Kamis, 31 Desember 2009

Facebook, Oh Facebook

Cukup satu lagu untuk membuat saya tertarik dengan album ini. Begitulah kira-kira komentar utama saya atas album Gigi terakhir ini. Album ini sudah agak lama dirilis tetapi begitulah, awalnya saya kurang tertarik untuk mengaksesnya. Apalagi album Indonesia yang ingin saya dengarkan cukup banyak. Saya pikir saya dapat mengganggapnya sebagai album “biasa”. Nanti juga hilang dengan sendirinya. Jadi saya berulang kali membeli cd, berulang kali juga saya mengabaikan album ini. Tadinya saya pikir bisa mengabaikannya….

Tetapi ketika saya mendengar lagu “My Facebook” di kamar sebuah hotel di Semarang, di tengah pertemuan dengan CSO (Civil Society Organization)/LSM yang bergerak di bidang media se-Indonesia pertengahan bulan November lalu, saya langsung tertarik. Bukan hanya karena musiknya, tetapi juga karena topik yang diangkatnya.

Walau judulnya agak aneh, “My Facebook”, lagu ini sebenarnya berbicara tentang problem kita ketika berhadapan dengan media baru. Setahu saya, tidak banyak lagu yang berbicara tentang media baru. Salah satu lagu yang berbicara tentang media baru adalah lagu “SMS” yang dinyanyikan oleh Trio Macan, yang liriknya begini, “Bang/SMS siapa ini bang/….dan seterusnya.

Lagu itu berbicara tentang problem hubungan interpersonal sebagai akibat dari penggunaan handphone. Sementara, lagu “My Facebook” berbicara tentang pengaruh internet, situs jejaring sosial, terhadap hubungan antar manusia. Konsekuensi jenis media baru terhadap hubungan interpersonal yang belum dibahas di lagu Indonesia adalah konsekuensi games. Media baru dan hubungan interpersonal merupakan isu penting dalam kehidupan manusia Indonesia sekarang ini.

Pemahaman kita akan media baru di Indonesia juga tidak bisa linear. Artinya, kita tidak bisa mencoba memahami berdasarkan pemahaman yang runtut seperti di negara yang masyarakatnya sudah maju tingkat kecakapan bermedianya. Di Indonesia, perkembangan media baru juga bisa dikaitkan dengan ha—hal yang sepintas tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Kasus santet melalui handphone yang mengemuka beberapa waktu yang lalu adalah contohnya.

Mendengar dan mencerna lagu “My Facebook”, saya mendapat beberapa ide mengenai hubungan antar manusia melalui Facebook. Hubungan interpersonal itu tidak hanya masalah hubungan asmara seperti yang diungkap dalam lagu tersebut. Bagaimana Facebook menjadi “wakil” diri kita dalam berkomunikasi dengan pihak lain adalah esensi dari permasalahan selama ini.

Berkaitan dengan Facebook sebagai wakil kedirian kita, paling tidak terdapat tiga hal yang bisa didiskusikan. Pertama, melalui Facebook, kita dapat menyampaikan kepingan kemasan perasaan dan pengehuan. Ini terutama melalui status diri sendiri dan komentar kita pada status orang lain.
Kita bisa mengetahui perasaan dan tafsir atas peristiwa dari orang lain melalui Facebook-nya. Berniat ataupun tidak, seseorang yang menulis di statusnya sebenarnya sedang berkomunikasi dengan pihak lain. Mengenai apa pun yang dituliskan di status, itu masalah yang lain. Isu privasi dan hal-hal yang bersifat terbuka adalah isu penting yang berkaitan dengan hal ini.

Kedua, masih berkaitan dengan yang pertama, Facebook adalah sarana atau tempat untuk bercerita. Walau begitu, cerita-cerita itu pastilah ditujukan kepada pihak lain yang menjadi tujuan dalam berkomunikasi. Cerita ini muncul terutama dalam notes, sebagai salah satu fasilitas Facebook, yang berfungsi mirip dengan blog.

Bercerita melalui Facebook memang memiliki keasyikan tersendiri. Sedikit berbeda dengan blog yang biasanya lebih kecil lingkaran pergaulannya, Facebook memberikan skup yang lebih luas. Saya merasa Facebook kuranglah intens tetapi tetap merupakan wahana yang luar biasa untuk saling berdiskusi. Cerita melalui Facebook seberapa pun sepelenya, adalah otentik, kita bisa belajar banyak dari situ.

