Menulis adalah sebuah misteri bagi saya. Sampai sekarang saya masih berusaha menjadikan menulis sebagai aktivitas pokok saya. Kecakapan ini memang esensial bagi profesi saya, terutama menulis akademis. Tapi itulah, rasanya tetap sulit sekali mempertahankan "nyala api" menulis di dalam diri saya. Saya masih belum menulis untuk buku setiap hari seperti judul di atas. Aktivitas setiap hari yang saya lakukan adalah menulis di notes ini (juga blog). Tapi ini masih lebih baik daripada tidak menulis sama sekali kan...hehe..
Karena itu saya sangat suka lagu Elvis Costello yang berjudul "Everyday I Write the Book" yang saya jadikan judul tulisan ini. Lagu tersebut menjadi pengingat saya untuk selalu menulis (setiap hari) walau maknanya ternyata jauh dari menulis..hehe. Menulis digunakan sebagai metafor hubungan cinta di lagu itu. Lagu itu kerap saya putar bila saya lama tidak menulis atau menulis dengan malas-malasan.
Menulis masih merupakan misteri bagi saya karena sampai sekarang saya tidak cakap menulis dengan baik dan rutin. Saya selalu kagum dengan Goenawan Mohamad yang setiap minggu mencerahkan kita lewat Catatan Pinggir-nya. Atau Emha Ainun Nadjib. Tulisannya untuk majalah Rolling Stone Indonesia edisi Juli 2009 bagus sekali. Menggugah sekaligus menyindir kita habis-habisan.
Saya juga kagum dengan kemampuan menulis orang-orang yang saya kenal dekat. Bang Hadi, Ashadi Siregar, yang semua tulisannya selalu cerdas dan memberikan cara pandang baru. Tidak ada tulisan bang Hadi yang tidak bagus yang saya baca. Atau Budi Irawanto. Rekan saya yang satu ini memiliki kemampuan luar biasa menulis dan "meramu" sastra, filsafat, dan kajian media dalam satu tulisan. Juga bang Amir, Amir Effendi Siregar, yang menulis hal-hal besar dan sulit dengan bahasa yang mudah kita mengerti.
Semua orang di atas memberikan inspirasi saya untuk terus (belajar) menulis. Tentu saja karena tulisan mereka bagus...masak belajar dengan yang menulis tidak bagus, atau bahkan belajar dari yang tidak menghasilkan tulisan sama sekali...hehe...).Dan perjuangan itu sampai sekarang masih berlangsung.
Berdasarkan beberapa informasi yang saya baca, menulis itu paling tidak ada dua motif. Motif pertama adalah untuk menghasilkan tulisan yang bagus (tentu saja...masak menghasilkan masakan..hehe). Kita belajar menghasilkan tulisan melalui karya-karya orang lain. Membacanya, menelaahnya, dan coba menerapkan teknik penulis tersebut di dalam tulisan kita. Kita berusaha menjadi penulis dengan langkah-langkah yang sama dengan para penulis lain menghasilkan tulisannya.
Dengan demikian, menulis menjadi semacam "beban" karena gambaran ideal menjadi penulis baik dan benar tersebut bergayut di pikiran kita. Motif dan cara seperti ini memang bagus. Menjadikan kita mempunyai tujuan yang jelas dalam menjadi penulis. Kelemahannya, motif ini dapat menjadikan kita tidak percaya diri. Apalagi bila penulis yang kita rujuk telah memiliki jam terbang tinggi. Rasanya kita tidak akan dapat seperti dia.
Motif yang kedua adalah menulis untuk menulis itu sendiri. Bukan untuk apa-apa, apalagi mengejar idealitas menjadi penulis (bagus) seperti motif pertama tadi. Motif ini saya dapatkan dari Emha pada pengantar di dalam bukunya yang terakhir. Intinya adalah, menulis sajalah tanpa pikirkan apa pun. Menulis adalah proses yang dinikmati. Proses adalah yang utama, bukan tujuannya.
Nah, saya mencoba menerapkan motif yang kedua. Tetapi tetap saja sulit terutama untuk memenuhi target dan standar personal kita sendiri. Saya yakin jenis media baru, semacam notes di FB dan blog, bisa membantu kita. Karena itu saya belajar banyak dari rekan-rekan narablog (blogger) yang rajin menulis. Belajar dengan istri saya dan teman-temannya yang produktif menulis buku karena milis dan blog. Buku mereka yang terakhir "Long Distance Love" sudah cetak ulang.
Saya sampai iri dengan istri saya dan teman-temannya yang menulis empat buku dengan kolaboratif. Sementara saya yang akademisi saja tidak banyak bukunya...hehe...Inspirasi tersebut tetap saya jaga: kreativitas, menulis, dan kolaborasi (mirip dengan karakter Web 2.0).
Kembali saya mendengarkan lagu Elvis Costello...hmmm...chapter one we didn't really get along
chapter two I think I fell in love with you...Tiba-tiba saya tersadar: untuk bisa menulis kita tidak bisa hanya mendengarkan lagu tentang menulis...atau memperbincangkan tentang menulis.
Untuk bisa menulis kita harus MENULIS. Sampai di sini, menulis bukanlah sebuah misteri.
Karena itu, MENULIS-LAH!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Menulis Lagi, Berjuang Lagi
Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...
-
Baru-baru ini kita dikejutkan kembali oleh peristiwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW. Set e lah penyebaran film Fitna tahun lalu, kal...
-
Untuk seorang sahabat lama di hati dan bukan dalam kehidupan nyata.... Entah mengapa aku sangat merindukanmu sekarang. "Urgency of now...
-
Membicarakan “nyala api”, entah mengapa saya jadi ingat dengan lagu the Doors, “Light My Fire”. Mungkin makna lagu ini tidak ada hubungan la...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar