Selasa, 19 Oktober 2010

Media Baru, Aktivisme Sosial, dan Hal-hal yang Belum Selesai (Bagian 1)

Sebuah Awal: Mengapa Baru Dimulai?

Sekitar satu dekade terakhir ini kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia diberikan kesempatan menggunakan media baru secara lengkap. Setelah internet memasyarakat pada pertengahan dekade 1990-an, handphone dan game dalam bentuknya yang mirip dengan yang sekarang menyusul tak lama kemudian pada akhir 1990-an. Handphone pada waktu itu segera menggeser teknologi pager yang baru saja muncul. Handphone pun kemudian dilengkapi dengan fitur SMS. Kini kita merasakan ketiga bentuk media baru tersebut seolah-olah ragam media jenis ini adalah media yang dominan, padahal kita tahu dan merasakan bahwa media konvensional masih mendominasi. Buku, suratkabar, majalah, film, dan terutama televisi, masih mendominasi sumber informasi bagi masyarakat bila dibandingkan dengan media baru. Untuk internet misalnya, maksimal baru 14% penduduk Indonesia yang mengaksesnya. Pengakses aktif bisa jadi jauh lebih kecil namun karena secara total jumlah penduduk kita besar, persentase tersebut sangat berpengaruh, apalagi pengakses media baru ini adalah kelas menengah yang memiliki akses sosial dan politik yang besar.

Kita juga merasakan seolah-olah kondisi bermedia seperti sekarang adalah keadaan yang hadir begitu saja. Kenyataannya, minimal bagi individu yang pernah ada di dua era bermedia, perkembangan media baru tersebut terjadi secara bertahap dan seringkali tidak berjalan dengan linear. Hal ini berimplikasi besar pada pemaknaan individu atas pencarian, pendistribusian, dan pemanfaatan informasi. Isu-isu privasi juga berperan di sini. Kemungkinan invididu yang tidak pernah merasakan sulitnya mencari informasi seperti pada rejim terdahulu, sulit menghargai kepentingan personal atas informasi.

Perkembangan media baru juga menunjukkan “struktur” pemahaman kita atas akses informasi dan pesan dalam media baru semakin berkembang lebih baik belakangan ini.
Walau begitu, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan semua jenis media, lama dan baru, konvensional dan interaktif, menjadi konvergen. Pada akhirnya, kini kita bisa menggunakan berbagai media, mengakses dan mendistribusikan informasi dengan lebih mudah, murah, dan cepat. Tidak hanya itu, teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju menjadikan media baru semakin canggih dari tahun ke tahun. Media baru semakin mudah dioperasikan dan dengan biaya relatif lebih murah dari waktu ke waktu. Hal ini berimplikasi pada penggunaan media baru yang semakin akrab di masyarakat. Internet terutama, kini bisa diakses lebih murah dan bisa melalui “gadget” yang beragam.

Lalu, pada akhirnya media baru memberikan implikasi sosial yang positif. Media baru memberikan keleluasaan berinteraksi dengan lebih baik antar individu. Hal inilah yang disebut oleh Denis McQuail sebagai teknologi komunikasi interpersonal. Hal ini ditunjukkan pada awal dekade 2000-an di mana kita baru bisa mendapatkan media baru yang mirip dengan media lama, hanya berbeda format medianya saja. Interaksi antar pengguna sedikit sekali, bahkan tidak ada. Tak lama kemudian, sekitar dua tahun, muncullah blog untuk pertama-kali. Situs yang menyediakan pembuatan blog gratis pun menjadikan blog cepat sekali marak. Belum habis kekaguman kita pada perkembangan blog, situs jejaring sosial muncul di Indonesia. Awalnya situs jejaring sosial tidaklah sebaik sekarang dalam memberikan kesempatan untuk berpartisipasi secara sosial, namun kini semua fungsi dari internet, blog, chatting, berkirim pesan, mengunggah gambar dan video, serta games, bisa tersatukan dalam satu situs jejaring sosial. Inilah lembaran baru bagi “teknologi partisipasi kolektif” yang muncul kemudian. Blog dan situs jejaring sosial pada gilirannya mengubah pemahaman kita atas interaksi di dunia maya. Sebelumnya, relasi tersebut bisa dengan identitas semu yang dipilih namun kini identitas di dalam relasi tersebut lebih merujuk pada identitas nyata. Identitas semu kini lebih dekat dengan relasi di media game.

Partisipasi sosial kemudian dianggap sebagai perluasan dari identitas personal. Tidak terlalu penting siapa kita di dunia maya, hal yang terpenting adalah dengan siapa kita berasosiasi di dunia maya. Pemahaman ini kemudian memperluas peran teknologi dari pengakses dan pendistribusian informasi menjadi merayakan informasi dan membuatnya implementatif dalam kehidupan bersama. Secara umum, media baru kemudian diperluas menjadi memiliki efek sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang jauh melampaui fungsi awalnya.

Walau begitu, bisa dikatakan perkembangan ini pun sebenarnya masih merupakan awal karena pada perkembangan selanjutnya, media baru semakin konvergen satu sama lain. Kini kita semakin mudah memainkan game dan berinternet lewat handphone. Belum lagi perkembangan hardware yang lain semisal Blackberry dan Ipad. Singkatnya, kita akan semakin “dikejutkan” dengan berbagai perkembangan terbaru media, media lama yang semakin canggih dan media baru yang semakin membantu kita. Perkembangan ini pun sepertinya jauh dari selesai. Masih banyak “kejutan” lain yang akan diberikan oleh media baru pada kita.

Permasalahanya kemudian adalah bagaimana cara kita mengoptimalkan fungsi media baru bagi kehidupan bersama. Bagian selanjutnya akan coba membahas soal tersebut dengan sedikit konseptual.

* Tulisan ini adalah pokok-pokok pikiran yang disampaikan dalam acara diskusi “Jamasan” dengan topik “Srawung (bersosialisasi): Perkembangan Bentuk Sosialisasi dalam Social Media). Diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober 2010 pukul 19.00 – 22.00 oleh Dagadu Djokdja.
** Penulis, Wisnu Martha Adiputra, adalah dosen di Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol UGM dan penggiat demokrasi media di Pusat Kajian Media dan Budaya Populer (PKMBP) dan Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media). Memiliki ketertarikan atas motif kepublikan pada media baru, media dan budaya populer, dan komunikasi politik.
*** Tentu saja tulisan ini diperbolehkan untuk dikutip dengan prosedur pengutipan yang benar dan etis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...