Senin, 04 Januari 2010

Politik dalam Musik Populer


Saya mengakses album ini karena terkenang dengan masa lalu saya atas lagu-lagu Iwan Fals. Dalam ingatan samar-samar masa kecil saya, lagu-lagu Iwan Fals adalah salah satu musik Indonesia awal yang saya dengarkan, bersama lagu-lagu Ebiet G. Ade. Lagu-lagu itu adalah lagu “Guru Oemar Bakri” dan “Surat buat Wakil Rakyat”. Moment sore hari sehabis mendengarkan musik yang diputar ayah saya di tape deck, adalah moment yang luar biasa. Sungguh, saya merindukan keadaan itu. Keadaan mendengarkan musik bersama-sama dengan orang lain. Hanya mendengarkan dengan khusuk tanpa berbicara. Aktivitas yang juga saya dapatkan ketika SMA dan kuliah S1.

Keindahan aktivitas ini kira-kira setara ketika saya mendapatkan pencerahan dari membaca atawa diskusi. Keindahan yang sulit disampaikan dalam lisan maupun tulisan, tetapi nyata adanya. Keadaaan di mana kita merasa sangat dekat dan bahkan melebur di dalam teks. Keadaan ketika kita benar-benar ingin ”meneriakkan” hidup.

Hal lain yang juga saya ingat dari lagu-lagu Iwan Fals yang ada di album ini adalah pembelajaran politik. Saya ingat sekali bagaimana lagu “Surat buat Wakil Rakyat” memberitahu saya bahwa wakil rakyat itu seharusnya merakyat. Merakyat di sini tidak cuma membaur dengan rakyat, melainkan juga memperjuangkan kepentingan rakyat. Lagu ini terasa masih relevan sampai sekarang di mana kinerja wakil rakyat kita masih dikeluhkan karena mereka tidak menjalankan tugasnya dengan baik.

Sejak awal memang musik populer Indonesia sangat dengan “politik” seperti yang disampaikan oleh Krishna Sen dan David T. Hill dalam buku Media, Culture, and Politics in Indonesia (2000). Tidak hanya politik dalam arti formal tetapi juga politik dalam arti paling mendasar: menunjukkan eksistensi dan menyampaikan aspirasi (yang berbeda).

Iwan Fals sudah dikenal sebagai penyampai aspirasi yang berbeda itu lewat lagu-lagunya. Ia menyuarakan suara anak muda yang resah dengan keadaan di masa Orde Baru dulu. Coba kita ingat pada jaman Orde Baru, mungkin juga sampai sekarang, bila ada sekumpulan anak muda ”gitaran” di pinggir jalan, hampir dipastikan mereka akan menyanyikan lagu-lagu Iwan Fals. Tidak heran rejim Soeharto sangat takut dengan “kekuatan” tersebut. Itulah sebabnya pentas panggungnya sempat dilarang pada saat itu. Stasiun-stasiun radio anak muda ”kota” juga ikut-ikutan tidak memutar lagu-lagu Iwan Fals.

Tentang musik populer yang menjadi cara penyampai visi politik bukan hanya milik Iwan Fals. Beberapa pemusik yang lebih muda juga demikian adanya. Slank adalah contohnya. Kita ingat tentunya beberapa tahun yang lalu lagu Slank “Gosip Jalanan” membuat resah pihak berkuasa karena sindiran di dalam lagu tersebut. Slank hampir saja dilaporkan ke polisi oleh pihak-pihak yang merasa disindir. Hal ini justru menunjukkan ada kebenaran di balik sentilan tersebut.

Musik populer juga beberapa kali menjadi obyek kekuasaan negara. Koes Plus misalnya, pernah dianggap melemahkan ideologi penguasa dengan memainkan musik “ngak ngik ngok” pada masa Orde Lama. Lagu-lagu “cengeng” pernah dicekal oleh menteri penerangan, Harmoko, pada masa Orde Baru karena dianggap menyebarkan hal negatif pada masyarakat. Jika tidak salah, pencekalan tersebut dipicu oleh populernya lagu “Hati yang Luka” yang dinyanyikan oleh Betharia Sonata.

Album ini bisa menjadi pembelajaran politik selain juga enak didengarkan. Kekurangannya, album ini sangat “jualan” dengan banyaknya informasi RBT yang mengganggu desain keseluruhan sampul. Informasi mengenai produksi lagu dan sumber album awalnya juga tidak ada. Album ini kurang informatif bagi pengamat dan penggemar musik yang tidak hanya ingin mendengarkan tetapi juga mendapatkan “sesuatu” dari album. Hal yang umum dalam album musik Indonesia. Padahal kita tahu, musik populer dan politik itu tidak bisa dipisahkan.

Penyanyi : Iwan Fals
Album : Tentang Politik
Tahun : 2009
Label : Arie Production
Harga : Rp. 35.000,-

Daftar lagu:
1. Manusia Setengah Dewa
2. Surat buat Wakil Rakyat
3. Politik Uang
4. Sumbang
5. Buktikan
6. Negara
7. Dan Orde Paling Baru
8. Untukmu Negeri
9. Rubah
10. Belalang Tua
11. Siang Seberang Istana
12. Dendam Damai
13. Asyik Nggak Asyik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...