Selasa, 26 Januari 2010

Mesin Waktu, Manifesto dan Bersenang-Senang


Istilah mesin waktu muncul dalam banyak jenis fiksi. Paling tidak ada dua fungsi utama dari mesin waktu. Pertama, untuk meninjau dan melihat-lihat masa depan yang serba tak pasti. Presiden kita yang selalu merasa teraniaya dan peragu itu pasti senang bila ada mesin waktu untuk melihat apakah di masa depan, kira-kira setahun dari sekarang, ia dimakzulkan atau tidak. Antisipasinya pun tergolong aneh, daripada memikirkan pemakzulan dan rupa-rupa tugas pemerintahan dengan baik, ia merilis albumnya yang ketiga. Ada yang mau membeli dan mendengarkan? Atau sekakadar mereviewnya?

Fungsi kedua dari mesin waktu adalah kembali pada masa lalu yang indah, yang tidak ingin kita lupakan. Apa penyebab kita ingi kembali pada masa lalu yang indah itu? Sebab pada masa lalu kesalahan-kesalahan belum dilakukan yang berdampak pada masa sekarang, dan keindahannya pun belum banyak dikecap. Menurut saya, album ini adalah “mesin waktu” yang mempunyai fungsi kedua itu. Mendengarkan album ini seperti membawa kita pada aura rock akhir 1980-an dan awal 1990-an. Musik yang lumayan keras tapi tidak membicarakan apa-apa. Tapi jangan salah, justru di sini kekuatan rock pada waktu itu. Tidak membicaraka apa-apa bukan berarti buruk.

Bila dekade 1960-an dan 1970-an cukup banyak musik yang berpretensi menyampaikan sesuatu, katakanlah perdamaian dunia, anti perang, dan macam-macam metanarasi. Dekade 1980-an musik bergerak tidak berpretensi menyampaikan apa-apa, hanya bermusik, santai-santai, nyanyi-nyanyi, senang-senang. Kita bisa melihatnya dari pakaian warna-warna dan potongan rambut “artifisial”. Musik rock awal 1990-an seperti milik Gribs ini masih ada dalam wilayah itu, tidak berpretensi menyampaikan “hal-hal berat” dengan musik yang bukan elektronik.

Walau tidak berpretensi menyampaikan sesuatu, musik pada era tersebut menyimpan nuansa yang lain. Kami berbeda dan inilah kami, kira-kira itulah yang disampaikan. Sedikit bermanifesto-lah….Coba dengar lagu pembuka, “Rocker”, yang menyampaikan secara eksplisit ciri-ciri kelompok ini: tongkronganku asik/Ada di pinggir jalan/musikku keras/sekeras kehidupan…rock n roll jiwaku/rock n roll musikku/rock n roll kehidupanku/ aku rocker!

Juga pada lagu “Lawan”, manifesto menjadi pemusik rock itu masih kental disuarakan: woo…o genggam tanganku/tulis syairmu/sampai kau mati/ Woo…o genggam tanganku/tulis syairmu/jangan berhenti. Manifesto itu meluas sampai lagu terakhir, “Rock Bersatu”. Bila pada lagu-lagu sebelumnya yang bernapas sama, mereka menyampaikan siapa mereka, pada lagu ini mereka mulai mengajak “bersatu”. Ada sindiran bagi generasi mereka sendiri dan ajakan untuk mencari jalan keluar, antara lain melalui musik rock. Atas nama rock!/kami melawan/atas nama rock!/kami tak takur/atas nama rock!/kami bersatu.

Selain “manifesto”, menyampaikan visi dan misi mereka, tentu saja ada isi pesan yang lain. Uniknya, mereka tetap menyampaikan hal-hal tak penting dalam ukuran jaman sekarang. Hal-hal itu misalnya, seseorang yang melakukan urbanisasi pada lagu “Serangga Kecil”. Juga perjuangan orang-orang di jalanan dalam “Gadis Serigala” dan “Serigala-Serigala”. Kata serigala seingat saya sering sekali muncul dalam komik dan lain-lain kisah pada jaman awal 90-an. Dan tentu saja, yang paling oke berdasarkan judul, menurut saya adalah “Klaten”. Sejak kapan sebuah kota kecil menjadi judul sebuah lagu jika bukan di area rock? Apalagi bila dibandingkan dengan Jakarta seperti pada lirik lagu ini. Lagu yang mencoba merasakan atmosfer kota yang kecil namun bermakna bagi pelakunya. Di lagu ini ada kocokan gitar a la musik Jawa atau apa pun namanya yang mengingatkan kita pada lagu-lagu daerah Jawa.

Perbedaannya dengan musik rock yang benar-benar ada pada waktunya, pada awal 1990-an itu, adalah kali ini rock untuk bersenang-senang. Pada kondisi aslinya, ada rasa sakit dan terluka pada irama rock karena macam-macam sebab. Pada rasa akibat “mesin waktu” ini, rasanya bukan rasa itu, tetapi rasa “bersenang-senang”. Itulah indahnya mesin waktu yang bisa memperbaiki sedikit-sedikit keadaan.
Perbaikan itu muncul tanpa menghilangkan nuansa rock awal 1990-an. Vokal yang “berkarakter” seperti Axl Rose, juga seperti vokalisnya Ugly Kid Joe dan Skid Row. Sang vokali, Rezanov, sepertinya menyerap betul cara bernyanyi pada jaman itu. Juga suara yang dihasilkan oleh alat musik mereka. Lagu “Ketika” misalnya, menghadirkan raungan gitar yang panjang dan ciamik.

Bagi para penggemar musik rock, terutama penyuka rock awal 1990-an, album ini bisa menjadi alat bernostalgia sambil mencoba menata tafsir sendiri pada masa lalu. Siapa tahu ada yang bisa diinterpretasi ulang sehingga lebih bermakna bagus. Siapa tahu ada manfaat dari masa lalu. Kemudian kita tafsir lagi dengan menambahi banyak nuansa senang-senangnya.

Bagi penggemar musik sekarang, album ini jelas memberikan pilihan lain dari upaya penyeragaman selera yang dilakukan pemiliki kuasa dalam industri musik. Juga alternatif lain dari “pembodohan” banyak pesan media yang dilakukan para pemilik kuasa tadi. Simak lagu “Sinetron Indonesia” dan ajakan mereka: Tutup telingamu!/Pejamkan matamu!/Kepalkan tanganmu!/Kami tak segoblok itu!
Album ini layak untuk didengarkan.

Album : Gondrong Kribo Bersaudara
Penyanyi : Gribs
Tahun : 2009
Label : SKG (Suara Gunung Kelud) Records
Distribusi : demajors

Daftar lagu:
1. Rocker
2. Lawan
3. Sang Peramal
4. Malam Frustasi
5. Ketika
6. Sang Peramal
7. Ruang Besi
8. Klaten
9. Gadis Serigala
10. Serangga Kecil
11. Serigala-serigala
12. Sinetron Indonesia
13. Rock Bersatu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...