Rabu, 01 September 2010
Telaah Filosofis atas Ruang Publik
Apa itu ruang publik? bagi pembelajar ilmu sosial dan humaniora awal, dan juga yang tingkat lanjut, penjelasan definitif atas ruang publik dapat menyulitkkan. Seperti halnya banyak definisi dalam ilmu sosial dan humaniora yang lain, definisi ruang publik juga tidak sederhana. Justru di sinilah letak "kelebihan" itu, pembelajar bisa mendedah konsep dengan lebih asyik tanpa merujuk langsung pada perbedaan-perbedaan definisi, melainkan pada keluasannya.
Banyak buku telah mendiskusikan konsep ruang publik, terutama yang merujuk pada karya-karya Jurgen Habermas. Biasanya, buku-buku tersebut juga berbahasa Inggris. Buku berbahasa Indonesia yang membicarakan ruang publik secara spesifik sulit dicari. Saya ingat ada satu buku yang membicarakan tentang ruang publik yang mulai menghilang. Buku tersebut merupakan publikasi dari diskusi yang dilakukan oleh IRE (Institute Research for Empowerment) Yogyakarta. Satu buku lagi tentang ruang publik adalah buku yang ditulis sebagian besar oleh dosen-dosen dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta, yang terbit tahun 2010 ini. Buku yang berjudul "Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis sampai Cyberspace" inilah yang akan kita takar.
Menurut Alan McKee di dalam bukunyu, "The Public Sphere: An Introduction" (2005), seorang penulis dapat menuliskan apa saja di dalam buku pengantar tentang ruang publik. Walau begitu, paling tidak ada tiga "jalan" utama dalam mendedah mengenai ruang publik. Pertama, McKee mengusulkan untuk menjelaskan kondisi terkini ruang publik dan elemen pembentuknya, terutama di negara-negara demokratis barat. Kedua, menulis mengenai perdebatan konsep ruang publik yang sampai sekarang masih marak berlangsung. Terakhir, menjelaskan secara historis munculnya ruang publik dan konsepsinya.
Buku ini berusaha menjelaskan ruang publik dari ketiga jalan tersebut. Menurut saya, "jalan" ketigalah, telaah historis, yang lebih berhasil. Kelebihan tersebut kemungkinan disebabkan cara berpikir historis sangat lekat dengan cara berpikir filosofis. Bukan hanya telaah hsitoris, buku ini lewat beberapa penulisnya mendedah konsepsi ruang publik dengan menggunakan para pemikir terkenal, antara lain Kant, Hegel, Gramsci, dan tentu saja dari pemikiran Habermas yang dikomparasi dengan pemikiran Arendt.
Buku ini diberi pengantar yang bagus oleh editornya, F. Budi Hardiman, yang menjelaskan definisi awal dari ruang publik sampai dengan rangkaian semua tulisan yang ada di buku ini. Fungsi editor terlihat bukan hanya "merangkai" tetapi juga memberikan posisi yang tepat bagi seluruh tulisan. Editor juga tak lupa menjelaskan konsep-konsep penting yang ada dalam telaah ruang publik sehingga banyak membantu bagi pembaca awam atau yang baru terkesima dengan indahnya dunia ilmu. Ruang publik yang definisi sederhananya adalah ruang imajiner di mana berbagai ide kepublikan bertemu tanpa intervensi dari kekuasaan negara, berkembang memang setelah sebuah masyarakat demokratis. Artinya tidak mungkin membahas apalagi mewujudkannya pada era otoriter seperti jaman Orde Baru.Namun di sinilah masalahnya, konsep ruang publik, dan juga publik, bukanlah istilah yang berasal dari bahasa Indonesia sehingga seringkali kita berdiskusi tanpa pegangan konsep yang pasti.
Buku ini terbagi menjadi lima bagian pemaparan pikiran, yaitu Kepublikan; Masyarakat Warga; Ruang Publik, Kapitalisme, dan Pluralisme; Ruang Publik dan Kebudayaan; dan Ruang Publik dan Tantangannya. Semua bab tersebut berbicara tentang telaah historis konsep, kondisi ideal, dan keadaan terkini. Bab I dan II lebih banyak membicarakan ruang publik secara konseptual. Sementara bab III sampai V lebih terfokus membicarakan konsep dengan disertai berbagai kasus. Beberapa tulisan yang menarik di dalam bab IV dan V antara lain "Persoalan Publik dan Privat dalam Feminisme" oleh J. Sudarminta, yang mengambil contoh dari banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Juga tulisan Karlina Supelli yang berjudul "Ruang Publik Dunia Maya", yang berkisah dengan memberi contohnya munculnya game online, Sims, dan tafsir atas teknologi dalam film, seperti film Matrix. Ingatan kita juga belum lekang atas "perlawanan" masyarakat sipil melalui internet dalam "Coin for Prita" dan "Cicak vs Buaya" atas kesewenang-wenangan pihak berkuasa, baik politis maupun ekonomi. Istilah "kemayaan yang nyata" dimunculkan secara ciamik oleh penulis artikel ini, bahwa dunia maya semakin "nyata" bagi masyarakat kita.
Tulisan-tulisan lain di dalam buku ini juga patut disimak dan menjadi tambahan pengetahuan bagi siapa pun yang ingin mempelajari ruang publik. Sayangnya, bagi pembelajar ilmu komunikasi, buku ini tidak memberikan banyak tentang media. Padahal kita mengetahui bahwa media adalah salah satu perwujudan dari ruang publik. Walau begitu, sebagai sumber tambahan pengetahuan dan landasan untuk mengeksplorasi konsep ruang publik lebih mendalam, buku ini lebih dari memadai. Paling tidak, kita dapat memahami ruang publik secara lebih baik dan membantu kita sedikit menjawab pertanyaan mengapa ruang publik yang bagus sulit terwujud di negeri tercinta ini?
Judul : Ruang Publik: Melacak 'Partisipasi Demokratis' dari Polis sampai Cyberspace
Editor : F. Budi Hardiman
Penerbit : Kanisius Yogyakaryta
Tahun : 2010
Halaman : 406 hlmn + vii
Harga : (lupa, tolong dimaafkan, mungkin sekitar Rp.60.000)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar