Minggu, 29 Agustus 2010
If I Could Talk I'd Tell You
Belakangan ini saya tidak bisa menulis cukup rutin. Kemungkinan ini jangka waktu terlama sejak setahun lalu tidak menulis apa pun selama sekitar seminggu. Saya pun agak iri melihat beberapa teman cukup produktif menulis belakangan ini. Dipicu oleh satu kasus "biasa" tentang ekspresi seseorang (mungkin cinta) pada orang lain, kini rekan-rekan saya itu rajin menulis dengan beragam topik, dari sketsa sampai romansa, dari telaah yang naif dan daif sampai hal-hal yang telah raib di kepala kita, dari "keong racun" sampai racun pikiran.
Saya berusaha mengulik lagi alasan mengapa saya tidak menulis. Tidak ada jawaban pasti. Seseorang menulis atau tidak menulis bisa karena beragam alasan, tidak ada alasan yang tunggal. Kemungkinan ada beberapa alasan walupun tetap ada alasan yang terkuat. Saya kira berdasarkan pengalaman saya kali ini, alasan saya adalah mendengar candaan seorang teman. Dia agak sering menyindir saya bahwa saya aktif menulis di FB dan melupakan aktivitas utama, menyelesaikan studi. "Kau lihatlah teman-teman yang lain. Mereka tidak aktif di FB dan tugas utama mereka atas studinya relatif lancar". Begitu kata rekan saya dengan nada bergurau. Kenyataannya, tiga rekan saya yang sedang studi di luar negeri tidak begitu aktif dan studinya lebih lancar.
Awalnya saya hanya tertawa bersamanya. Tertawa lepas tanpa beban seperti biasa walau pada akhirnya muncul juga kegamangan itu. Apa benar ya? berhari-hari saya pikirkan candaan itu. Akibat memikirkannya terlalu dalam, saya tidak menulis lagi walau sungguh banyak yang bisa ditulis, misalnya presiden kita yang "menye-menye" sekali dan kasus kekerasan pada jurnalis kita. Hal yang lebih parah, saya pun tetap belum mengurus lagi rencana riset untuk studi tersebut. Rasanya berat untuk mengulang lagi semuanya dari awal walau itu satu-satunya tindakan yang mungkin dilakukan. Kini saya mengalami dua "kerugian", tidak menulis di FB/blog dan tidak menulis untuk studi.
Pagi ini saya berpikir, kenapa tidak dua-duanya dijalankan sekaligus? toh keduanya berada dalam jalur yang sama, untuk bisa menulis kita mesti membaca, untuk membaca yang bagus kita mesti menulis agar apa yang dibaca itu terpetakan. Ini berlaku untuk banyak topik, mulai dari perbincangan sehari-hari sampai konsep akademis yang rumit. Jadi, jalan inilah yang akhirnya saya pilih. Aktivitas yang satu akan berkontribusi pada yang lain. Aktivitas yang satu akan memberikan "kesempatan" pada aktivitas yang lain. Pada akhirnya kehidupan hanyalah mengalir seperti biasa seperti ini.
Ketika menulis sekarang pun, saya terus terbayang pada ekspresi dan cara menyampaikan pikiran kita dalam merespon realitas. Banyak cara untuk berekspresi dan menyampaikan sesuatu. Menulis dan berkata-kata kemungkinan adalah dua bentuk yang paling penting untuk penyampaian perasaan dan pikiran, bentuk-bentul lainnya bisa menggambar, menguntai nada, atau olah tubuh. Pada prinsipnya, manusia memiliki banyak cara untuk menyampaikan sesuatu dan berekspresi.
Permasalahannya, bagaimana kita bisa menyampaikan sesuatu atau mengekspresikannya bila kita melakukan cara tersebut? entah karena tidak bisa atau tidak ingin melakukannya. Bagaimana isi hati kita diketahui pihak lain tanpa menyampaikan dan mengekspresikannya? isi hati seseorang hanya yang bersangkutan sendiri yang tahu. Tindakanlah yang bakal bisa diakses dan dimaknai oleh pihak lain. Bagaimana kita mengetahui seseorang "berbohong" atau berperan? kita tidak akan pernah tahu isi hati dan pikiran seseorang sepenuhnya melainkan pada apa yang diekspresikannya. "Peran" yang dilakukan individu juga ada pada dua jalur yaitu peran sebagai tindakan pura-pura yang mungkin sebuah kebohongan, dan peran yang mesti dijalani karena tuntutan dan arahan yang diberikan oleh identitas.
Begitulah kira-kira. Saya tidak akan meneruskan tulisan tanpa arah jelas ini lagi. Saatnya untuk berhenti dan melakukan aktivitas-aktivitas lain. Mendengarkan lagu dekade 1990-an misalnya.
Dekade 1990-an adalah salah satu dekade terindah menurut saya sebagai penyuka musik. Banyak karya bagus tercipta pada dekade ini. Banyak penyanyi dan band keren yang lahir dan menjadi besar setelahnya. Salah satu yang layak diingat adalah "the Lemonheads". Band ini hanya punya satu personel tetap, Evan Dando. Personel sisanya terus berganti sesuai dengan keinginan si vokalis ini. Band rock alternatif ini memiliki sedikit lagu hits. Seingat saya hanya ada empat, yaitu "Mrs. Robinson", hits terbesar mereka yang merupakan lagu cover dari lagu berjudul sama milik Paul Simon & Art Garfunkel, "Into Your Arms", "It's A Shame about Ray", dan lagu mereka yang paling saya suka, "If I Could Talk I'd Tell You".
Lagu "If I Could Talk I'd Tell You" langsung terasa "nendang" di indera pendengaran ketika pertama-kali saya dengar sebagai salah satu lagu di album "the best" mereka, juga saya dengar sebagai lagu soundtrack dalam film "There's Something about Mary" (1998). Lagu ini adalah salah satu dari lima lagu yang paling sering saya dengar pada masa awal pasca kuliah mengikuti cara berpikir Nick Hornby dalam novel/film "High Fidelity" yang memeringkat lagu apa pun untuk beragam kejadian. Mungkin lagu ini relevan dengan apa yang saya bicarakan sebelumnya bahwa orang lain tidak akan mengetahui atau memahami apa pun dari kita bila kita tidak menyampaikannya. Mungkin juga tidak relevan karena sepertinya lagu ini berbicara tentang racauan seseorang yang sedang mabuk. Atau malah tafsir terakhir yang lebih relevan? :D
Bagi rekan yang tahu lagu ini, silakan mendengarkannya sambil turut berdendang:
If I Could Talk I'd Tell You
Half past 9, quarter to ten10:15,
and we're coming around againhold off,
are we going soft?Flushed my Zoloft,
and we're comin' around againFound out,
and i almost drownedWalked back down,
and we're coming around again
If I could talk I'd tell you
If I could smile I'd let you know
You are far and away
My most imaginary friend
Khmer Rhouge, and genocide qua
Your place or mein kempf, now i'm givin' the dog a bone
slight hunch, without the vaguest clueto keep the blood balanced,
now we're coming around again
half past 9, quarter two,10:15, and we're comin' around again
If I could talk I'd tell you
If I could smile I'd let you know
You are far and away
My most imaginary friend
If I could talk I'd tell you
If I could smile I'd let you know
You are far and away
My most imaginary friend
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar