akses untuk masyarakat tak berpunya. Kontrol total atas konten pornografi di internet yang sedang gencar dilakukan oleh pemerintah belakangan ini bisa teratasi bila masyarakat sadar dengan aktvitasnya mengakses media baru.



Pelajaran kedua bagi kita, melanjutkan tindakan yang semestinya dilakukan oleh pemerintah adalah memfokuskan pada kejahatan yang berdampak langsung pada masyarakat. Kasus penyebaran pesan singkat yang memprovokasi masyarakat dan pembobolan ATM adalah kejahatan yang menggunakan media baru dan berdampak langsung. Fokus pemerintah dan penegak hukum semestinya bukan pada masalah "penghinaan" semacam kasus Prita Mulyasari yang multitafsir. Penegak hukum memastikan pelaku penyebaran pesan singkat tentang penculikan sedang dicari dan akan ditangkap.



Pemerintah juga mesti berhati-hati dengan tindakannya atas teknologi informasi dan komunikasi, terutama media baru seperti internet dan handphone agar tidak menghilangkan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dari berbagai jenis saluran. Tindakan menutup akses pada situs-situs pornografi misalnya, berimpas pada lambatnya akses, bahkan ketiadaan akses, pada situs-situs tertentu yang penting sebagai sumber informasi. Salah satu situs penting, berdasarkan laporan Koran Tempo, yang ikut tidak bisa diakses adalah imdb, padahal situs ini sangat penting bagi pembelajar dan penikmat film.



Pelajaran terakhir yang kemungkinan bisa kita petik adalah peran media massa, terutama televisi, untuk ikut memberikan pencerahan pada masyarakat akan arti penting media baru. Media baru, seperti halnya semua bentuk teknologi yang lain, tidaklah netral, dia bisa berdampak negatif di tangan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Media massa mesti menyampaikan ada hukum yang bisa menjangkau orang-orang yang berbuat kejahatan melalui media baru. Memang tugas menumbuhkan dan mengembangkan literasi media baru atau literasi digital, juga literasi media (untuk media konvensional) adalah tanggung-jawab kita semua, tetapi memang selama ini peran media, terutama televisi, dalam mensosialisasi kecakapan bermedia tersebut masih kurang.



Sambil menulis saya tetap sedih dan membayangkan apa yang ada di pikiran dan perasaan si penyebar pesan pendek tersebut. Apakah dia atau mereka sadar tindakannya menyebabkan lima manusia kehilangan nyawa sia-sia? apakah dia atau mereka memang punya motif sangat jahat di tengah abainya negara atas hak-hak publik. Hal yang lebih menyedihkan lagi adalah bila ternyata penyebaran pesan pendek tersebut hanya didasari keisengan belaka seperti halnya beberapa anak muda yang iseng menyebarkan rekaman tidak pantas mereka melalui internet dan handphone.



Gambar mobil yang hancur karena diserang warga dan gambar tempat sisa pembakaran oleh massa masih tercetak di ingatan saya. Ingatan yang mengerikan dan terus menghantui saya sampai detik ini. Saya hanya bisa berusaha sebisa saya dan berdoa semoga peristiwa semacam ini segera berakhir. Kita mestinya berbenah cepat untuk memperbaiki keadaan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...