Jumat, 21 Mei 2010
Terus Belajar Menulis
Suara Jimi Multhazam dari the Upstairs masih mengalu dengan lantang: terekam tak penah mati, semua terekam tak pernah mati. Ya, saya setuju dengan statemen itu. Semua yang kita alami kemarin pasti akan terekam di dalam benak dan hati kita, sejauh tidak ada masalah dengan keduanya. Kita akan merekam hal-hal menyakitkan dan menyenangkan diniatkan ataupun tidak. Hal yang kita rekam juga bersifat umum ataupun khusus. Bersifat umum misalnya berkaitan langsung secara eksistensial dengan kehidupan kita. Kita terinspirasi memulai sesuatu misalnya, adalah hal umum yang mungkin terekam dengan baik di hati dan pikiran kita. Sementara hal yang khusus, berkaitan dengan bidang-bidang di dalam kehidupan dalam hidup kita.
Karena bidang tulis-menulis adalah hal yang saya perhatikan betul belakangan ini, maka hal-hal atau kejadian tertentu dalam bidang tulis-menulis-lah yang cenderung saya rekam. Sejak lama pertanyaan tersebut bergelayut di dalam pikiran saya, bagaimana caranya menulis dengan produktif dan kreatif? Mengapa ada individu yang produktif menulis, sekaligus menghasilkan tulisan yang bagus? Bagaimana dengan saya, apakah saya bisa, paling tidak, menulis dengan teratur dan menjadikannya bukan lagi sebuah keterpaksaan?
Tentu saja belum semua pertanyaan tersebut terjawab. Atau, saya pun sebenarnya tidak ingin menemukan jawabannya terlampau cepat. Saya ingin menemukan “jawaban”-nya melalui proses yang saya jalani. Santai saja dan resapi semua pengalaman dengan baik. Bila jawaban itu ditemukan pun, saya rasa tetap akan ada rangkaian pertanyaan lain. Jadi, berjalan seperti biasa dan menyerap semua unsurnya adalah cara terbaik untuk belajar menulis.
Di dalam masa belajar ini saya menemukan banyak individu yang menjadi rujukan dan bukan rujukan untuk menulis dengan baik. Para individu itu ada yang memang saya kenal dan berada di sekitar hidup saya, berinteraksi atau pun tidak. Ada juga yang memang tidak berinteraksi dan tidak saya kenal. Saya mencoba melihat tulisan-tulisan yang dia hasilkan sebab cara terbaik untuk belajar cara seseorang menulis adalah melalui tulisan-tulisan yang dihasilkannya.
Para individu tersebut kebanyakan adalah orang yang usianya lebih tua dari saya. Jadi wajar memang, pengalaman dan masa hidup berbicara dalam konteks tulis menulis. Walau begitu, ada juga individu-individu yang memberikan inspirasi yang usianya lebih muda dari saya. Ternyata, pengalaman dan masa hidup tidak terlalu relevan dalam kategori ini. Daya seraplah yang berperan. Secara khusus saya terinspirasi oleh tiga orang yang lebih muda dalam aktivitas kepenulisan.
Individu pertama adalah individu yang jauh lebih muda dari saya. Dulunya dia sekantor dengan saya, tetapi kini dia ada tempat lain. Sejak awal saya melihat bahwa hasrat dia dalam menulis sangat besar. Walau belum banyak yang tulisan yang dihasilkannya, tetapi saya yakin dia akan lebih terlihat dua atau tiga tahun lagi. Apalagi dia mendapatkan beasiswa bersekolah ke luar negeri, percepatan kemampuan menulis itu pasti akan terasah. Ini yang saya amati dari adik saya sendiri yang mendapatkan kemampuan luar biasa dalam menulis dan meneliti ketika mendapatkan sekolah di negara yang sama dengan rekan muda saya ini.
Saya terinspirasi bukan hanya pada hasratnya yang kuat untuk menulis akademis, tetapi juga karena kemampuan tulis menulisnya secara umum. Dia bisa juga menulis fiksi pendek dan puisi. Untuk tulisan akademis, baru-baru ini dia menulis relatif bagus dan berperan sebagai editor dari sebuah buku “langka” mengenai manajemen media di Indonesia. Saya selalu berdoa untuk dirinya dan keluarganya semoga mendapatkan yang terbaik untuk kehidupannya.
Individu kedua adalah rekan satu fakultas tetapi bukan satu jurusan. Dia rajin menulis dan tulisannya seringkali hadir di suratkabar terkemuka negeri ini. Individunya juga menyenangkan ketika berinteraksi. Artinya, kemampuan menulis dan bergaulnya sama baiknya. Setiap membaca tulisannya saya mendapatkan pengetahuan. Walau singkat, tulisannya padat, berisi dan argumentatif.
Hal yang paling saya ingat dari dirinya adalah saat dia mengatakan bahwa untuk menulis dia menerapkan kualitas yang sama. Tidak ada pembedaan ketika menulis untuk suratkabar terkemuka dengan menulis untuk tempat lain. Ini pelajaran yang sangat bagus untuk saya, bagaimana menerapkan kualitas yang sama untuk semua tulisan yang dihasilkan, dan bagaimana terus menulis dengan produktif dan baik seperti dirinya. Bila dia tahu bahwa yang saya tulis ini adalah tentang dirinya, semoga dia menjadi penulis yang lebih baik lagi, juga menjadi akademisi yang lebih berkelas lagi.
Terakhir, yang beberapa waktu lalu juga memberikan inspirasi dalam menulis, adalah rekan yang lebih muda di jurusan saya sendiri. Tulisan-tulisannya sudah cukup banyak walau untuk artikel akademis, kita perlu menunggu beberapa waktu lagi. Tulisan-tulisan opininya yang seringkali muncul di berbagai media cetak nasional adalah titik perhatian utama saya. Tulisannya pernah muncul pada banyak suratkabar, kemungkinan lima, dalam waktu satu minggu. Bagaimana caranya menulis cepat sekaligus secara argumentatif mampu menelaah sebuah kasus, adalah inspirasi utama dari dia yang saya dapat.
Dia juga memberikan saya inspirasi dengan cara lain. Dia pernah menyebut bahwa peran akademis; mengajar, menulis dan mempublikasikannya, dan meneliti, adalah peran “tradisional”. Awalnya saya tersentak dan tersinggung dengan komentar itu, tetapi kemudian saya tertegun. Ini adalah komentar yang cerdas dan “dalam”. Bagaimana dengan peran tradisional saya?
Bagaimana pun, kemampuan tulis-menulis di dalam profesi akademisi adalah esensial. Komentarnya benar-benar menembus inti kesadaran saya. Entah mengapa, setelah dia mengatakan hal itu, saya tambah yakin, bangga, dan bahagia, dengan peran tradisional saya. Terima kasih saya untuknya, dan semoga dirinya menjadi penulis yang lebih bagus di masa mendatang. Doa saya untuknya, keluarga dan masa depannya.
Sementara saya, saya ini baru terinspirasi dan terus belajar untuk lebih baik lagi. Semua terekam tak pernah mati….Jimi Multhazam terus melantunkan lirik dalam lagu yang hampir selesai. Kini saatnya merekam tulisan-tulisan saya sendiri dan menyebarkannya pada dunia. Itu pun bila dunia mau…itu pun bila saya terus belajar tanpa henti.
Semoga tulisan-tulisan saya, walau baru belajar, telah cukup memadai dan bermanfaat ….
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar