Kamis, 31 Desember 2009

Mengakses "New Moon"

Kita yang menonton akan melakukan paling tidak dua hal, laku pikir dan laku fisik. Laku pikir adalah kegiatan otak dalam mengakses pesan media dan konteksnya, baik pada teks maupun pada situasi menonton. Sementara laku fisik adalah kegiatan anggota tubuh kita selama menonton. Itulah yang coba-coba lebih sadar saya lakukan kemarin ketika menonton film anak muda "New Moon".

Sebenarnya saya ingin menonton film Avatar. Film yang katanya menjadi tonggak penting baru bagi media film. Film yang memperluas batasan-batasan film sebelumnya. Banyak review yang mengatakan bahwa film ini bagus dan saya ingin membuktikannya langsung dengan menontonnya. Dan saya jadi lebih tertarik dengan film Avatar karena review kurang ajar di situs Rolling Stone. Sayang saya belum berkesempatan menontonnya.

Film yang saya tonton, bersama istri saya, adalah "New Moon". Saya juga ingin menontonnya walau keinginan itu tidak besar-besar amat. Saya menilai novelnya lumayan bagus, terutama untuk anak muda perempuan. Dan yang paling maut menurut saya adalah Original Soundtrack-nya. Saya sempat bertanya di dalam hati ketika pertama kali mendengarkan OST New Moon, bagaimana bisa film remaja biasa seperti ini punya OST yang bagus sekali? kira-kira sama seperti U2 bertanya-tanya dalam lagu "Babyface"...how could beauty be so kind to an ordinary guy?

Walau keinginan saya untuk menonton film ini tidak terlalu kuat, saya tetap bahagia karena orang yang paling saya cintai bahagia menonton film ini. Tetralogi Twilight oleh Stephanie Mayer adalah salah satu bacaan favoritnya belakangan ini. Jadi, saya tetap merasa film ini bermakna. Lagipula, moment menonton film berdua di bioskop baru pertama-kali ini kami lakukan setelah kami menikah. Moment menonton ini sangat spesial pula bila dikaitkan dengan penanda kebersamaan kami enam tahun ini.

Nah, bila dikaitkan dengan laku pikir, memaknai teks, semua teks, buku, OST, dan film, serta interteks-nya, saya melihat film ini lumayan bagus. Film ini semakin memperkuat stereotipe anak perempuan yang tidak rasional bila mecintai laki-laki, apalagi bila laki-laki itu diberi atribut keren, liar, cool, dan vampir. Film-nya juga tidak sekuat novel. Di dalam novel kita bisa memahami kegamangan Bella (tokoh utama perempuan) ketika ditinggalkan sang Vampir dan ketertarikan diam-diam pada sang Srigala Jadi-jadian. Kegamangan inilah yang sebenarnya dimetaforkan oleh "dua bulan".

Dan, teks OST-nya benar-benar hebat. vokal Thom Yorke yang "menghantui" suasana dalam lagu "Hearing Damage" begitu indah, belum lagi Death Cab for Cutie, Black Rebel Motorcycle Club, dan instrumental keren oleh Alexander Desplat. Film ini saya nikmati sambil menunggu setiap lagu masuk ke dalam berbagai adegan. OST film ini masuk dalam sepuluh OST terbaik yang pernah saya dengarkan; antara lain OST Pulp Fiction, Broken Flowers, Lost in Translation, High Fidelity, dan Cruel Intentions.

Bila dikaitkan dengan laku fisik menonton, karena menontonnya di bioskop, tentu saja kami menonton dengan "teratur". Walau demikian, saya dan istri sangat terganggu dengan dua penonton di samping kami yang selalu bertanya dan berkomentar pada setiap adegan; "kok bisa begitu ya?...kok bisa begini ya?...atau wah, ternyata si Jake ganteng juga....grrrrr...Saya benar-benar terganggu, kenapa tidak menonton dan menikmati saja teksnya? mungkin cara mereka menikmati seperti itu walau agak mengganggu penonton lain. Asyiknya, saya dan istri malah punya sesuatu untuk dibicarakan setelah menonton.

Hal lain yang juga mengganggu dan ini lebih meresahkan adalah adanya orang-tua yang menjadi penonton tidak bertanggung-jawab. Kedua orang tua itu mengajak dua anak perempuannya yang masih kecil, kemungkinan usia sekolah dasar. Orang tua macam apa yang mengajak anak perempuannya menonton New Moon? kami berulang-kali melirik baris penonton sebelah kanan agak ke depan di mana orang-tua tidak bertanggung jawab itu berada dan kami berpikir apa yang orang tua itu pikirkan melihat adegan berciuman mendalam antara Bella dan Edward, kepala seekor vampir yang dipuntir sampai patah oleh keluarga Volturi, para srigala jadi-jadian mencabik-cabik tubuh vampir?

Istri saya yang menjadi penggiat KOMPAK, Komunitas Media Peduli Anak, terlihat tak nyaman dengan hal itu, apalagi bila dibayangkan anak perempuan kami yang menonton setiap adegan itu. Saya ingin terus bercerita tentang hal-hal yang lebih "mewah", semisal regulasi dan etik dalam menonton film. Tapi ini dulu deh, masih banyak waktu dan ruang untuk berdiskusi tentang menonton dan tentang mengakses pesan media, serta tentang metanarasi dalam film nanti.

Suara Thom Yorke yang aneh masih terngiang di telinga saya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menulis Lagi, Berjuang Lagi

Di akhir tahun mencoba lagi menulis rutin di blog ini setelah sekitar enam tahun tidak menulis di sini, bahkan juga jarang sekali mengunjung...