Terakhir, berkaitan dengan istilah yang dilansir oleh Denis McQuail, bahwa media baru, termasuk Internet, adalah jenis teknologi partisipasi kolektif. Media baru bukan hanya menjadi sarana berkomunikasi antar manusia yang terbatas, melainkan dalam wilayah yang lebih luas, antar masyarakat. Apalagi internet telah berkembang menjadi web 2.0 yang lebih interaktif dan kolaboratif.
Facebook telah menjadi sarana pemberdayaan masyarakat yang berpotensi besar. Isu-isu seperti satu juta orang facebookers pendukung Bibit – Chandra dan Coin for Prita adalah contohnya. Saya juga merasakan hal serupa bersama dengan teman-teman CSO bidang media, di mana interaksi dan kerjasama berjalan semakin mudah.

Sekarang kembali ke Gigi dan albumnya. Dulunya saya memang tidak suka Gigi. Beberapa lagunya memang saya suka tetapi bukan sebagai band secara utuh. Saya bisa melacak alasan saya tidak menyukai Gigi dulu. Dahulu saya tidak menyukai Gigi karena Armand Maulana pernah ikut audisi untuk menjadi vokalis INXS pasca bunuh dirinya Michael Hutchence. Bagi saya, sebagai fans INXS, Hutchence tidak tergantikan, apalagi karakter vokalnya berbeda dengan Armand. Kedua, kenapa berkeinginan menjadi vokalis band lain, padahal Gigi adalah band yang bagus dan memiliki potensi besar. Potensi itu terbukti telah “meledak” sekarang.

Album self title ini adalah album yang bagus. Saya melihat kemampuan bermusik Gigi yang luar biasa. Kemampuan mereka untuk mengombinasikan kemampuan personal sudah lebih hebat. Sembilan lagu yang muncul di album ini berada dalam tingkat keberagaman yang tinggi. Karena itulah, mendengarkan album ini secara berulang-ulang tidak membosankan, malah kita akan semakin senang mendengarkannya.

Ada dua klasifikasi dalam lagu ini. Lagu bertempo lambat dan cepat. Kedua jenis lagu ini juga ditata dengan baik, karena sekumpulan elemen yang baik tidak akan menjadi bagus kualitasnya ketika dikumpulkan tanpa memperhatikan urutan dan tempo total. Seperti halnya kebanyakan pendengar Indonesia, saya lebih tertarik dengan lagu-lagu bertempo lambat. Lagu yang termasuk kategori ini adalah: “Cinta Lalu”, “Restu Cinta”, “Dan Sekarang”, serta “My Facebook”. Sementara lima lagu lainnya termasuk dalam lagu bertempo cepat.

Berdasarkan pengalaman saya dalam mengakses album ini, yang diawali oleh satu lagu, sebenarnya kita bisa merujuk pada industri musik rekaman Indonesia. Kita tidak mengenal rilisan single sebagai pelengkap album sampai sekarang. Single adalah rilisan yang dikeluarkan sebelum atau selama album dikeluarkan. Biasanya single berisi empat lagu yang tak jarang berbeda dari lagu yang ada di dalam albumnya. Untuk melengkapi sebuah album, biasanya dirilis sekitar empat single.

Sudah saatnya kita mengenal single sebagai pendukung album. Single akan mengakomodir audiens yang hanya ingin mengakses satu lagu dan tidak ingin mengakses album karena berbagai hal. Juga akan mengakomodir audiens fanatik dengan membuatnya mendapatkan kepuasan maksimal dengan mengakses single dan album karena pada dasarnya keduanya saling melengkapi.
Di dalam kasus mengakses album ini, saya cukup beruntung mengakses album yang bagus yang berawal dari satu lagu. Tetapi bagaimana bila lain waktu saya kurang beruntung mengakses lagu bagus tetapi ternyata isi keseluruhan albumnya tidak bagus? Seharusnya saya bisa terlebih dahulu mengakses single-nya sebelum album.

Gigi - Gigi (2009)
Daftar lagu:
1. Sumpah Mati
2. Ya Ya Ya
3. Cinta Lalu
4. Munafik
5. Restu Cinta
6. Harga Kesetiaan
7. Dan Sekarang
8. Anugrah dari Cinta
9. My Facebook

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...